Mohon tunggu...
Fareh Hariyanto
Fareh Hariyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Klasik

Sedang menempa kanuragan di Jurusan Ahwalusasyhiah IAI Ibrahimy Genteng Bumi Blambangan Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Elegi Santri di Era Post-truth

31 Oktober 2019   16:31 Diperbarui: 31 Oktober 2019   16:39 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehingga tidak sedikit pesantren yang kini mengelola laman daring serta dikelola oleh Lembaga Pers Santri (LPS) yang tersebar di Indonesia. Meski konten tulisan-tulisannya masih seputar kegiatan santri karena faktor proximity semata.

Walaupun berkembang dengan sederhana LPS ini juga tidak menafikan kaidah jurnalistik. Didukung dengan upaya-upayanya agar setiap berita yang tampil selalu cover both side menjadi modal utama bagi kalangan santri melawan informasi hoaks.

Tak hanya itu saja, laman daring tersebut juga menyediakan wadah untuk tulisan opini para santri agar bisa berbagi gagasan dan wawasan. Selain itu wadah tulisan sastra pesantren juga tidak luput dari radar pengelolanya. Kedepan, dengan banyaknya LPS disetiap pesantren bisa menjadi wadah pengembangan kepenulisan bagi santri.

Banjir Informasi
Disadari atau tidak, produktivitas pondok membudayakan literasi menjadi genealogi. Secara luas hal itu berarti jejaring. Jejaring dalam pengetahuan tentunya. Ada jaringan yang tersambung dari generasi dulu hingga sekarang dalam pesantren. Pun saat ini lebih lengkap dengan adanya teknologi yang bisa digunakan secara bijak sehingga informasi yang membanjiri masyarak bisa terfilter.

Sebenarnya banjir informasi di masa sekarang ini yang tak terbendung sudah diperkirakan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Pemikiran duet wartawan yang membuat buku The Element of Journalism, menelurkan sebuah karya yang dibukukan dengan judul Blur. 

Dalam buku tersebut, banyak sekali hal yang dapat membuat kita sadar akan pentingnya proses memilah dan memilih informasi yang kita perlukan. Bill dan Tom memberikan tips bagaimana kita dapat menjadi penjaga bagi diri sendiri, serta cara menyaring informasi yang datang secara bertubi-tubi setiap detiknya.

Caranya adalah dengan berpikir skeptis, jangan mudah percaya dengan apa yang diterima. Selain itu, jenis-jenis konten berita dan cirinya masing-masing, seperti jurnalisme pengukuhan, pernyataan, verifikasi, dan lainnya. Dalam bukunya juga mereka menyebutkan sejarah dan asal muasal media di setiap tahun, mulai dari kelahiran media hingga kecanggihan teknologi saat ini.

Pada bab terakhir buku tersebut, keduanya menawarkan konsep jurnalisme baru untuk media dan wartawan di era digital. Tidak hanya berfokus pada fungsi penyampaian laporan berita saja. Media bisa menjadi lebih relevan di abad informasi ketika menjadi pusat pengetahuan bagi khalayak.

Akhirulkalam, mari kita maknai peringatan hari santri dengan langkah nyata agar tak menjadi seremonial belaka. Sehingga esensi yang didapat membawa dampak bagi seluruh kalangan masyarakat utamanya di era post-truth seperti saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun