Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adu Kuat Kendali Gas

22 November 2019   22:34 Diperbarui: 22 November 2019   22:40 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar koran Radar Banyuwangi. (Fareh Hariyanto/kompasiana.com)

Hal ini diperparah dengan jalur yang cukup lengang sehingga saat balapan digelar seperti tanpa hambatan. Setali tiga uang, upaya pengawasan dari pihak terkait saat balapan digelar seolah luput dari pantauan. Sehingga setiap sore menjelang di akhir pekan puluhan muda-mudi datang berduyun-duyun memadati sirkuit tak resmi.

Persoalan balap liar ini yang harus dipecahkan. Tinggal bagaimana memulainya, apakah dari hulu atau hilirnya terlebih dahulu. Pun begitu tidak mungkin begitu saja asal anti balapan, langsung menangkap yang terlibat atau dengan tindakan represif. Sebaliknya, tidak bisa diabaikan bahwa jika dibiarkan maka akan semakin meresahkan warga sekitar.

Pendekatan Inovasi

Jelasnya seluruh pemangku kepentingan harus jelas bersikap. Tidak bisa lagi menganggap sebelah mata aktivitas balap liar tersebut. Mengingat fakta dari hulu hingga hilir terdapat mata rantai yang tidak terputus dari kegiatan ilegal itu. Sehingga perlu upaya-upaya agar dampak yang ditimbukan tidak selalu negatif. 

Setiap usaha guna melakukam perubahan, tidak bisa lepas dari tiga inovasi. Demikian juga untuk memecahkan masalah ihwal maraknya aksi balap liar di Banyuwangi. Seluruh pemangku kepentingan hendaknya melakukan pendekatan tiga inovasi ini guna memberikan dampak yang berbeda dari kegiatan tersebut.

Pertama, inovasi produk, harus ada upaya memberikan wadah agar muda-mudi ini bisa menyalurkan bakatnya ke sirkuit yang resmi. Balapan merupakan salah satu olah raga yang seharusnya bisa menjadi sarana pemacu prestasi. Jika produk yang dikenalkan legal dan memiliki landasan hukum yang kuat maka akan lebih bermanfaat.

Kedua, Inovasi proses, perlu ada upaya proses penyadaran bagi setiap orang tua agar tidak memanjakan anaknya dengan membelikan apa yang diinginkan namun tidak dibutuhkan. Meski orang tua kadang dilematis, namun proses ini perlu digiatkan juga agar bisa menjadi cara meminimalkan dampak tersebut.

Ketiga, Inovasi kerangka berfikir, meskipun tak semudah membalikan telapak tangan, namun tak ada salahnya langkah ini perlu menjadi cara guna meluruskan paradigma yang salah tentang balap liar. Harapannya dengan melakukan hal tersebut, penyelarasan semua kepentingan dalam implementasinya bisa lebih mudah.

Akhirulkalam, balap liar merupakan aksi yang merugikan, rugi bagi yang melakukan jika terjadi kefatalan. Rugi pula bagi pengguna jalan lain yang memanfaatkan jalur jalan raya yang menjadi ajang balapan. Pun karenanya sudah seharusnya tindakan yang mengarah ke mafsadat harus dihilangi agar terciptanya maslahah mursalah. Wallahu A'lam Bish Shawabi.

*Tulisan ini juga terbit di Radar Banyuwangi dengan judul yang sama.

Tangkapan layar koran Radar Banyuwangi. (Fareh Hariyanto/kompasiana.com)
Tangkapan layar koran Radar Banyuwangi. (Fareh Hariyanto/kompasiana.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun