Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dinasti Politik yang Menggelitik

6 November 2019   01:50 Diperbarui: 6 November 2019   02:18 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika menilik kasus yang terjadi di Kabupaten Kediri memang Mahkamah Konstitusi melalui sidang pembacaan putusan perkara nomor 33/PUU-XIII/2015 menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi.

Para hakim MK kala itu memutuskan, Pasal 7 huruf r UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945.

Sehingga hakim MK berpendapat, pasal 7 huruf r memberikan perbedaan perlakuan terhadap warga negara yang ingin ikut serta dalam proses demokrasi, semata-mata karena status kelahiran dan kekerabatannya dengan petahana.

Landasan itulah yang membuat MK menganulir larangan dinasti politik karena menilainya bertentangan dengan konstitusi. Dipilih dalam pemilihan umum yang menurut MK, merupakan hak semua orang.

Namun kasus yang terjadi di Kota Bontang Kalimantan Timur cukup berbeda dengan kedudukan yang ada di Kediri dimana dengan adanya politik dinasti tersebut dikhawatirkan fungsi Trias Politika dalam pemerintahan akan terancam.

Memang penulis tidak menafikan dibanyak negara politik dinasti juga mahfum ditemui. Sebut saja Amerika yang memilikii kultur negara Demokrasi juga tidak terlepas dari isu tersebut.

Aturan yang sudah disahkan dengan membatasi masa periode jabatan pimpinan daerah untuk dua kali masa jabatan kadang justru disiasati dengan mencalonkan kerabat yang dekat dengan petahana guna tetap mempertahankan kedudukan jabatan tetap dalam koloninya.

Ironisnya masyarakat yang berada dilingkungan politik tersebut justru tak banyak yang merasakan keanehan yang ada. Hal itu bisa dilihat saat Pemilihan Gubernur Serentak 2017 yang telah memilih pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Wahidin Halim-Andika Hazrumy.

Meski Andila Hazrumy merupakan anak dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang terlibat dalam korupsi pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Rujukan Pemprov Banten namun karena kuatnya pengaruh keluarga membuat mayoritas masyarakat Banten tetap memilih trah Tubagus Chasan Sochib.

Baik atau tidaknya politik ini semua kembali ke masyarakatnya, idealnya memang harus ada medium pembelajaran agar masyarakat tak hanya memilih sosok pemimpin hanya karena status dan asal usul dari keluarga siapa bukan bisa apa dan memiliki kapabilitas apa dalam kepemimpinan itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun