Melihat informasi yang beredar akhir-akhir ini selalu dijejali dengan informasi seputar kasus-kasus pencurian yang meresahkan warga. Namun alih-alih mengurangi keresahan tindakan represif dari warga justru membuat ceruk pemisah yang dalam antara kewaspadaan dan alpanya kemanusiaan.
Kasus-kasus yang muncul akibat rawannya aksi kejahatan justru memperlihatkan bagaimana kemanusian diuji. Langkah-langkah yang dilakukan masyarakat saat ini yang cukup menafikan adanya empati justru memantik tanda tanya bersama apa yang sedang terjadi dengan masyarakat kita saat ini.
Pun memang saat pandemi ekonomi sedang sulit ditengah kebutuhan yang menghimpit serta nurani yang terdegradasi dengan adanya kecemasan akibat masifnya pemberitaan yang dianggap tak berimbang. Menjadikan masyarakat mengambil jalannya sendiri untuk menentukan masalah yang di hadapi.
Memang perkembangan media sosial sedikit banyak turut menyumbang kegelisahan yang dialami warga saat ini akibat informasi yang berlimpah dan tak terarah. Kuantitas yang tidak memikirkan kualitas dari informasi tersebut justru mengakibatkan diskresi yang terjadi di masyarakat.
Diskresi tersebutlah yang menyebabkan masyarakat mencari jalan pembenarannya sendiri dengan melakukan hal-hal yang dianggap benar. Subjektifitas inilah yang berdampak pada rasio kejadian kekerasan yang terjadi disekitar kita utamanya yang berhubungan dengan kejahatan.
Lebih Bijaksana
Melansir Radar Banyuwangi edisi Kamis, 30 April 2020 yang menuliskan ihwal keresahan warga imbas maraknya informasi aksi pencurian. Membuat warga melakukan aksi kekerasan kepada orang asing yang mencurigakan. Nahasnya seluruh korban tersebut ditengarai merupakan Orang dengan Gangguam Jiwa (OdGJ).
Terbaru, seorang pengamen babak belur dihajar warga Desa Wringinputih, Kecamatan Muncar, Selasa malam 5 Mei 2020. Korban mengalami luka parah pada wajah usai dihakimi massa, saat itu juga korban langsung diserahkan ke Polsek Muncar.
Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, korban bernama Sugeng, (25), warga Dusun Krajan, Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, awalnya mengamen di sekitar desa tersebut bersama adiknya. Karena kehabisan bahan bakar, keduanya menuntun sepeda motor miliknya.
Akibat warga terlalu curiga akhirnya mengamankan dua pemuda tersebut. Nahasnya beberapa oknum warga yang geram dan menyangka jika pemuda itu pencuri kendaraan bermotor langsung mengeroyok Sugeng dan menghajar wajah pemuda itu.
Harusnya hal Ini menjadi pembelajaran bersama agar masyarakat lebih bijaksana dalam menyikapi informasi yang beredar. Mengingat saat ini perihal aksi kejahatan jalanan menjadi perhatian bersama. Oleh sebab itu, upaya main hakim sendiri yang dilakukan oleh masyarakat saat melihat orang asing yang mencurigakan justru merugikan.
Merugikan baik bagi masyarakat itu sendiri maupun korban yang menjadi bulan-bulanan warga. Waspada memang di perlukan menghadapi pandemu saat ini, dimana aksi kriminalitas yang meningkat serta minimnya lapangan kerja tentu menjadi dilema ditengah upaya pemutusan mata rantai Covid 19.
Bangun Sinergitas
Memang tidak dipungkiri jika di tengah pandemi saat ini segala sesuatu tindak kejahatan rentan terjadi. Bahkan tidak hanya saat pandemi, warga seperti mahfum jika saat akan lebaran tiba selalu ada saja peningkatan angka kejahatan itu. Baik yang menyasar pengendara di jalan raya ataupun rumah-rumah yang ditinggalkan penghuninya.
Oleh karenannya disinilah warga perlu membangun sinergitas seluruh pihak guna memiminimalisir potensi-potensi kejahatan tersebut. Salah satu langkah dan upaya nyata di masyarakat ialah dengan mengaktifkan kembali pos pengamanan setingkat desa yang sebelumnya mati suri.Â
Poskamling yang notabene merupakan ciri masyarakat kita memang saat ini mulai jarang ditemukan. Mulai dari alasan klise kesibukan akibat pekerjaan hingga yang paling radikal memang keengganan warga yang saat ini cendrung merubah asosiasi sosialisasi dengan medium yang berbeda.
Jika dulu sosialisasi selaku diidentikan dengan pertemuan langsung tatap muka dengan menggelar pelbagai agenda kerukunan warga. Kini dengan perkembangan teknologi sosialisasi itu sudah memiliki ruang nyaman dalam bentuk genggaman tangan. Tentu ini tidak salah, selama porposinya seimbang dan tepat.
Nahasnya yang menjadikan hal diatas semacam bomerang ialah memudarnya sosialisasi di ranah nyata dengan menafikan pertemuan-pertemuan yang harusnya bisa menjaga keamanan sekitar rumah warga. Meski penulis tidak menafikan upaya social distancing hingga physical distancing terus digiatkan.
Namun jangan sampai hal tersebut justru semakin membuat jurang yang semakin lebar guna meniadakan sosialisasi antar warga utamanya yang berkaitan dengan keamanan warga yang ada disekitar kita. Sementara itu, upaya-upaya kongkrit dari pemangku kepentingan juga dibutuhkan.
Utamanya upaya untuk memberikan edukasi kepada warga agar tidak mudah terhasut oleh berita bohong yang beredar di tengah masyarakat. Selain itu, sikap tegas juga perlu di tegakan dari pihak keamanan guna meminimalisir tindakan kekerasan yang dilakukan warga.
Tidak hanya itu, bagi masyarakat juga perlu di sadarkan agar tetap waspada namun tetap mengedepankan aspek kemanusiaan. Sebab di tengah pandemi seperti saat ini tentu kebutuhan ekonomi terdampak simultan namun jangan sampai mengabaikan akal fikiran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H