Salah satunya adalah Kiai Muhammad Ngarpah yang diberi nama Tumenggung Setjonegoro oleh Diponegoro oleh karena prestasi dan jasanya dalam memenangkan pertempuran tersebut. Setelahnya, Tumenggung Setjonegoro menjadi bupati pertama Wonosobo dan lagi-lagi pusat kekuasaan Wonosobo dipindahkan dari semula di Selomerto, beraalih ke daerah Kota Wonosobo saat ini.
Melalui kesepakatan para ahli dan peneliti serta para sesepuh yang memegang sanad sejarah juga instansi pemerintah Wonosobo yang mempunyai otoritas, maka diresmikan lah 24 Juli 1825 menjadi hari jadi Wonosobo.
Kebudayaan Indonesia pra-islam
Cukup banyak sumber sejarah untuk mengidentifikasi peradaban awal yang berkembang Di Wonosobo pada masa lampau terutama sebelum datangnya islam ke kota ini. Bangunan-bangunan berupa candi, goa, dan situs non-candi lainnya. Selain itu, ada juga beberapa objek alami yang oleh masyarakat setempat pada masa lampau dijadikan sebagai tempat pemujaan dan dianggap keramat. Beberapa hal tersebut diantaranya:
Candi Arjuna
Walaupun secara administratif situs ini berada di wilayah kabupatenn Banjarnegara, namun karena masih masuk pada wilayah Dataran Tinggi Dieng maka tetap disebutkan karena kebudayaan yang ada semulanya adalah tetap satu dengan kebudayaan yang ada pada Dataran Tinggi Dieng yang masuk pada Kabupaten Wonosobo.
Candi ini diperkirakan dibangun pada abad 8 masehi pada masa Dinasti Syailendra dan diduga menjadi yang tertua. Candi ini merupakan candi Hindu yang terletak satu kompleks dengan candi-candi yang lain seperti Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Seperti candi-candi pada umumnya yang ada Di Dieng, Candi ini juga dinamai sesuai dengan nama dari tokoh pada kisah pewayangan.
Gua Semar
Gua Semar adalah sebuah gua alami yang terletak di kompleks Telaga Warna dan Telaga Pengilon Dieng, Wonosobo. Gua ini dinamai dengan nama tokoh pewayangan jawa yaitu Semar. Gua ini erat dengan aura mistik yang menyelimuti sekitaran situs ini.
Gua Semar oleh sebagian masyarakat dianggap sebagai tempat yang memiliki kekeramatan dan dianggap sakral. Oleh masyarakat, gua ini dikenal sebagai tempat bertapa untuk mencari kasumpurnaning jati. Banyak tokoh pejabat dan petinggi negara melakukan pertapaan di tempat ini. Salah satunya adalah Presiden Soeharto yang dahulu kerap melakukan ritual pertapaan di Gua Semar ini
Tuk Bima Lukar