PT Lestari Berkah Sejati (PT LBS) merupakan perusahaan yang terduga melakukan pelanggaran berupa tying yang ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah VII dan mengakui pelanggaran yang dilakukannya, sebagaimana dijelaskan pada Sidang Majelis Komisi Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 14/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait Penjualan Minyak Goreng Curah di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. PT LBS mensyarat bahwa untuk setiap pembelian minyak goreng curah wajib membeli produk lain dengan perbandingan 1:1 (satu banding satu) dengan ketentuan total pembelian minimal sebesar Rp400.000 (empat ratus ribu rupiah) dalam satu transaksi.
Sebagian besar konsumen masih belum mengetahui bahwa praktik tying diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1999 pasal 15 (2) yang berbunyi "pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok".
Selain itu, banyak juga yang salah mengartikan bahwa tying sama seperti bundling. Meski keduanya melibatkan penawaran produk atau layanan dalam satu paket, namun tying merupakan praktik yang memaksa di mana sebuah perusahaan mengharuskan pelanggan untuk membeli satu produk atau layanan sebagai syarat untuk membeli produk atau layanan lainnya dari perusahaan yang sama. Â Sedangkan, bundling merupakan praktik dengan memberikan penawaran produk atau layanan secara terpisah tetapi juga memberikan opsi kepada pelanggan untuk membeli produk atau layanan tambahan dengan harga yang lebih rendah jika mereka membeli keduanya bersamaan.
Bentuk tying dapat bervariasi tergantung pada jenis produk atau layanan yang diikat dan tujuannya. Berikut adalah beberapa bentuk umum dari tying:
- Tying Produk atau Layanan. Melibatkan penjualan produk dan layanan tertentu dengan mensyaratkan pembelian dengan nominal tertentu.
- Tying Produk dengan Paket Bundel. Dalam beberapa kasus, perusahaan dapat menggabungkan beberapa produk atau layanan ke dalam satu paket bundel dan mengharuskan pelanggan untuk membeli semuanya sebagai satu kesatuan.
Adanya praktik tying tentu akan memberikan imbas negatif kepada kompetitor dan konsumen, seperti:
- Keterbatasan Pilihan
- Tying dapat mengurangi pilihan konsumen karena mereka dipaksa untuk membeli produk atau layanan tambahan dari satu penyedia tertentu.
- Hambatan Persaingan dan Monopoli Produk atau Layanan
- Tying dapat menciptakan hambatan persaingan karena perusahaan yang dominan dapat menggunakan praktik ini untuk menghalangi pesaing dan mempertahankan pangsa pasar. Akibatnya terjadi praktik monopoli produk atau layanan, di mana pelanggan tidak memiliki alternatif yang baik selain membeli dari satu penyedia tunggal.
Praktik tying sangat merugikan persaingan serta melanggar undang-undang persaingan yang berlaku. Oleh karena itu, perusahaan harus berhati-hati dalam menerapkan strategi dan memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang ada. Selain itu, penting bagi konsumen untuk memahami implikasi dari produk atau layanan yang diikat sebelum membuat keputusan pembelian.
Apabila konsumen menemukan adanya dugaan praktik tying di lingkungan sekitar, maka dapat langsung melaporkan ke lembaga yang berwenang dalam melakukan investigasi dan regulasi yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan tujuan untuk mencegah perusahaan yang dominan mengambil keuntungan tidak sah atas posisinya untuk merugikan pesaing atau pelanggan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H