Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Manfaat Ganda Jalur Jalan Raya

19 November 2019   20:56 Diperbarui: 20 November 2019   20:44 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Suasana pedagang kaki lima (PKL) berjualan di sepanjang trotoar di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, Rabu (17/5/2017). Penertiban dilakukan setiap hari menyusul mulai banyaknya PKL yang berjualan di trotoar dan jalan kawasan Pasar Tanah Abang.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan Jawa Timur tentunya akan mafhum dengan adanya kegiatan penggalangan dana di jalan. Baik penggalangan dana karena ada warga yang meninggal atau penggalangan yang dilakukan untuk pembangunan rumah ibadah. 

Berdasarkan pengamatan penulis sepanjang jalur dari Probolinggo hingga Banyuwangi cukup banyak ditemui kegiatan serupa. 

Padahal jika ditelaah lebih dalam, kegiatan semacam itu sebenarnya cukup beresiko baik pengendara maupun penggalang dana. Mengingat tidak sedikit jalur yang digunakan merupakan jalur poros provinsi yang cukup padat kendaraan dengan kecepatan tinggi. Meskipun tidak dipungkiri biasanya sebelum titik lokasi akan ada rambu tanda kegiatan penggalangan dana berlangsung. 

Namun nahas yang menimpa salah seorang warga di Desa Tulungrejo Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi  beberapa hari lalu sepertinya bisa dijadikan sarana iktibar. 

Kejadian  yang melibatkan sebuah mobil Daihatsu Xenia bernomor polisi P 1756 VW menabrak petugas amal di depan Masjid Jami' Sabilul Mutaqqin mengisyaratkan betapa beresikonya kegiatan penggalangan dana di jalan raya.

Meski pada dasarnya aturan meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan dan tidak memerlukan izin penyelenggaraan. Namun sepanjang  penelusuran penulis dalam PP 29/1980 memang tidak ada aturan yang melarang secara eksplisit meminta sumbangan di jalanan. 

Pun begitu beberapa wilayah sudah ada yang secara tegas mengeluaran Peraturan Daerah untuk pelarangan kegiatan tersebut karena dinilai akan membahayakan dan membuat simpul kepadatan di jalan raya.  

Setali tiga uang, temen-temen Kepolisian diwilayah hukum Polres Banyuwangi bersama Dinas Perhubungan Banyuwangi juga terus memberikan edukasi akan resiko bahayanya.

Fatwa Haram

Bahkan langkah paling ekstrem dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sampang, Jawa Timur dengan mengeluakan Fatwa haram tentang penggalangan dana pembangunan masjid di jalan raya.

Hal itu dilakukan dikarenakan penggalangan dana sumbangan untuk pembangunan masjid yang dilakukan warga di Madura kian marak. Padahal kegiatan mereka mengganggu pengendara yang melintas di jalan.

Menurut MUI Sampang Penarikan amal yang diharamkan ialah jika dilakukan dengan menempatkan batu cor di median jalan sehingga mempersempit jalan yang akan dilewati pengendara. 

Selain menempatkan batu cor di jalan, petugas penarik amal berdiri berjejer di kanan dan kiri jalan serta di tengah-tengah marka jalan. Kendaraan yang melintas sangat terganggu dengan hal itu.

Jawapos.comPenarikan sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah di median jalan raya. (Foto. Jawa Pos)
Jawapos.comPenarikan sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah di median jalan raya. (Foto. Jawa Pos)
Sedangkan penarikan amal di jalan tidak haram jika hanya memasang papan nama dan memungut amal di pinggir jalan. Kendati kegiatan itu sebenarnya merendahkan martabat agama, namun masih ditoleransi demi pembangunan sarana tempat ibadah. 

Hemat penulis problem pencarian dana di jalan raya memiliki beberapa sisi negatif yang harus dicermati. Pertama, bahwa kegiatan pencarian dana di jalan raya tersebut dapat mengganggu perjalanan dan dapat menimbulkan kemudlaratan, baik bagi pengguna jalan maupun bagi warga yang mengumpulkan dana amal itu sendiri. 

Kedua, meminta-minta baik dalam konteks kepentingan individu maupun untuk kepentingan sosial merupakan suatu tindakan yang kurang dan tidak sejalan dengan nafas Islam, karena Islam sendiri telah menegaskan bahwa memberi posisinya lebih baik dari pada menerima. 

Oleh karenanya, Islam sebagai agama yang membawa kemaslahatan senantiasa manganjurkan kepada umat Muslim untuk mengeluarkan hartanya melalui zakat, infq, shadaqah, wakaf, hibah dan sebagainya.

Ketiga, secara sosiologis dan psikologis, perlu dipertimbangkan bahwa tidak semua pengguna jalan berasal dari kalangan umat Muslim. Ketika realitasnya demikian, maka hal yang perlu direnungkan adalah implikasi dari kegiatan tersebut, yakni terganggu martabat dan citra agama Islam karena telah dinodai oleh kegiatan yang memanfaatkan fasilitas umum sehingga pengguna jalan terganggu.

Idealnya penggalangan dana untuk pembangunan masjid sebenarnya bisa saja dilakukan dengan memberdayakan masyarakat sekitar yang menjadi anggota jemaah masjid tersebut. Itu pun bila jumlah jamaah memadai sehingga mendesak didirikan satu rumah ibadah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan secara berjamaah.

Tidak dipungkiri saat mendirikan masjid masyarakat harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah jamaah, jumlah masjid di lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. Hal itu perlu dikaji agar jangan sampai jumlah masjid banyak, tapi jamaahnya sedikit.  

Berdayakan Jamaah

Sepengetahuan penulis saat menetap di Banyuwangi, maraknya penggalangan dana di jalan-jalan, baik yang bersifat menetap di satu ruas jalan maupun dengan cara keliling dari satu tempat ke tempat lain, seperti di terminal dan di atas angkutan umum menjadi hal yang wajar ditemui. 

Meski kadang sudah ada himbauan dari kepolisian, namun hal itu tidak serta-merta bisa dicegah karena yang dilakukan kelompok penggalang dana masjid yang diorganisasi secara sporadis tidak bertentangan dengan hukum.

Sudah selayaknya penggalangan dana sumbangan cukup dilakukan di lingkungan masjid, misalnya dengan menerapkan manajemen keuangan internal jamaah. Jika setiap anggota jemaah menyumbang Rp100,00 per hari, maka dalam jangka waktu satu tahun jumlahnya tentu akan banyak. Dan, hal itu jangan dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Selain itu, ke depannya fungsi dan peran masjid tidak hanya sebagai sarana ibadah, namun juga mengedepankan segi muamalah, seperti kehidupan sosial ekonomi masyarakat hingga pemberdayaan sumber daya manusia. Dari interaksi dan kegiatan di masjid, khususnya jamaah dari kalangan berada akan merasa aman memberikan sedekah, zakat, atau infak.

Sedangkan bagi jamaah yang kurang mampu akan merasa lebih diperhatikan dengan berbagai bentuk-bentuk santunan. Sehingga korelasi batin antara yang kaya dengan yang miskin bisa lebih terjalin. Hal itu juga akan mengurangi resiko yang membahayakan penggalang dana seperti di Glenmore tempo hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun