Mohon tunggu...
Faradina Sabita Kurniawan
Faradina Sabita Kurniawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Pengamat perkembangan dan pertumbuhan kota

Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memutus Mata Rantai Kemiskinan pada Pengamen

22 Oktober 2019   22:21 Diperbarui: 22 Oktober 2019   22:55 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kemiskinan adalah suatu fenomena sosial dengan kondisi dimana manusia tersebut tidak dapat atau tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya karena situasi yang tidak berkecukupan. Kemiskinan merupakan suatu permasalahan yang tidak bisa terelakkan di negara-negara berkembang seperti contohnya di Indonesia.

Sudut pandang manusia mengenai kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, contohnya adalah dari segi profesi yang dijalankan masyarakat pada suatu daerah atau bahkan negara. Salah satu profesi yang dinilai sebagai cermin kemiskinan adalah pengamen.

Pengamen dianggap sebagai hiasan kotor disekitar lampu merah. Mereka berkeliaran kesana kemari menjual suara ditemani alat musik sederhana, gabungan antara kayu sebagai pegangan dan tutup minuman botol berbahan logam sebagai sumber suara.

Ketidaknyamanan ini lah yang dirasakan oleh masyarakat lain dengan profesi diluar pengamen. Padahal terdapat segudang faktor yang melatar belakangi mereka memilih menjadi pengamen atau bahkan terpaksa menjadi pengamen.

Berikut adalah pemaparan mengenai faktor pendorong yang membuat para pengamen berprofesi sebagai pengamen :

1. Latar belakang keluarga

Sebagian besar orang yang sekarang berprofesi sebagai pengamen, mendapat dorongan dari keluarga untuk menjadi pengamen karena faktor lingkup keluarga yang sebelumnya memang sudah berprofesi sebagai pengamen. Jadi biasanya anak yang lahir pada keluarga tersebut meneruskan profesi turunan dari orang tua mereka.

Hal ini tidak serta merta mereka terima untuk menjadi pengamen, dalam beberapa kasus mereka menolak untuk menjadi pengamen tetapi pada akhirnya waktu lah yang menjawab mereka bahwa mereka memang harus menjadi pengamen karena desakan orang tua.

2. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi yang cenderung rendah, juga menjadi salah satu hal yang memiliki pengaruh besar dalam penentuan nasib pengamen untuk meneruskan mata rantai kemiskinan untuk terus menjadi pengamen atau memutus mata rantai tersebut.

Faktor ekonomi yang rendah membuat mereka kesusahan untuk mengumpulkan uang demi memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan. Sehingga mereka tidak ada lagi uang sisa yang bisa dipakai untuk biaya sekolah.

3. Tingkat pendidikan yang rendah

Jika mereka saja kesusahan hingga terseok-seok mencari uang untuk pemenuhan kebutuhan pokok mereka, tentu masalah pendidikan dikesampingkan. Sehingga terciptalah generasi dengan tingkat pendidikan rendah. Individu dengan tingkat pendidikan rendah menyebabkan individu tersebut kurang memiliki keterampilah yang nantinya akan berguna bagi kehidupannya.

4. Lingkup pertemanan

Lingkup pertemanan dengan latar belakang yang kurang lebih sama (tingkat pendidikan rendah, terlahir dari keluarga pengamen, berprofesi sebagai pengamen) tentu memiliki dampak yang besar bagi individu tersebut dalam pembentukan suatu pola pikir. Rata-rata mereka menilai bahwa pendidikan tidak penting. Hal tersebut terjadi karena mereka tidak mengenyam bangku pendidikan yang layak.

Visi hidup mereka untuk menjalankan kehidupan kedepannya adalah hanya memikirkan bagaimana cara mendapatkan makanan untuk hari ini dan membayar uang kontrakkan untuk esok hari. Pola pikir sempit seperti ini lah yang membuat seorang individu susah untuk berubah

5. Kemauan yang timbul dari diri sendiri

Seberapa besar pun pengaruh lingkungan sekitar, pengaruh dari dalam diri individu tersebut lah yang memiliki peranan paling besar untuk mengubah nasibnya sendiri. Hanya dirinya sendiri lah yang bisa mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya, yaitu akan memutus mata rantai kemiskinan yang sedang berlanjut ini atau akan menuntaskannya.

6. Tidak dapat mengatur pengeluaran dan penghasilan

Terkadang seseorang bukannya tidak mampu, tetapi mereka tidak bisa mengatur antara pengeluaran dan penghasilan mereka. Jika sejak dini tiap individu ditanamkan dengan jiwa gemar menabung, maka kedepannya mereka juga akan bisa berhemat serta bisa menahan diri untuk tidak boros dan dapat menyesuaikan kemampuan untuk memutuskan mana yang menjadi kebutuhan pokok dan mana kebutuhan yang bisa dikesampingkan terlebih dahulu.

7. Lilitan hutang

Jahatnya jeratan hutang memang tidak akan dirasakan untuk periode waktu yang pendek, tapi efeknya akan dirasakan dikemudian hari. Hutang tersebut nantinya akan menyeret seseorang ke dalam jurang kemiskinan yang lebih dalam.

Munculnya hutang pun sebenarnya masih memiliki keterkaitan dengan faktor nomor enam sebelumnya, yaitu individu yang tidak dapat mengatur pengeluaran dan penghasilan secara seimbang, akibatnya lilitan hutang akan terasa semakin berat untuk dibayar.

Pengamen sendiri bisa membuat perubahan yang besar bagi dirinya, keluarganya, serta lingkungan sekitar guna memutus mata rantai kemiskinan. Cara yang bisa mereka lakukan adalah dengan sadar bahwa ia harus berkompetisi untuk maju.

Mereka juga harus sadar bahwa mereka harus memperbaiki nasib mereka menjadi jauh lebih baik demi kebaikannya maupun kebaikan generasi yang akan datang. Mereka juga tidak boleh malas berusaha dalam mengumpulkan pundi-pundi uang untuk ditabung guna melanjutkan pendidikan yang sebelumnya pernah putus sekolah atau bahkan belum pernah merasakan sekolah sama sekali. Yang terakhir adalah memotivasi diri sendiri untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Masyarakat sekitar tentu tidak bisa tinggal diam akan hal ini, peran serta masyarakat sekitar untuk memerangi kemiskinan bisa dilakukan dengan cara mengajari para pengamen soal pendidikan akademik, melatih mereka untuk mengembangkan soft skills yang mereka punya, dan masyarakat sekitar juga bisa memperkerjakan para pengamen jalanan dalam berbagai bidang usaha yang mereka miliki.

Peran serta pemerintah pun diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Beberapa hal bisa dilakukan pemerintah adalah mengadakan pelatihan kerja bagi para pengamen agar pengamen-pengamen ini bisa masuk dalam dunia kerja sektor formal.

Upaya real yang telah dilakukan pemerintah adalah membuat Kartu Indonesia Pintar yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan rentan miskin dalam jangkauan umur 7-18 tahun untuk dapat bersekolah secara gratis. Hal ini dilakukan karena seseorang yang ditolong dengan hanya dengan memberikan materi tanpa diberikan pendidikan yang layak tentu akan sia-sia.

Cara lainnya adalah dengan menyediakan modal usaha disertai dengan pengarahan yang memadai agar modal usaha yang sudah dikucurkan bisa benar-benar berguna dan berhasil mengangkat taraf hidup masyarakat kalangan kebawah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun