Upaya stimulus untuk meminimalisir dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 terus dilakukan. Selain kartu prakerja yang sudah mulai berjalan, upaya lain berupa Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat juga digerakan. Langkah-langkah itu diharapkan dapat membantu masyarakat yang terdampak pandemi.
Langkah-langkah penyaluran dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan tentu perlu diapresiasi. Meski pelibatan itu dilakukan tetap saja bukan tanpa halangan, sebab dibeberapa wilayah masih saja ditemukan adanya kendala penyaluran baik lantaran data digunakan maupun penerima yang tidak tepat sasaran.
Mengutip Radar Banyuwangi Senin, 18 Mei 2020 yang menurunkan tulisan perihal ketidak tepatan sasaran pendistribusian Bansos di Desa Benculuk Kecamatan Cluring Banyuwangi. Alasan tersebut disempaikan sejumlah warga disekitar lokasi akibat adanya data warga yang sudah meninggal namun tetap mendapat jatah Bansos.
Anehnya, warga yang meninggal tersebut digantikan oleh ahli waris keluarga yang notabene berasal dari keluarga berada. Setali tiga uang, dalam laporan data penerima Bansos ada juga kejanggalan ihwal jumlah penerima dalam satu Kartu Keluarga (KK). Jika idealnya tiap KK satu, disana juga ditemukan satu keluarga mendapat dua Bansos.
Tak hanya itu saja, pendataan penerima Bansos juga dikeluhkan oleh warga di wilayah Gambiran. Radar Banyuwangi pada Selasa 19 Mei 2020 juga masih menurunkan tema tulisan yang sama perihal Bansos yang parameter bagi penerimanya ambigu. Tulisan dalam reportase tersebut menampilkan Koyimah (34) Warga Desa Jajag, Gambiran.
Ia mengeluhkan lantaran batasan penentuan untuk warga yang berhak menerima Bansos dinilai tidak transparan. Meskipun beberapa kali dirinya sudah di data oleh pihak pemangku kebijakan baik setingkat RT maupun RW. Tetap saja, bantun yang diharapkan hanya pepesan kosong belaka. Ia berkali-kali datang mengecek namanya tetap tidak ada.
Pembaruan Data
Munculnya rentetan keluhan yang dialami masyarakat tentu membuka pertanyaan ihwal sengkarut terkait distribusi Bansos. Pun tidak dinafikan memang pemerintah tidak bisa menjamin seluruh masyarakat mendapatkan Bansos tersebut. Pun tetap saja harusnya ada role model yang jelas bagi kelaikan penerima Bansos.
Sebab, di tengah Pandemi Covid-19 yang segala aspek kehidupan ekonomi terdampak menjadikan pemilahan dan pemilihan data penerima Bansos perlu ada pembaruan. Mengingat dengan adanya temuan seperti orang yang sudah meninggal tetap mendapatkan Bansos tentu menimbulkan segudang pertanyaan.
Walaupun segala upaya untuk meminimalisir kesalahan dalam pendataan dilakukan. Tetap saja pada praktiknya menimbulkan beragam asumsi yang berkelindan di benak warga. Tentu ini tidak bisa dilihat secara holistik, jika pemangku kepentingan tidak bisa melihat ihwal yang terjadi di akar rumput.
Sebab sejauh pengamatan penulis, tidak ada upaya secara persuasif untuk memberikan gambaran kepada masyarakat. Utamanya cara edukasi untuk meberikan pengertian kepada warga tentang parameter bagi penerima Bansos yang akan dikucurkan. Diharapkan dengam adanya prameter itulah bisa membuat masyarakat mengerti.
Selain itu, pelibatan dari seluruh komponen dari pemerintah untuk memberikan pengawasan secara menyeluruh kepada penerima manfaat juga perlu dilakukan. Mengingat tidak sedikit keluhan yang disampaikan warga jika beberapa penerima Bansos mendapatkan jatah lantaran kedekatan dengan pemangku kepentingan.
Fungsi pengawasan dan evaluasi baik saat kegiatan berlangsung maupun pasca penyerahan Bansos diharapakan dapat meminimalisir adanya ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran Bansos. Selain itu, masyarakat juga bisa diberikan ruang pelaporan secara terbuka seandainya ada temuan-temuan yang tidak semestinya.
Tentu dengan adanya jaminan keamanan dari upaya represif dan penekanan dari pihak lain. Secara tidak langsung upaya tersebut juga bisa dilakukan dengan memberikan perlindungan, minimal melakukan perahasiaan bagi pelapor. Sehingga seandainya ada tindakan yang tidak sesuai sasaran bisa langsung dilakukan pengawasan.
Bentuk Trobosan
Pelibatan masyarakat di akar rumput tentu bisa menjadi upaya untuk menjaring dan menyeleksi agar bantuan bisa tepat sasaran. Tentu pelaporan dengan mekanisme yang sesuai berdasarkan fakta dan bukti nyata di lapangan. Agar upaya yang dilakukan tidak menjadi celah untuk adanya perbuatan fitnah.
Meski masalah ihwal distribusi Bansos dikeluhkan diberbagai wilayah, namun Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tidak tinggal diam saja. Salah satu wujud nyata dari respon Pemkab ialah adanya bentuk trobosan sistem pelaporan Bansos secara daring yang dikembangkan melalui penyaluran paket sembako ke warga terdampak.
Lewat sistem daring tersebut, warga bisa melaporkan dirinya sendiri atau orang lain yang dinilai layak menerima namun belum mendapatkan Bansos. Data Pemkab Banyuwangi saat ini sudah 269.000 keluarga Banyuwangi terjangkau berbagai program sosial, mulai PKH, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Pangan Provinsi Jatim, dan jaring pengaman Pemkab Banyuwangi.Â
Meski demikian, untuk mewadahi adanya warga terdampak yang belum menerima bantuan, mengingat dampak pandemi Covid-19 sangat dinamis dari hari ke hari  dilakukanlah trobosan itu. Sehingga warga yang belum masuk skema itu bisa melapor. Baik pelporan lewat jalur konvensional ke kantor desa, kelurahan atau kecamatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H