politik dinasti kembali mencuat diakar rumput.Â
Pasca pelantikan anggota DPR RI masa bakti 2019 - 2024 awal bulan lalu. Isu ihwal adanyaTidak hanya ditingkat pusat saja, di daerahpun komposisi serupa juga mahfum beredar dijejaring portal media berita mainstream.
Mengutip Kompas.com Partai Nasdem misalnya, anak sang Ketua Umum Surya Paloh, yakni Prananda Surya Paloh, menjadi caleg terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Utara I.
Di daerah praktik dinasti politik juga terjadi di Kota Bontang, Kalimantan Timur yang dikuasai Golkar. Di mana dua kadernya duduk sebagai wali kota dan ketua DPRD Bontang.Â
Dua kader itu adalah ibu dan anak. Sang ibu Neni Moerniaeni menjabat sebagai wali kota, sedangkan anaknya Andi Faisal Sofyan Hasdam menjabat sebagai ketua DPRD Bontang.
Jika menilik garis kebelakang, publik tentunya juga masih ingat klan gurita politik dinasti yang juga terjadi di Provinsi Banten. Bahkan meski sudah menyeret indung semangnya menjadi tersangka dalam kasus korupsi pun tidak menggoyahkan kekuatan politik yang masih terus kokoh berdiri hingga kini.
Wilayah Jawa Timur juga tidak ketinggalan, dinasti politik keluarga Sutrisno menguasai pemerintahan di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sejak tahun 1999.
Dimulai pada masa kepemimpinan Sutrisno sebagai Bupati Kediri selama dua periode, mulai tahun 1999 sampai 2009. Lucunya saat masa jabatan Sutrisno dua periode telah berahir. Entah kebetulan atau tidak, ia yang memiliki dua istri. justru menarungkan kedua istrinya itu dalam kontestasi Pilkada Kediri 2009.Â
Saat kedua istri Sutrisno berkompetisi dalam Pilkada, yang menang adalah istri pertama. Dan sekarang, istri pertama Sutrino memasuki periode kedua. Kekuasaan Haryanti yang diusung PDIP itu juga langgeng, dan berlanjut ke periode kedua, mulai tahun 2016 sampai 2021.
Saat ini, keluarga Sutrisno juga sudah menyiapkan sosok generasi penerus, yang digadang-gadang menjadi calon bupati di Pilkada Kabupaten Kediri 2020 mendatang. Dialah Eggy Adityawan, anak ketiga Sutrisno.
Dianulir MK
Jika menilik kasus yang terjadi di Kabupaten Kediri memang Mahkamah Konstitusi melalui sidang pembacaan putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015 menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi.
Para hakim MK kala itu memutuskan, Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.
Sehingga hakim MK berpendapat, pasal 7 huruf r memberikan perbedaan perlakuan terhadap warga negara yang ingin ikut serta dalam proses demokrasi, semata-mata karena status kelahiran dan kekerabatannya dengan petahana.
Landasan itulah yang membuat MK menganulir larangan dinasti politik karena menilainya bertentangan dengan konstitusi. Dipilih dalam pemilihan umum yang menurut MK, merupakan hak semua orang.
Namun kasus yang terjadi di Kota Bontang Kalimantan Timur cukup berbeda dengan kedudukan yang ada di Kediri dimana dengan adanya politik dinasti tersebut dikhawatirkan fungsi Trias Politika dalam pemerintahan akan terancam.
Memang penulis tidak menafikan dibanyak negara politik dinasti juga mahfum ditemui. Sebut saja Amerika yang memilikii kultur negara Demokrasi juga tidak terlepas dari isu tersebut.
Aturan yang sudah disahkan dengan membatasi masa periode jabatan pimpinan daerah untuk dua kali masa jabatan kadang justru disiasati dengan mencalonkan kerabat yang dekat dengan petahana guna tetap mempertahankan kedudukan jabatan tetap dalam koloninya.
Ironisnya masyarakat yang berada dilingkungan politik tersebut justru tak banyak yang merasakan keanehan yang ada. Hal itu bisa dilihat saat Pemilihan Gubernur Serentak 2017Â yang telah memilih pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Wahidin Halim-Andika Hazrumy.
Meski Andila Hazrumy merupakan anak dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang terlibat dalam korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Pemprov Banten namun karena kuatnya pengaruh keluarga membuat mayoritas masyarakat Banten tetap memilih trah Tubagus Chasan Sochib.
Baik atau tidaknya politik ini semua kembali ke masyarakatnya, idealnya memang harus ada medium pembelajaran agar masyarakat tak hanya memilih sosok pemimpin hanya karena status dan asal usul dari keluarga siapa bukan bisa apa dan memiliki kapabilitas apa dalam kepemimpinan itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H