Ahlussunah waljamah (Aswaja) merupakan fondasi yang paling mendasari setiap langkah pergerakan mahasiswa islam Indonesia. Secara etimologi Ahlussunnah Waljamah berasal dari bahasa arab yaitu "Ahl" yang berarti keluarga, golongan atau pengikut, "As-ssunnah" berarti jalan,tabeat atau perilaku kehidupan dan "Al-Jama'ah" berarti perkumpulan orang yang memiliki tujuan. Secara terminologi Ahlussunnah waljamah adalah aliran teologi yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah. Menurut Seikh Abdul Qadir al-jailani (semoga Allah memberikan rahmat yang berlimpah kepadanya) " yang dimaksud Ahlussunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw (meliputi ucapan, perilaku dan ketetapan beliau), sedangkan pengertian Al-jamah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad saw pada masa Khulfaurrashidin yang empat telah diberikan hidayah (mudah-mudahan Allah swt memberi rahmat kepada mereka semua)"Â
Istilah Aswaja dipelopori oleh Abu Hasan Al-asary (260 H-324 H /874 M-936 M) dan Abu Mansur Al-Maturidi (333 H) pada masa munculnya persoalan qalam. Pesoalan Qalam bermula dari persoalan politik yang muncul dimasa Ali bin abi Thalib dan Muawia bin abu sufyan mengkristal menjadi perang siffin dan arbitrase akhirnya melahirkan sekte-sekte dan berbagai macam aliran, seperti murjiah, mutazilah, syiah, qadariah dan jabariah, sekte yang terakhir muncul adalah Assyariah dan Almaturidiah yang kemudian disebut sebgai aliran Ahlussunnah Waljamah (baca Hand-Out Discussion Materi Kaderisasi PMII Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A H. 6)
Meskipun demikian Aswaja bukanlah aliran dan paham baru, aswaja telah hadir dimasa Rasulullah saw, dapat dikatakan aswaja hanya sekedar istilah untuk membedakan berbagai macam sekte pemahaman paska peristiwa arbitrase (Tahkim) antara Ali-Bin Abi Thalib dan Muawia Bin Abu Sofyan.
Kehadiran paham Asyariah dan Al-maturidiah  terbukti mampu mendamaikan sekte-sekte yang bermunculan pada peristiwa qalam. Suksesi pemikiran aswaja ini kemudia direkonstruksi menjadi sebuah pemikiran yang sestematis dan solutif oleh kaum muda Nahdliyin, yaitu metode berfikir (Manhaj-Al-Fikri) yang terdiri dari Tawassuth (Moderat), Ta'ajun (Keseimbangan) Tasamuh (Toleran) dan Ta'adl (Adil) . Metode berfikir ini hemat penulis telah membuat wajah PMII sangat terbuka menerima berbagai kalangan tanpa menghilangkan nilai-nilai progresif dan militansinya , dengan prinsip Al-adl (Adil) --Amar Makruf Nahi Mungkar secara ideologis PMII berdiri membela masyarakat yang di perlakukan secara tidak adil oleh pemerintah, perusahan atau siapapun itu.
Moderat (Tawassuth), sebuah sikap tengah atau tidak condong ke kiri atau tidak condong ke kanan, dan Keseimbangan (Ta'azun) sebuah sikap berimbang dalam mengintegrasikan dua posisi atau keadaan, kedua metode berfikir (moderat dan berimbang) yang juga menjadi prinsip (Manhaj-AL-harokah) dalam setiap tindakan.
Ini harus menjadi bahan evaluasi Internal PMII Ternate, pada umumnya PMII Maluku Utara, yang pertama soal pengklasifikasi nilai-nilai agama yang bersifat transenden dan nilai-nilai pergerakan (Progresif-militan) yang bersifat profan. Dalam lanskip ideologi, dimensi profan dan transenden ini tidak dapat dipisahkan, kedua-duanya harus didudukkan pada porsi perhatian yang sama. Dengan prinsip Moderat dan berimbang sahabat-sahabat harus memperkaya pengtahuan Ukhrawi dan memperkaya pengetahuan duniawi tidak semata-mata ukrawi saja atau kanan fulgar dan  tidak semata-mata duniawi atau kiri fulgar belaka. Yang kedua dengan prinsip moderat dan berimbang, representasi teori dan praktek harus sejalan dan berimbang, meminjam ungkapan Pramoednya Ananta Toer "Adil sejak dalam pikiran,perkataan dan perbuatan", dengan begitu ruang diskursus PMII tidak lenyap dalam forum-forum formal seperti dialog,MAPABA,PKD, SIG dan forum-forum diskusi lainnya, namun dapat di transformasikan dalam bentuk Gerakan dan aksi nyata dengan berbagai kreasi yang mengikuti perkembangan jaman, disamping tidak menyepelekan aspek iman islam dan ihsan tentu sahabat-sahabat akan lahir sebagai manusia yang "zikir fikir amal Sholeh" manusia yang mampu mengintegrasikan dimensi Profan dan transenden, dimensi toeritis dan praksis, serta dimensi intelektual dan spiritual.
Toleransi (Tasamu), sikap yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan  dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakinan, suku, bangsa, agama, tradisi dan sebagainya, dalam konteks tradisi-budaya bangsa adalah sikap permisif yang bersedia menghargai tradisi dan budaya masyarakat, dalam konteks terpelajar dan masyarakat umum sahabat-sahabat adalah jembatan yang menghubungkan antara teori yang bersifat intelektual-akademisi  dan masyarakat umum yang totalitas hidupnya diabdikan untuk mencari nafkah atau masyarakat yang tidak punya kesempatan untuk mengenyam teori-teori perubahan sosial. Dengan prinsip Al-adl (Amar makruf Nahi Mungkar) sahabat-sahabat bukan saja menjadi jembatan penghubung anatara akademisi-formal dengan masyarakat umum tetapi juga menjadi mentor perubahan sosial. Tegasnya motto "Mendidik rakyat dengan pergerakan mendidik penguasa dengan perlawanan" benar-benar tersublimasi dalam pengetahuan dan karakter sahabat-sahabat melalui manhaj alfikri yang komprehensif ini.
Letak keterbukaan Aswaja dalam metode berfikir ini secara ideologis telah membuka ruang diskursus dan ruang gerak PMII di setiap tempat dan waktu. Â Dengan berlandaskan Al-Quran dan sunnah Nabi saw, tidak lupa pula ijma dan Qiyas. Sebuah materi ideologisasi dan doktrin yang sangat kompleks di segala lini kehidupan. Harapannya doktrin Aswaja ini mampu dimaknai dan dibumikan oleh kita semua dalam ruang diskursus dan ruang gerakan dan dalam setiap langkah kehidupan kita serta dalam setiap langkah dan keputusan organisasi.
Taqwa, intelektual dan profesional
Salam Pergerakan !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H