Mohon tunggu...
Farel Faraday
Farel Faraday Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jember

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN Kolaboratif Melakukan Sosialisasi dan Penyuluhan Pencegahan Stunting

25 Agustus 2022   13:38 Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:09 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosialisasi Dan Penyuluhan Stunting.

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang kurangdari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Faktor risko penyebab stunting antara lain kurangnya asupan gizi pada masa kehamilan, tidak mendapatkan ASI eksklusif, kebersihan lingkungan, melewatkan imunisasi, berat badan lahir rendah (BBLR).

Berdasarkan data dari Joint Child Malnutrition Eltimates 2018, pada tahun 2017 terdapat 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting dan 55% diantaranya berada di Asia. Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Sosialisasi dan Penyuluhan Stunting.
Sosialisasi dan Penyuluhan Stunting.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2019 tingkat stunting di Indonesia mencapai 27.7% kemudian turun sebesar 3.3% menjadi 24.4% pada tahun 2021. Angka ini masih di bawah standar kasus stunting yang bisa ditoleransi oleh World Health Organization (WHO) yaitu paling banyak setidaknya hanya 20% saja. Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) stunting di Jawa Timur pada tahun 2021 angka prevalensinya masih cukup tinggi, yakni 23.5%. Kabupaten Jember pada tahun 2020 berstatus merah dan berada di peringkat 2 kasus stunting di Jawa Timur dengan angka 37.94%. Kemudian turun menjadi 23.9% pada tahun 2021.

Desa Ajung merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember yang memiliki luas wilayah 53.48 Km2 dengan ketinggian rata-rata 281 m dari atas permukaan laut dan didominasi oleh area persawahan dan perkebunan. Sehingga, mayoritas penduduk Kecamatan kalisat terutama Desa Ajung memiliki profesi sebagai buruh tani, petani, dan peternak. Desa Ajung sendiri terdiri dari 4 dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Sumbermalang, Dusun Tengah, dan Dusun Oloh. Desa Ajung terdiri dari 76 Rukun Tetangga (RT), dan 14 Rukun Warga (RW). Desa Ajung memiliki 11 Posyandu yang terbagi pada setiap Dusun.

Desa Ajung, Kecamatan Kalisat pada tahun 2021 triwulan 2, menempati urutan pertama di Kecamatan Kalisat sebagai desa dengan angka kejadian stunting tertinggi dengan jumlah kasus 109. Pada triwulan 3 tahun 2021 angka kejadian stunting menunjukkan penurunan dengan menyisakan 96 kasus. Berdasarkan data terbaru pada Februari tahun 2022 jumlah kasus stunting di Desa Ajung turun menjadi 55 kasus dari 11 posyandu. Jumlah kasus tertinggi terdapat di posyandu dahlia 7 yang terletak di Dusun Oloh.

Sosialisasi Dan Penyuluhan Stunting.
Sosialisasi Dan Penyuluhan Stunting.

Sehingga untuk menurunkan angka stunting di Desa Ajung, Kecamatan Kalisat, mahasiswa KKN Kolaboratif 180 melakukan sosialisasi dan penyuluhan pencegahan stunting dengan Minimum Dietary Diversity (MDD) dan Minimum Meal Frequency (MMF) di Dusun Oloh, Desa Ajung, Kecamatan Kalisat pada tanggal 24 Agustus 2022. Program kerja yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting di Desa Ajung berupa Smart Education menggunakan media inovatif berupa video, poster, dan flyer untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Minimum Dietary Diversity (MDD) dan Minimum Meal Frequency (MMF) berdasarkan rekomendasi WHO. Di samping itu, yang diedukasikan adalah untuk bayi harus memenuhi ketentuan Minimum Meal Frequency (MMF), yaitu bayi 6-23 bulan yang diberi atau tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MP-ASI (makanan lunak/makanan padat, termasuk pemberian susu yang tidak mendapat ASI) harus diberikan dengan frekuensi sebagai berikut:

Untuk bayi yang diberi ASI:

* Umur 6-8 bulan: 2 x/hari atau lebih;

* Umur 9-23 bulan: 3 x/hari atau lebih.

Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun