Mohon tunggu...
Fardan Mubtasir
Fardan Mubtasir Mohon Tunggu... Guru - Human, Culture, and Society

Seseorang yang sedang belajar menjadi manusia dan belajar berbagi coretan-coretan sederhana yang bisa berdampak positif terhadap sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang pada Akhirnya Hanya Akan Menjadi Mimpi

2 Oktober 2024   23:05 Diperbarui: 3 Oktober 2024   22:58 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seseorang berteriak, Aura pun tersentak hingga kursi yang ia duduki terjatuh. Nafas Aura tergesa-gesa seperti habis dikejar-kejar setan. Kharis yang sedari tadi mencoba membangunkannya pun mencoba menenangkan Aura. Setelah Aura sedikit tenang, ia kebingungan karena sekarang ia berada di kelasnya dengan headset yang masih bergelantung di telinganya.

"Coba tampar gua, Khar." Ucap Aura tiba-tiba. Kharis yang bingung dengan ucapan Aura pun hanya memberi tatapan 'apaan sih?'

"Buruan." Ucap Aura.

Kharis pun menuruti perintah Aura, dan menamparnya. Aura pun meringis sambil menyentuh pipinya yang di tampar. Kharis pun panik dan meminta maaf sambil kebingungan, ia harus apa. Namun, Aura malah menghiraukan Kharis. Ia melihat jam di dinding dan jarum jam menunjukan pukul 15.59. Satu menit lagi bel pulang akan berbunyi.

Aura pun segera menggendong tas nya lalu pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan Kharis. Kharis pun berteriak memanggil Aura. Ketika Kharis mengejar Aura, ia malah kehilangan jejaknya. Akhirnya Kharis menyerah untuk mengejar Aura. Disisi lain, Aura berjalan terburu-buru menuju halte bus.

Tepat sekali bus sudah berhenti di depan halte Aura pun segera menaiki bus tersebut. Ia memilih duduk di samping jendela, agar dapat melihat pemandangan di luar jendela. Aura sangat bingung sekarang ini, ia merasa kejadian tadi itu nyata bukan mimpi. Setelah menyadari itu, Aura merasa sedih karena ketidak nyataan kejadian yang dialaminya tadi. 

"Hahaha... harusnya lo gak heran Ra, mimpi akan hanya menjadi mimpi, sekarang yang harus lo raih itu cita-cita orang tua lo! Ck, udah lah." Aura memalingkan wajahnya.

Namun, tiba-tiba Aura teringat sesuatu. Sepertinya yg ia alami tadi adalah Lucid Dream. Aura pun tersenyum kecil. Lucid Dream nya kembali. Akhirnya ia bisa bermimpi ketika mimpinya tidak bisa terwujudkan. Walaupun ia tahu, penyakitnya akan kambuh.

Cr: Ghea Alfira Citra Pusung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun