Mohon tunggu...
Farchan Noor Rachman
Farchan Noor Rachman Mohon Tunggu... pegawai negeri -

PNS, Backpacker, Punker, Penikmat Musik, Pembaca Buku, Pemain Futsal, Penulis, Pemain Game, Penggila Film dan Pendukung Manchester United.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jeremiah, Jalan Sunyi Pemetik Dawai Sasando

17 Juni 2014   19:49 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang sejuk dari Nusa Tenggara Timur yang panas? Jawabannya mungkin adalah lantunan Sasando. Lantun Sasando adalah lantun alat musik petik yang mungkin paling indah di belahan Timur Indonesia. Dentingnya bening dan nyaring, suaranya menyejukkan dan mendamaikan, denting Sasando mungkin adalah kedamaian itu sendiri.

Terbuat dari pelepah lontar yang dianyam, pada bagian tengah terdapat bambu melintang di mana dawai-dawai Sasando dipasangkan. Alat-alat ini semuanya dirangkai dari apa yang disediakan alam. Konon orang-orang Rote-lah yang menciptakan Sasando, dentingnya menurut cerita sudah ada sejak abad ke-7. Sasando berarti getaran atau vibrasi, sebuah nama yang menceritakan bagaimana denting Sasando itu sendiri.

Tapi justru tidak di Rote saya bertemu para pemain Sasando. Justru di Timor-lah saya bertemu dengan pewaris nada-nada nan damai ini. Di Oebelo, sedikit di luar kota Kupang, ada keluarga yang turun – temurun mewariskan keahlian memetik dawai Sasando.

Saya bersua dengan Jeremiah Pah, anggota keluarga tertua dan dikatakan sebagai pemimpin keluarga. Keluarga Pah memang sudah dikenal sebagai keluarga Sasando, turun – temurun mereka meneruskan ilmu bermain Sasando di Nusa Tenggara Timur. Dan dari tangan dingin Jeremiah-lah, muncul generasi-generasi baru pemain Sasando.

Jeremiah pun berasal dari Rote, seperti asal Sasando, pria bersahaja ini lahir di Lelukoen, daerah Barat Daya Rote. Ayahnya, August adalah pemain Sasando tersohor di Rote. Keahlian bermain Sasando membuat August menjadi pemain Sasando untuk raja-raja Rote. Keahlian yang lantas diwariskan pada keturunannya.

“Saya mulai main Sasando tahun 1955. Itu main Sasando karena keturunan. Bapak saya main Sasando, Kakek saya main Sasando, Saya juga main Sasando”. Jeremiah bercerita tentang awal mulanya bermain Sasando.

Namun sejak tahun 1980-an Jeremiah tidak menetap di Rote. Jeremiah pindah pulau, di Oebelo seperti tempat tinggalnya sekarang. Mengikuti amanat ayahnya yang meninggal di tahun 1972, Jeremiah lantas mengembangkan Sasando di Nusa Tenggara, berharap Sasando kemudian akan dikenal dunia.

Rumah Jeremiah sederhana saja, di tepi jalan sepi. Di beranda depan terdapat beberapa Sasando, termasuk Sasando besar yang menurut Jeremiah hanya ada di rumahnya. Sementara di bagian samping rumahnya adalah bengkel kerja, tempat Jeremiah membuat Sasando. Di bengkel kerja inilah Sasando-sasando diciptakan, entah Sasando untuk bermusik atau sekedar Sasando untuk souvenir.

Pantas saja namanya begitu berkibar sebagai pelestari Sasando. Kiprahnya sudah lama, lebih dari setengah abad mengakrabi dawai-dawai Sasando. Mungkin Jeremiah bisa disebut sebagai satu-satunya Virtuoso Sasando di Indonesia.

Amanat keluarganya dipertahankan oleh Jeremiah, seluruh putra Jeremiah adalah pemain Sasando. Dari yang tertua sampai yang termuda semua bermain Sasando. Bagi Jeremiah tradisi inilah yang menjadi kebanggaan keluarganya. Tak heran keluarga Pah dikenal sebagai keluarga pemain Sasando. Tiap anggota bisa bermain solo, tapi tak jarang Jeremiah memimpin keluarganya bermain dalam grup.

Satu lagi yang teguh dipegang oleh Jeremiah adalah menyebarkan keindahan denting dawai Sasando ke seluruh dunia. Jeremiah percaya musik Sasando akan mendunia, walaupun mungkin ironisnya pemain Sasando di Nusa Tenggara mulai berkurang jumlahnya. Tapi dari plakat-plakat dan foto foto lama yang terpampang di beranda rumahnya, saya percaya tekad Jeremiah yang terus menyala-nyala.

Putra-putra Jeremiah-lah yang lantas menyebarluaskan keindahan Sasando. Berto adalah salah satunya. Mengikuti kontes adu bakat di sebuah stasiun TV beberapa tahun lalu, Berto lantas dikenal khalayak sebagai pemain Sasando. Nama Sasando sendiri pun turut terangkat.

“Berto di Jakarta, pertunjukan, sekali-sekali dia pulang.” kata Jeremiah ketika saya tanyakan tentang Berto. Berto memang jarang di Oebelo, dia sering diundang untuk mengadakan pertunjukan, begitu kata Jeremiah. Dengan begitu Sasando kemudian ada kesempatan untuk lebih dikenal.

Tak hanya Berto, hampir seluruh anggota keluarga Jeremiah sudah melanglangbuana mengenalkan Sasando. Undangan-undangan pertunjukan Sasando datang dari mana-mana, termasuk dari mancanegara. Adik Berto, Joni yang turut menemani Jeremiah pun demikian, baru-baru ini dia baru pulang dari luar negeri, bermain Sasando, begitu kata Jeremiah.

Tapi Jeremiah mungkin tak sekedar bermain Sasando. Dia juga mencipta banyak pembaruan dalam Sasando. Seperti mencipta Sasando dengan dawai ganda, atau mencipta Sasando dengan banyak dawai. Namun inovasi yang dianggap paling berjasa dalam Sasando dari Jeremiah adalah menciptakan Sasando elektrik. Dengan ini para pemain Sasando bisa mempersamakan Sasando itu dengan gitar elektrik, tidak perlu susah-susah untuk dimainkan dalam pertunjukan dan suara yang keluar pun tetap jernih

Untuk mendekatkan diri dengan khalayak, putra-putra Jeremiah kemudian melantukan instrumentasi lagu pop dari Sasando. Menurut mereka ini penting supaya Sasando terus mengikuti perkembangan zaman dan tidak lantas membosankan untuk didengarkan. Dengan mengaransemen lagu-lagu pop dengan Sasando, minimal khalayak akan menyimak walau sebentar.

Jeremiah juga seorang kreator Sasando. Setidaknya itu yang terlihat di beranda rumahnya. Ada berbagai jenis Sasando dalam beragam ukuran, dengan berbagai bentuk dan bahan. Ada satu Sasando yang menarik, Sasando ini diukir dengan nukilan ayat-ayat dari Alkitab.

Tentang Sasando itu Jeremiah yang di usia 70-an tampak gagah mengenakan Ti’i Langga, topi khas Pulau Rote berkata “Ayat-ayat itu pengingat, bahwa saya bisa bermain Sasando sampai sekarang adalah berkah anugerah Tuhan. Tuhan-lah yang kasih kemampuan. Tuhan beri nada-nada indah”.

Itulah Jeremiah, di tengah-tengah panasnya Pulau Timor, Jeremiah memberikan kesejukan lewat lantun nada indah Sasando yang dimainkan dengan hati. Dari sudut Oebelo, Jeremiah mendamba Sasando mendunia. Tak heran jika Sasando adalah kehidupan bagi Jeremiah dan keluarganya. Jalan darah yang mengalir di tiap denting dawai Sasando yang mengalun.

Dengan jalan sunyi yang Jeremiah pilih, alunan nada-nada Sasando akan terus mengalun indah di tanah Nusa Tenggara, Nusantara bahkan Dunia.

Tabik.

Cerita di Blog : http://efenerr.com/2014/06/17/jeremiah-sasando/

Simak Kisah Perjalanan Lainnya di Blog saya : Efenerr.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun