Contohnya, pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu laut yang berakibat pada rusaknya terumbu karang dan arah migrasi ikan, sehingga saat ini nelayan semakin sulit menentukan lokasi ikan (Kovas et al., 2004 dalam Lobell et al., 2010). Namun nelayan tidak menyadari bahwa sulitnya mencari ikan tersebut merupakan dampak dari perubahan iklim.
Semakin besar suatu sektor bergantung pada alam, maka sensitif pula sektor tersebut terhadap dampak iklim.
Inilah yang kerap kita lihat di pemberitaan media, misalnya sebuah pemberitaan mengenai banjir rob, badai katrina, dan kebakaran hutan dan masih banyak lagi. Meskipun berita tidak secara jelas memaparkan bahwa adanya keterkaitan antara perubahan iklim dan bencana yang terjadi saat ini.
Alhasil, penonton berita tidak menyadari bahaya dan dampak dari perubahan iklim secara jelas.
Mengkomunikasikan Perubahan Iklim melalui Media
Pemberitaan mengenai perubahan iklim kerap bersifat ilmiah yang jarang dimengerti oleh publik. Istilah-istilah seperti "global warming", "zero emission", bahkan "efek rumah kaca" mungkin terdengar asing bagi sebagian orang.
Atau mungkin liputan mengenai badai katrina, dan kebakaran hutan yang dramatis sebagai pertanda hal-hal buruk akan datang di masa depan, belum cukup untuk memberikan pesan kepada publik bahwa jika dijabarkan itu merupakan dampak dari perubahan iklim.
Meskipun liputan mengenai peristiwa katastropik atau bencana alam seperti itu dapat merangsang kepekaan terhadap perubahan iklim, namun menghubungkan peristiwa atau bencana dengan perubahan iklim secara langsung tidaklah mudah.
Akhirnya, berita yang menyinggung soal perubahan iklim menggunakan headline seperti "Earth is Dying" terkadang dilebih-lebihkan tanpa menjelaskan sebab akibat dari sebuah bencana secara berkepanjangan.
Callison (2014) dalam bukunya "How Climate Change Comes to Matter" mengutip Lowe (2006), menggunakan Istilah 'Climate Porn' untuk menjelaskan bagaimana media merepresentasikan perubahan iklim dengan menunjukkan bukti-bukti mengerikan.
Seperti, mencairnya es di kutub utara dan badai katrina yang tidak terjadi setiap saat membuat setiap media berlomba-lomba meliput hal tersebut yang hanya fokus kejadian saat itu, tanpa membedah sebab akibatnya secara runtut.