Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Laporan Palsu Berujung Sembilu

11 Mei 2020   03:53 Diperbarui: 11 Mei 2020   04:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. Ilustrasi by Ragamlampung.com

Membaca berita utama Radara Banyuwangi Edisi Senin 4 Mei 2020 berjudul Pedagang Sayur di Begal, Rp. 13 Juta Amblas, sempat masygul juga lantaran kejahatan jalanan yang mulai tak memilih tempat persinggahan. Jika beberapa hari terakhir aksi peresekusi yang dilakukan oknum warga yang di duga pencuri terjadi dan rata-rata di wilayah pinggiran.

Nahas, justru kejahatan terjadi di pusat kota yang notabene cukup ramai jika dilihat dari letak topografinya. Kala membaca berita tersebut, penulis juga cukup terkejut lantaran lokasi yang dipilih tentu cukup memudahkan bagi petugas untuk memecahkan kasus tersebut.

Alasannya lokasi di Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan wilayah yang memiliki kemera pengawas cukup masif. Tentu hal tersebut akan banyak membantu pihak kepolisian untuk mengungkap pelakunya. Bahkan penulis sendiri sempat berfikir jika aksi jalanan yang dilakulan itu terbilang cukup nekat.

Sebab, melakukan aksi kejahatan di tengah kota menjadikan segala aspek tidak difikirkan oleh pelakunya. Seakan menafikan logika umum para pelaku kejahatan yang lebih memilih kawasan pinggiran dari pada beradai di hinggar bingar tengah kota. Meski pada saat yang dinilai lengang, yakni din hari.

Pura-pura di Begal

Namun segala pertanyaan diatas akhirnya terjawab lewat berita di Radar Banyuwangi, Rabu, 6 Mei 2020 berjudul "Pura-pura di Begal Ternyata Gelapkan Arisan" menyajikan informasi terkait pembegalan yang terjadi di hari senin yang ternyata berupa laporan palsu yang diberikan ke pihak kepolisian.

Walakin, N (55) yang sebelumnya melaporkan sebagai korban pembegalan kini justru ditetapkan sebagai tersangka lantaran laporan palsu. Usut punya tersangka membuat laporan palsu lantaran uang arisan yang harusnya diberikan kepada pemilikannya digunakan habis oleh tersangka.

Akhirnya tersangka membuat alibi dengan merekayasa jadi korban pembegalan yang kemudian memberikan laporan kepada pihak kepolilisian. Namun, hasil pendalaman pihak berwajib mengungkapkan jika dilokasi kejadian tidak ditemukan adanya upaya kekerasan jalan.

Hingga akhirnya penetapan tersangka dilakukan dengan landasan hukum KUHP ihwal laporan palsu. Tentu ini menjadi pembelajaran bersama agar masyarakat lebih beehati-hati dan mawas diri. Segala tindak tanduk yang melawan hukum tentu akan berakibat pada sangsi hukum yang dapat diterima.

Kasus di atas menjadi gambaran betapa niat buruk tidak akan burujung mulus. Apalagi dengan kepura-puran yang dilakukan juga memiliki implikasi pada masyarakat lain. Sebab tidak hanya membuat laporan palsu tersangka juga memberikan keterangan palsu kepada media tentang upaya pembegala yang ternyata hoaks.

Jika menilik landasan hukumnya tersangka bisa dijerat dengan Pasal 242 ayat (1) KiUHP tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu. Aturan tersebut mengejawantahkan agar  dapat memberi keterangan yang sebenar-benarnya sesuai fakta yang ada di lokasi.

Secara eksplisit akibat hukum kepada keterangan palsu, dengan sengaja memberi di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun sesuai dengan aturam yang berlaku.

Pun begitu, tetap ada syarat dari tindak pidana tersebut yang termaktub dalam buku KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung. Secara teoritis memang harus memenuhi dua aspek yang saling berkelindan asyik masuk guna menjad pelengkap.

Pertama, suatu ketentuan undang-undang yang menghendaki suatu keterangan palsu di bawah sumpah atau yang mempunyai akibat-akibat hukum. Dampak itulah yang dapat digunakan untuk menetukan sebab-sebab dijatuhkannya hukum tersebut.

Langkah Persuasif

Hal di ataa bisa ditilik dari upaya yang dilakukan guna meminimalisir aksi serupa. Tidak hanya itu, langkah persuasif secara simultan bisa dilakukan agar masyarakat juga lebih mengetahui jika peebuatan melawan hukum tentu meniliki imbas yabg bagia banyak orang meresahkan.

Kedua, Pemberian keterangan palsu dan kesengajaannya ditujukan kepada kepalsuan.Sehingga dengan adanya upaya tersebut selain digunakan untuk mengambil keuntungan, cara lain ialah sebagai alat yang dapat berguna untuk lari dari tanggungjawab.

Menilik kepura-puraan menjadi korban begal, dengan alasan tanggungan uang arisan yang harusnya dibagikan jelang libur panjang hari raya tentu cukup disayangkan. Alih-alih, alibi yang dibangun bisa melepaskan kewajiban untuk tak memberikan tagihan, justru penanggung jawabnya menjadikan kebingungan seputar tahanan.

Ketiga, Bentuk imajinasi yang menyebutkan bahwa suatu keterangan adalah palsu, apabila sebagian dari keterangan itu adalah tidak benar, terkecuali jika ini adalah sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan bahwa hal itu tidak sengaja diberikan dalam memberikan keterangan palsu. 

Nahas kasus di Kota Banyuwangi bukan lagi seputar tindakan main-main sahaja. Sebab pada sangka penulis segala upaya yang digunakan untuk melawan hukum dan merugikan orang lain tentu akan menimbulkan konsekuensi hukum. Andai tidak akan ada orang yang pernah jengah meski ditengah musibah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun