politik elektoral baik itu selama hingga setelah berlangsungnya Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 sangatlah beragam. Terutama dalam hal bagaimana melihat para calon menyampaikan pesan kampanyenya ke para calon voters  atau pemilihnya dalam upaya untuk mendapatkan suara. Hal ini biasanya disebut dengan pemasaran politik. Pemilu pada tahun 2024 yang diikuti oleh tiga bakal calon presiden dan wakil presiden yaitu pasangan nomor urut 01 yaitu Anies Baswedan -- Muhaimin Iskandar, pasangan nomor urut 02 yaitu Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka, dan pasangan nomor urut 03 yaitu Ganjar Pranowo -- Mahfud MD telah banyak menyajikan beragam variasi mengenai metode kampanye dari tiap-tiap paslon. Dalam hal ini juga hal lain yang perlu diperhatikan selain metode kampanye adalah bagaimana pola komunikasi yang dibangun dari tiap pasangan calon untuk mampu menyampaikan pesan kampanyenya kepada para calon pendukung yang ingin mereka capai targetnya.
DinamikaMelihat hal ini, dalam studi perilaku politik atau voting behaviour setidaknya terdapat 4 model analisis dalam melihat bagaimana perilaku memilih seorang pemilih yaitu identifikasi partai (Party ID), Â ideologi (The Dominant Ideology), pendekatan sosiologis, dan pilihan rasional (Rational Choice). Maka dari itu akan menarik jika melihat apa yang dilakukan oleh baik itu pasangan calon maupun basis pendukung pasangan calon lakukan dalam mengirimkan pesan kampanyenya dalam upayanya untuk menarik pemilih agar memilih pasangan calon tertentu.
Pendekatan pertama yaitu identifikasi partai (Party ID) merupakan pendekatan yang melihat seorang individu atau pemilih memiliki kedekatan secara mendalam baik itu secara emosional maupun psikologis terhadap partai tertentu sebagai partai politik yang merepresentasikan dirinya, hal ini juga biasanya disebut sebagai partisanship (keberpihakan) yang diwujudkan dalam bentuk loyalitas, dukungan dan partisipasi aktif (Campbell et al., 1960). Dalam konteks Pilpres 2024 ketiga bakal pasangan calon bisa dibilang memiliki basis massa pendukungnya masing-masing yang tergolong pada pendekatan ini. Pada pasangan calon nomor 01 kita bisa melihat bahwa kedekatan yang dibangun dari basis massa pendukungnya adalah mayoritas berasal dari masyarakat muslim yang juga telah menjadi basis massa dari Anies Baswedan sejak Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 dan banyak terafiliasi ke Partai Keadilan Sejahtera.Â
Lalu pada pasangan calon 02, bisa dibilang menjadi pasangan calon yang tidak terlalu menonjol jika ditelaah dengan pendekatan ini. Hal ini juga mungkin terjadi karena koalisi besar dari kubu 02 rata-rata merupakan partai besar dan memiliki irisan basis pendukung yang hampir sama yaitu memilih karena adanya ketokohan sosok dari yang dicalonkan bukan pada partai yang mendukungnya. Sedangkan dari pasangan calon 03, bisa dibilang merupakan partai yang memiliki basis pendukung dengan identifikasi kepartaian yang sangat kuat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan PDI-P telah terkenal sebagai partai yang para kadernya sangat kuat dan solid hingga ke akar rumput dalam setiap pemilu untuk mengupayakan kemenangan partai dan kadernya.
Pendekatan kedua yaitu ideologi (The Dominant Ideology), pendekatan ini berfokus pada bagaimana pengaruh ideologi terhadap pilihan politik individu, dimana ideologi disini dapat dimaknai sebagai keyakinan dan nilai-nilai yang mendasari pandangan politik dari seorang individu (Converse, 1964). Pada pasangan calon nomor 01, kita bisa melihat dalam koalisinya terdapat dua partai besar yang memiliki basis massa besar di masyarakat Muslim, namun juga dengan dua aliran ideologi yang berbeda juga yaitu Partai Keadilan Sejahtera yang identik dengan pendukung muslim konservatif kanan, sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa yang identik dengan Nahdlatul Ulama yang telah lebih melebur dengan budaya yang ada di Indonesia terutama Jawa, ini juga dapat dilihat dengan bagaimana kedekatan yang dimiliki oleh Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang cukup dekat dengan muslim terutama muslim konservatif. Meskipun Muhaimin Iskandar memiliki kedekatan dan lahir dari darah NU hal ini nyatanya tidak menjamin pasangan ini dapat memperoleh dukungan dari masyarakat NU karena mereka tidak terlalu bisa berjalan beriringan dengan golongan muslim yang konservatif.Â
Kemudian pada pasangan calon 02 bisa dibilang merupakan pasangan calon yang rata-rata basis pendukungnya adalah pada posisi sangat bercampur dan bahkan lebih condong ke tengah atau nasionalis, hal ini tergambarkan pada partai koalisi yang tergabung seperti Golkar, Demokrat, Gerindra merupakan partai yang dilihat sebagai partai dengan ideologi nasionalis. Hal ini juga dapat dilihat dari dukungan yang diperoleh dari pasangan calon ini banyak berasal dari golongan mantan purnawirawan perwira tinggi baik itu dari TNI maupun POLRI, seperti Jendral Dudung Abdurahman dan Jendral Idham Aziz. Lalu pada pasangan calon 03, jika kita melihat melalui partai pengusungnya kita bisa melihat PDI-P sebagai partai besar dengan arah ideologi Marhaenisme yang cenderung kiri dan fokus kepada kaum kecil bisa dibilang yang paling jelas dibandingkan yang lain, hal ini juga diperkuat dengan kadernya yang sangat solid hingga ke akar rumput.
Pendekatan yang ketiga yaitu Pendekatan Sosiologis, dalam konteks pemilihan presiden 2024, pendekatan sosiologis memberikan pandangan yang mendalam tentang faktor-faktor sosial dan budaya seperti kelas sosial, agama, etnis, dan tingkat pendidikan yang memengaruhi perilaku memilih masyarakat (Campbell et al., 1960). Pertama, Paslon 01 menemukan dukungan yang signifikan dari daerah-daerah seperti Aceh dan Sumatera Barat, di mana nilai-nilai keagamaan dan tradisi lokal memainkan peran penting dalam penentuan pilihan. Masyarakat di sana cenderung memilih Paslon 01 karena dianggap mampu merepresentasikan nilai-nilai dan identitas budaya mereka, seperti yang terlihat dari preferensi yang kuat terhadap Paslon 01 yang dianggap sebagai pemimpin yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam atau nilai-nilai tradisional Minangkabau.
Kedua, Paslon 02 memperoleh dukungan dari masyarakat yang terhubung secara emosional dan praktis dengan program-program yang diperkenalkan oleh pemerintahan sebelumnya, terutama yang dipimpin oleh Presiden Jokowi. Dengan melanjutkan agenda-agenda strategis seperti Infrastruktur Kawasan Ekonomi (IKN) dan food estate, Paslon 02 menarik dukungan dari mereka yang merasakan manfaat langsung dari kebijakan tersebut atau yang menginginkan kelanjutan dari inisiatif tersebut. Selain itu, istilah "silent majority" mencerminkan adanya basis pendukung yang mungkin tidak vokal dalam dukungannya, namun tetap setia dalam memberikan suaranya pada TPS, mengamankan dukungan bagi Paslon 02.
Ketiga, Paslon 03 mengandalkan dukungan dari partai politik, terutama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang memiliki basis massa yang kuat di beberapa provinsi besar seperti Jawa Tengah, Bali, dan Jawa Timur. Dengan Ganjar Pranowo sebagai representasi dari PDIP dan dianggap mewarisi ideologi Soekarno, Paslon 03 berhasil menarik pemilih yang memiliki afiliasi politik yang kuat dengan partai tersebut. Faktor partai pendukung menjadi penentu utama bagi masyarakat yang melihat kader PDIP sebagai representasi dari nilai-nilai dan ideologi yang mereka dukung, sehingga memberikan keuntungan besar bagi Paslon 03 dalam meraih dukungan pemilih. Dengan demikian, dinamika sosial, budaya, dan politik yang kompleks memainkan peran krusial dalam menentukan hasil pemilihan presiden 2024, dengan setiap paslon mengandalkan strategi dan faktor-faktor khusus untuk mendapatkan dukungan masyarakatÂ
Pendekatan yang terakhir adalah rational choice, Pendekatan rational choice dalam analisis perilaku memilih mengasumsikan bahwa keputusan politik yang dibuat oleh pemilih didasarkan pada pertimbangan rasional atas kepentingan pribadi mereka (Downs,1957). Pendekatan ini merupakan pendekatan yang berdasarkan pada perilaku konsumen pada ilmu ekonomi. Pada pendekatan ini berarti  pemilih cenderung memilih partai atau kandidat yang dianggap akan memberikan manfaat maksimal bagi mereka secara individu, berdasarkan pada perhitungan manfaat dan kerugian yang mereka harapkan dari setiap pilihan. Dalam konteks Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024, pendekatan ini mengacu pada cara di mana pemilih mengevaluasi dan memilih di antara tiga pasangan calon yang berkompetisi.
Misalnya, pemilih mungkin akan memilih pasangan calon nomor urut 01, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, jika mereka percaya bahwa kebijakan yang diusung oleh pasangan calon tersebut akan memberikan manfaat yang signifikan bagi kepentingan pribadi mereka. Mereka mungkin melihat bahwa Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar memiliki rencana yang akan meningkatkan sektor-sektor yang relevan bagi mereka, seperti pendidikan atau agama, dan oleh karena itu memilih mereka sebagai pilihan yang paling rasional.
Di sisi lain, pemilih juga mungkin memilih pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, jika mereka percaya bahwa pasangan calon tersebut akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi kepentingan pribadi mereka. Mereka mungkin menganggap bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki rencana atau program yang lebih menguntungkan bagi bidang-bidang yang mereka pedulikan, seperti infrastruktur atau pertanian, dan karena itu memilih mereka sebagai pilihan yang paling rasional.
Selain itu, pemilih juga dapat memilih pasangan calon nomor urut 03, Ganjar Pranowo - Mahfud MD, jika mereka yakin bahwa pasangan calon tersebut akan memberikan manfaat yang paling optimal bagi kepentingan pribadi mereka. Mereka mungkin percaya bahwa Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memiliki rencana atau program yang akan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat secara umum atau bagi sektor-sektor tertentu yang penting bagi mereka secara individual, dan oleh karena itu memilih mereka sebagai pilihan yang paling rasional.
Dalam setiap kasus, pemilih cenderung memilih berdasarkan pada manfaat yang diantisipasi dari kebijakan atau program-program yang diusung oleh setiap pasangan calon, tanpa terlalu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial atau emosional. Ini menunjukkan bahwa dalam analisis perilaku memilih, asumsi bahwa pemilih bertindak secara rasional dan memaksimalkan kepentingan pribadi mereka memainkan peran penting dalam menentukan pilihan politik mereka.
Dinamika politik elektoral selama dan setelah Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 telah menampilkan beragam strategi kampanye dari tiap pasangan calon. Dari analisis beberapa pendekatan perilaku pemilih mulai dari identifikasi partai, ideologi, pendekatan sosiologis, dan rational choice, terlihat bahwa setiap paslon memanfaatkan strategi yang berbeda untuk memperoleh dukungan pemilih. Paslon 01, dengan basis massa dari partai yang kuat dan kedekatan dengan nilai-nilai agama, berhasil menarik dukungan mayoritas dari masyarakat Muslim. Paslon 02, meskipun kurang menonjol dalam identifikasi partai, berhasil memperoleh dukungan dengan membangun momentum dari program-program pemerintahan sebelumnya dan menarik "silent majority". Sementara Paslon 03, mengandalkan dukungan kuat dari partai politik dengan basis massa yang solid, khususnya di beberapa provinsi besar. Terlepas dari pendekatan yang digunakan, pemilih cenderung memilih berdasarkan pertimbangan rasional atas kepentingan pribadi mereka, menunjukkan bahwa faktor sosial dan emosional tidak selalu menjadi penentu utama dalam perilaku memilih. Dengan demikian, Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024 menegaskan pentingnya strategi kampanye yang tepat dan fokus pada kepentingan pemilih dalam memenangkan dukungan politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H