Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang memiliki kawasan terluas. Bahkan jika melihat data di peta digital, luasan wilayah Banyuwangi yang hanya Kabupaten mengalahkan luasan Bali yang menjadi Provinsi. Sehingga tidak sedikit berbagai inovasi terus diupayakan masyarakatnya guna memaksimalkan potensi yang ada di Bumi Blambangan.
Tak hanya luasan wilayah, Banyuwangi juga memiliki garis pantai cukup panjang. Bagaimana tidak, garis pantai wilayah Banyuwangi terbentang mulai dari timur hingga selatan wilayahnya. Maka tak heran jika dewasa kini perkembangan sektor wisata pantai terus digarap dan diolah oleh pemerintah daerah agar menjadi jujukan wisatawan.
Namun luasan pantai Banyuwangi layaknya dua sisi mata pisau, satu sisi memiliki potensi manfaat yang bisa dikelola menjadi destinasi wisata. Pun disisi lain memiliki dampak potensi kebencanaan yang juga membahayakan bagi masyarakat di pesisir pantai tersebut.
Nahasnya beberapa pembangunan yang terjadi di pesisir pantai Banyuwangi kadang kurang memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Sebut saja pembangunan proyek dermaga perikanan yang mereklamasi pantai berjarak 600 meter dari Pantai Watu Dodol.
Dampaknya, lapak pedagang yang dulunya berjarak 30 meter dari jalur pantura Banyuwangi - Situbondo kini menjadi 15 meter. Hal itu dikarenakan abarasi air laut yang membuat garis pantai semakin mendekat ke daratan. Tak hanya lapak pedagang, beberapa fasilitas umum seperti toilet dan mushola juga terdampak.
Padahal jika melihat potensi bawah laut disekitar lokasi, sekecil apapun proyek di wilayah pantai, terlebih reklamasi akan berdampak pada ekosistem dan perubahan gelombang. Selain itu, karena lokasi proyek berada di Selat Bali yang memiliki arus kuat sehingga berdampak pada perubahan garis pantai. (Red. Radar Banyuwangi edisi 12 Januari 2019).
Faktor Alam
Meski hemat penulis terjadinya abrasi di sejumlah pantai tidak hanya di sebabkan pembangnan saja, namun juga karena faktor alam yang juga berperan mempengaruhi segala aspeknya. Sehingga perlu ada penyadaran bersama oleh masyarakat untuk mengamankan garis pantai di Banyuwangi.
Sekedar diketahui, beberapa pantai di Banyuwangi saat ini sudah mengalami abrasi akibat tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Sebut saja abrasi yang terjadi di area Pantai Cacalan, Pantai Blimbingsari dan beberapa pantai lainnya di kawasan Kecamatan Wongsorejo yang kondisinya memprihatinkan.
Oleh karenanya upaya-upaya penyadaran kepada masyarakat agar terus peduli terhadap lingkungannya terus digerakan. Salah satunya kegiatan Jambore Banyuwangi Bebas sampah 2020. Jambore digelar di Pantai Kedung Derus, Desa Pondoknongko, Kecamatan Kabat menggelar beragam kegiatan.
Selama tiga hari, peserta diajak untuk ikut serta bertukar fikiran mulai diskusi tentang masalah sampah, pengelolaan limbah, hingga melakukan penanaman pohon mangrove di sepanjang pantai bersama Komunitas Bengkel Kreasi Indonesia Berkarya (Berkibar). Penanaman mangrove ini tentu menjadi angin segar bagi pesisir pantai Banyuwangi.
Sebab berdasarkan rilis Food and Agriculture Organization (FAO) secara ekologis, ekosistem mangrove dapat menghasilkan sejumlah besar detritus. Sebagian detritus ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh fauna makrobenthos dan sebagian yang lain diuraikan secara bakterial menjadi unsur hara yang berperan dalam penyuburan perairan.