Mohon tunggu...
Muhamad Farda Setiawan
Muhamad Farda Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - 22107030043 Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menaruh minat pada ilmu-ilmu sosial, agama, serta sains dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jangan Menghina Mereka yang Hijrah

1 Juni 2023   21:06 Diperbarui: 6 Juni 2023   13:40 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia maya saat ini banyak ditemui fenomena "hijrah" dari berbagai kalangan terkhusus anak muda yang ingin memperdalam sisi religius mereka. Berbeda dengan kebanyakan pemuda era global saat ini yang cenderung mengarah ke gaya hidup yang bebas dan penuh hedonisme, beberapa orang lebih memilih untuk hijrah dari dunia yang seperti itu.

Namun, tahu gak sih makna hijrah yang sebenarnya?

Hijrah secara bahasa berasal dari kata hajara yang berarti berpindah baik tempat, keadaan, hingga sifat. Secara historis, kata ini paling populer digunakan untuk menceritakan peristiwa ketika Rasulullah SAW berpindah dari Kota Makkah menuju Yatsrib atau Kota Madinah dan selanjutnya peristiwa tersebut dijadikan standar dalam penetapan tahun Islam, maka dari itu kalender penanggalan Islam disebut dengan kalender hijriah karena berdasarkan pada peristiwa hijrahnya Nabi SAW.

Pemaknaan yang lain dalam konteks ini adalah perpindahan sifat, sikap, dan keadaan seseorang yang tadinya kurang baik menjadi lebih baik, atau seseorang yang dahulunya jauh dari agama kemudian mendekat pada ajaran agama. Kata hijrah bahkan disebutkan 31 kali dalam Al-Qur'an dengan berbagai variasi konteksnya.

Pada kehidupan modern saat ini, kita mengenal banyak sekali tokoh-tokoh pelopor gerakan hijrah baik dari kalangan agamawan, intelektual, hingga artis dan influencer. Kita mengenal Ustadz Hanan Attaki dengan yayasan atau wadah bikinannya, Shift. yang merangkul para pemuda dari milenial hingga gen z untuk memberi "pencerahan" berupa dakwah Islam pada mereka melalui cara-cara yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Ada juga dari kalangan artis seperti yang tergabung dalam kelompok Musawarah (Muda Sakinah Mawaddah Warahmah). Termasuk di dalamnya ada Teuku Wisnu, Arie Untung, Dimas Seto, dan beberapa anggota dari kalangan selebritas lainnya. Selain menggelar kajian dengan mendatangkan para ustadz seperti Adi Hidayat dan Felix Siauw, mereka juga kerap mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang biasa mereka tampilkan melalui akun media sosial Musawarah.

Disamping itu, ada juga artis "hijrah" lain yang juga tak kalah terkenal nya. Seperti Uki eks gitaris Noah yang rela meninggalkan salah satu band papan atas Indonesia tersebut demi lebih mendalami ilmu agama yang murni. Itu ia lakukan mulai pada 2019 lalu ketika Uki datang ke kajian Ustadz Syafiq Riza Basalamah yang kemudian membuatnya memutuskan untuk meninggalkan musik dan segala gemerlap dunia hiburan.

Sayangnya, respon publik terhadap gerakan-gerakan hijrah tersebut tak selalu positif. Beberapa masyarakat menilai bahwa ada ajaran-ajaran "radikal" dan "ekstrem" dari orang-orang yang hijrah kembali ke jalan agama. Contohnya ada pada kasus Teuku Wisnu. Hanya karena ia berjenggot dan hadir dalam kajian para ustadz, banyak netizen yang menjulukinya sebagai "artis wahabi" dan "radikal"(dengan maksud negatif tentunya). Padahal  tidak pernah sekalipun ia menyerang kelompok lain yang berbeda dengannya.

Atau yang baru-baru ini viral di media sosial adalah Hanan Attaki. Ustadz yang menaungi para pemuda hijrah tersebut beberapa kali ditolak bahkan dibubarkan pengajiannya oleh Banser NU yang menuduh Attaki sebagai "gembong wahabi". Hingga akhirnya sang ustadz pun melakukan klarifikasi lewat video yang diunggah di akun youtube Hanan Attaki pada 15 Februari 2023 lalu. Ia mengatakan bahwa dirinya tak terafiliasi dengan apa yang orang sebut "wahabi". Attaki juga mengaku bahwa dari dulu ia adalah seorang ahlussunnah. Ini kembali ia tegaskan dengan mengunjungi kediaman ketua tanfidziyah NU Jawa Timur, KH. Marzuki Mustamar, sekaligus ia berbaiat dan secara resmi menjadi anggota NU. Ini lantas menegaskan bahwa dirinya bukan "gembong wahabi".

Lalu, apa salahnya pula jika seseorang menjadi wahabi? Wahabi atau kalangan mereka menyebut sebagai "manhaj salaf" adalah ajaran yang menginginkan untuk umat muslim kembali pada Al-Quran, Sunnah, dan para Salafus Sholih (ulama terdahulu) mereka ingin setiap muslim mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulnya, serta meninggalkan segala jenis perbuatan maksiat, termasuk bid'ah, atau amalan yang tidak ada dasar perintahnya. Banyak sekali hadits yang menerangkan tentang larangan perbuatan bid'ah ini. Mereka juga melarang segala jenis takhayul dan praktek kesyirikan yang sudah jelas pelarangannya.

Jika memang itu tujuan mereka, kenapa kita harus tidak suka? Bukankah meninggalkan bid'ah dan kemaksiatan adalah perintah Tuhan? Bukankah mengerjakan sunnah-sunnah Nabi seperti berjenggot, menggunakan celana di atas mata kaki, mengenakan cadar, dan mengahfal Al-Quran adalah hal baik yang bernilai pahala? Jika iya, mengapa kita harus membenci hal-hal tersebut sementara banyak sekali tindakan maksiat di depan mata kita sering kali kita abaikan bahkan dianggap biasa.

Apa salahnya mereka yang hijrah kembali pada jalan kebenaran hingga kita menghina mereka? Apakah kita sudah merasa lebih baik? Mungkin ada perbedaan pendapat antara kita. Sebagian menganggap musik haram, sebagian menganggapnya boleh-boleh saja. Jika tidak setuju dengan pendapat yang berlainan, bantahlah dengan dalil yang jelas. Islam adalah agama data. Dalil Al-Quran, sunnah, dan referensi para ulama serta argumen yang logis adalah yang diperlukan untuk membangun pendapat, bukan menggunakan caci maki dan hinaan.

Bukankah Al-Quran melarang keras orang yang mengolok-olok agamanya sendiri (At-Taubah 65-66). Menghina sunnah-sunnah yang dilakukan oleh sang nabi. Jika memang kita memang tidak mau atau belum siap menjalankan sunnah-sunnah tersebut, setidaknya jangan menyerang mereka yang sedang belajar pada jalan yang benar. Jika kita tidak nyaman ketika jari kaki kita menempel pada jari kaki orang yang ingin merapatkan shaf shalatnya, setidaknya jangan kemudian menghina mereka yang ingin merapatkan shaf sebagai  kesempurnaan sholat. Hentikan stereotyping terhadap mereka yang sedang "hijrah". Mungkin ada sebagian yang terlalu fanatik karena semagat atau ghirah beragama yang tinggi. Namun itu merupakan bagian dari proses. Jika kita menyerangnya dengan hinaan dan cacian, maka bukankah kita juga sudah termakan fanatisme?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun