Mohon tunggu...
Muhamad Farda Setiawan
Muhamad Farda Setiawan Mohon Tunggu... 22107030043 Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menaruh minat pada ilmu-ilmu sosial, agama, serta sains dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Aku adalah Kamu, Kamu adalah Aku

20 Maret 2023   21:19 Diperbarui: 20 Maret 2023   21:26 2822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Anda yakin jika Anda adalah seorang diri individu yang berdiri tunggal eksistensinya? Ada beberapa permasalahan disini menyangkut menyangkut masalah "individu". Dipahami secara umum bahwa individu adalah seseorang (atau suatu makhluk) yang dirinya berdiri sendiri, artinya tidak dapat dipisah (in-divide). 

Namun, beberapa kalangan ada yang memandang individu ini dengan berbagai pemahaman. Seperti sebagaimana umumnya kita memandang seseorang yang memiliki ciri tertentu, nama, asal-usul pribadi, atau dalam bahasa agama dia memiliki nyawa yang darinya tidak mungkin tergabung oleh orang lain ataupun satu-kesatuan sistem individu tersebut berpisah. Tetapi tidak semua  kalangan memiliki pandangan konvensional seperti itu.

Versi ekstremnya misalnya, ada gagasan dari filsuf eropa yang terkenal dengan "cogito ergo sum" nya, Rene Descartes. Descartes memiliki gagasan (jika tidak bisa disebut teori) Solipsisme dalam ontologi. 

Artinya, kita, individu atau diri pribadi seorang manusia adalah satu-satunya eksistensi yang jelas dari realitas alam yang kita ketahui. Kita tidak bisa memastikan bahwa orang lain itu benar-benar ada, atau bahkan benda lain itu benar-benar ada. Bisa saja semuanya hanyalah konstruksi dari pikiran kita saja atas realitas dunia. 

Kita juga tidak dapat mengetahui dengan pasti apakah apa yang kita sebut sebagai "orang lain" tersebut memang memiliki kesadaran. Jangan-jangan hanya kita (diri "aku" secara pribadi) yang benar-benar memiliki kesadaran. Descartes tentu bukan yang satu-satunya atau bahkan bukan yang pertama mengeluarkan pandangan seperti ini. Solipsisme mungkin bisa dirujuk asal muasalnya pada seorang filsuf Pra-Socrates, Gorgias. Namun itu baru merupakan ide awal.

Ada pula seorang filsuf kontemporer menulis bukunya berjudul "I am You", Daniel Kolak (2004) mengemukakan gagasan yang tidak kalah liarnya. Salah satu pemikirannya terhadap individu adalah tentang individu yang sifatnya temporal. Artinya, diri seseorang hanya dapat dikatakan sebagai diri seseorang tersebut ketika dalam satu kondisi waktu. 

Kita tidak bisa mengatakan diri kita adalah orang yang sama dengan diri kita 1 detik yang lalu. Kita tidak bisa memastikan diri kita adalah orang yang sama dengan kita 1 detik yang lalu. 

Mungkin saja beberapa material penyusun tubuh kita bisa jadi sudah berubah? Sebuah informasi tentang sains mengatakan bahwa ada sekitar 432 milyar sel tubuh manusia beregenerasi dalam satu harinya. Atau dalam hal kondisi psikologis bisa saja ada perubahan antara pukul 20.15 lewat 5 detik dengan pukul 20.16 lewat 10 detik.

Mungkin gagasan tersebut cukup absurd untuk dipahami. Namun, masih ada satu lagi ide tentang individu dari Daniel Kolak yang lebih absurd. Yaitu tentang "ruh" universal atau diri universal. 

Gagasan ini berarti bahwa tidak ada individu yang benar-benar berdiri sendiri dalam suatu realitas kehidupan. Ini artinya bahwa saya dapat mengatakan bahwa saya adalah Anda. Aku adalah kamu. Begitu pun sebaliknya. Namun cukup berbeda dengan sistem reinkarnasi yang terdapat dalam beberapa kepercayaan seperti hinduisme, seseorang bisa sekaligus menjadi orang lain dalam satu waktu yang sama. 

Bisa dikatakan bahwa Donald Trump menjadi Donald Trump sekaligus sebagai lawan Donald Trump (Joe Biden misalnya) dalam satu diri yang sama. Ide ini walaupun terdengar absurd namun dalam konteks tertentu, ini dapat menyelesaikan beberapa persoalan filsafat terutama terkait dengan eksistensi, ontologi, metafisika, atau sesuatu hal tentang "ada". 

Ini dapat menjadi lawan main juga bagi Solipsisme yang membatasi kenyataan hanya pada realitas pribadi. Ide tentang diri universal ini bukannya mengatakan pembatasan terhadap apa yang dimaksud dengan diri, namun malah membebaskannya seluas-luasnya karena bisa dikatakan semua kesadaran ini adalah bagian dari diri kita juga.

Ide ini dalam juga memiliki konsekuensi yang mungkin bisa merugikan orang lain (yang mana adalah bagian dari diri kita juga). Ketika kita menyakiti orang lain kita jadi tidak bisa dianggap salah karena sama saja kita sedang menyakiti diri kita sendiri bukan menyakiti orang lain. 

Dalam hal moral juga mendapati akibatnya. Ketika seseorang berbuat baik kepada orang lain maka bisa dianggap dia sedang melakukan sesuatu yang menguntungkan diri mereka sendiri. Moral menjadi sama artinya dengan self interest yang berarti segalanya hanya tertuju pada diri sendiri atau self-centered.

Banyak pula pandangan-pandangan lain dari beberapa tokoh tentang masalah individu ini. Dalam Sapiens, walaupun hanya sekilas, Yuval Noah harari (2011) mengatakan tentang tidak relevannya lagi istilah individu untuk menyebut seorang manusia. 

Ibarat kapal Theseus, seorang manusia pun dapat dipisahkan ataupun diganti organ tubuhnya dengan tetap hidup, melalui transplantasi contohnya. Kata "individu" sudah bukan lagi sebagai suatu bentuk pengagungan terhadap humanisme. Manusia dengan kesombongannya yang mengklaim menjadi "si paling berkesadaran" dibanding makhluk lainnya.

Bagaimana pun pembahasan singkat terkait masalah "INDIVIDU" dan "DIRI" ini hanya menjadi selingan di antara keriuhan sistem-sistem sosial yang ada saat ini. Memikirkan kembali tentang hal-hal substansial yang paling mendasar tentang realitas yang paling mudah untuk kita indera, namun terkadang sulit untuk kita pahami. Diri kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun