Tak hanya buruh kebun, karyawan di wilayah Banyuwangi pun tidak sedikit yang mendapatkan upah dibawah standar UMK. Banyak alasan yang diutarakan pemberi kerja, mulai dari pendapatan yang belum mencukupi untuk memberikan upah laik. Hingga alasan yang kadang sulit diterima logika lainnya.
Realitas Sosial
Hal itu tentu bertentangan dengan pernyataan Kepala Disnakertrans Banyuwangi Syaiful Alam Sudrajat yang menjelaskan, perinsip peraturan penetapan UMK tersebut berlaku bagi semua orang atau perusahaan yang memperkerjakan orang lain.Â
Perusahan harus mematuhi peraturan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Bahkan soal mekanisme pemberian upah, Alam sempat menyinggung jika dalam pelaksanaan tugas kerja ada semacam kebutuhan berlebih untuk biaya produksi yang menggunakan jatah upah karyawan, itu sah-sah saja asalkan. Idealnya jika memang diperlukan harus ada biaya tambahan yang dikeluarkan perusahaan.
Selain itu, karyawan juga bisa mengajukan biaya penambahan diluar UMK untuk kebutuhan kerja. Alam menyebutkan persoalan tersebut bisa dibicarakan secara internal bersama Karyawan dan Pemberi kerja. Jika hal tersebut tidak menemui titik terang maka pihak Disnakertrans siap memfasilitasi aturan Undang-Undang yang berlaku.
Idealnya Undang-undang tentang Ketenagakerjaan lebih baik diwujudkan dalam bentuk UU turunan dengan semangat mencari titik temu antara dimensi perusuhaan, tenaga kerja serta kondisi ekonomi. Undang-undang tak boleh sepihak, karena unsur keadilan mesti berada di depan.
Hal itu selaras dengan pemikiran Ralf Dahrendorf yang menyebut prasyarat negara hukum meliputi beberapa hal. Pertama persamaan dalam proses politik. Kedua, tidak ada kelompok yang memonopoli.Â
Ketiga, berlaku nilai kebijakan publik. Keempat, menerima perbedaan dan konflik kepentingan sebagai realitas sosial yang tidak dapat dihindarkan.
Sebagai negara hukum (rechstaat), negara harus memastikan bahwa regulasi yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Membahas perihal substansi upah terkait Undang-Undang Ketenagarjaan memang menarik.
Namun, hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana buruh harus jadi prioritas dibela oleh negara tanpa mengesampingkan pemberi kerja.
Harus ada keseimbangan dan keadilan, sehingga negara petut memimikirkan segala bentuk konsekuensinya. Akhirukalam semoga apapun yang diputuskan bisa menghasilkan pemerataan keadilan. Meski tak dinafikan keputusan tersebut tak menjadikan hasil yang win win solution.