Mohon tunggu...
Muhamad Fardhansyah
Muhamad Fardhansyah Mohon Tunggu... Freelancer - Masih Belajar

Masih belajar Antropologi. Pola pikir induksi yang diadaptasi dari socrates, menghasilkan pandangan yang lebih holistik dari berbagai macam perspektif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Mahasiswa Antropologi: Belajar Apa dan untuk Apa?

10 Juli 2021   21:27 Diperbarui: 10 Juli 2021   22:30 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Era globalisasi saat ini membuat ilmu pengetahuan semakin variatif, hal tersebut turut membuat jurusan di perkuliahan semakin variatif dan terspesialisasi. Contohnya saja jika kita melihat kampus-kampus di Indonesia banyak sekali jurusan yang semakin mengerucut seperti business digital, event management, atau seperti aktuaria dan ilmu perpustakaan hanya sedikit contoh bahwa saat ini apa yang kita pelajari semakin ter pola secara tidak sadar.

Bagi mereka yang ingin mempelajari banyak hal, mungkin sangat sulit untuk menemukan jurusan yang multidisiplin. Misalnya jika di University of Oxford ada jurusan mengenai Philosophy, Politics and Economics (PPE). Dari namanya saja kita sudah melihat betapa beragamnya hal-hal yang akan kita pelajari disana.

Untuk kalian yang menyukai hal serupa, jangan khawatir, coba kalian mulai cari tahu mengenai Antropologi. Mungkin sebagian atau mayoritas orang bahkan baru pertama kali mendengarnya, dan mengarah kepada pertanyaan “Itu yang mempelajari tulang-tulang ya?” atau “itu yang mempelajari bintang-bintang ya?”

Meskipun arkeologi merupakan sub bidang antropologi yang mempelajari tulang-tulang bahkan sisa peninggalan manusia dan untuk yang mempelajari bintang atau benda angkasa sudah jelas itu astronomi!

Jika kalian sering menonton National Geographic, tidak jarang kalian akan menemui pembawa acaranya bertuliskan “Anthropologist”. Singkatnya, para antropolog digambarkan sebagai pemberani yang bekerja di lingkungan terpencil, untuk membawakan kita rahasia yang hilang dari dunia tersembunyi. Tetapi tidak sampai disitu, agar lebih paham antropologi itu apa, saya akan menjelaskannya secara luas.

Antropologi membandingkan masyarakat atau manusia di seluruh dunia dan lintas waktu. Misalnya, membandingkan bentuk pemerintahan sekarang dan masa lalu atau sistem kepercayaan hukum dan agama. Membandingkan struktur sosial, seperti dinamika keluarga, dan mempelajari perubahan global. Mengeksplorasi gerakan sosial dan akar ketidaksetaraan sosial yang terkait dengan ras dan gender dan masih banyak lagi.

Jadi, di mana pun ada manusia, disitulah antropologi hadir.

Dari penjelasan diatas, semakin jelas bahwa Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, bersumber dari kata Antropos (manusia) dan Logos (ilmu). Jadi yang dipelajari sangat banyak? Tentu saja, bahkan saat ini sudah banyak cabang pemikiran yang dikembangkan oleh Antropologi.

Antropologi kesehatan, bagaimana kesehatan, penyakit, pandangan masyarakat terhadap suatu penyakit. Antropologi ekologi, bagaimana kaitan manusia dengan alam. Antropologi konflik, bagaimana konflik itu terjadi dan jika interaksi sosial itu adalah upaya untuk mencapai kesepakatan, begitupun juga dengan konflik. Ada Antropologi gender, linguistik, ragawi, forensik, ekonomi, hukum, dan masih banyak lagi. Semua itu sangat terkait dan berhubungan dengan manusia.

Jika belajar hukum, pasti kita berharap akan menjadi pengacara atau notaris. Kedokteran, kita berharap menjadi dokter. Jika belajar antropologi kita jadi apa? Yang pasti adalah kita berkontribusi kepada kita, diri kita sebagai manusia! karena Ilmu antropologi bagaikan kaleidoskop, jika dilihat banyak sekali cabangnya. Kita melihat pecahan kaca yang harus kita susun satu persatu. Pada akhirnya, kita bisa menyelami kolam pengetahuan manapun!

Banyak orang yang baru mengambil antropologi ketika magister, karena mereka merasakan pentingnya untuk mempelajari manusia sebagai makhluk sosial. Dalam bernegosiasi, dalam memahami identitas dll. Bahwasanya hidup ini adalah sebuah pertukaran.

Bagi kalian yang tertarik untuk belajar antropologi, karena melihat jurusan sosial humaniora itu santai. Sebaiknya urungkan sejenak, faktanya di Antropologi kalian tidak demikian, kalian akan dituntut untuk membaca, menganalisis banyaknya buku serta jurnal yang tak terhitung jumlahnya dan berpikir kritis selama menjadi mahasiswa.

Pelajaran yang dapat diambil bahwa, semakin kalian menyelami kolam tersebut, ternyata semakin dalam kolam tersebut. 

“Semakin aku tahu, semakin aku tidak tahu”

Kepekaan terhadap lingkungan sekitar akan meningkat seiring berjalannya waktu, contohnya ketika sedang di stasiun, kalian melihat mengapa orang-orang begitu patuh, teratur, kalian tidak melihat aparat keamanan disana, hanya beberapa cctv yang terpampang. 

Kalian secara tidak sengaja peka terhadap kondisi tersebut, dan mengaitkan fenomena tersebut dengan apa yang pernah dipelajari sebagai "panopticon". Bahwa orang-orang selalu merasa diawasi, meskipun tanpa kehadiran fisik dari aparat keamanan dan kita tidak tahu cctv itu berfungsi atau tidak.

Selamat! Kepekaan anda sudah beberapa langkah lebih maju dibandingkan orang lain. Diiringi dengan pemikiran kritis, skeptis dan suka bertanya, akan membuat kalian lebih detail oriented dalam menjalani hidup.

Bagi teman-teman antropologi, bagi sebagian dari kita mungkin merasa kita kurang dihargai, bahkan dipandang sebelah mata. Tidak apa-apa dan normal untuk merasa seperti itu, terutama di era ini, negara berkembang lebih melihat studi yang sesuai dengan permintaan pasar. Berbeda dengan negara maju yang dalam banyak contoh sangat menghargai pentingnya Antropologi.

Terkadang belajar antropologi membuat kita semakin pusing karena banyak mengetahui sesuatu dari berbagai sudut pandang. Tetaplah bertanya dan mempelajari banyak hal, bahwa hidup tidak hanya terdiri dari satu bidang ilmu, hidup sangat kompleks dan manusia sangat dinamis.

Mengenal antropologi bagi saya seperti memandang langit, betapapun indahnya bintang-bintang dari langit malam yang tiba-tiba terlihat, hanya sedikit saat ini yang bisa menemukan jalan mereka. 

Mempelajari banyak hal, dituntut kritis, dan peka yang pada akhirnya dipandang sebelah mata bagi sebagian orang adalah penderitaan. Tetapi kemunculan kembali langit-langit ini adalah kebalikannya. Ini adalah surga yang dimasuki melalui neraka.

 

Belajar antropologi tidak hanya berdampak untuk saat ini dan esok, tetapi seumur hidup!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun