Mohon tunggu...
Farah Rahmatika 18190038
Farah Rahmatika 18190038 Mohon Tunggu... -

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Tadris Matematika 18

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berperankah Guru BK pada Pencegahan Pernikahan Dini?

8 April 2019   22:54 Diperbarui: 8 April 2019   23:25 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia sedang darurat perkawinan dini. Salah satu alasan perkawinan dini ialah ekonomi keluarga yang rendah. Banyak orang tua yang menganggap dengan mengawinkan anak mereka maka berkurang beban ekonomi yang diemban. KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) masih menyoroti tingginya angka perkawinan dini atau perkawinan anak. Hal ini sebetulnya mengambil hak kembang anak. 

Indonesia tercatat sebagai negara tertinggi dalam perkawinan anak atau perkawinan dini Asia Timur dan Pasifik. Menurut KPAI 25% perempuan di Indonesia dengan rentang usia 20-24 telah menikah sebelum usia 18 tahun. Hal ini memicu besarnya angka kematian Ibu dan Anak karena belum siapnya rahim seorang ibu, dan kematangan reproduksi dalam hal kesehatan. Kemudian meningkatnya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) karena kuranhnya pendidikan pra-nikah, baik di tinjau dari fiqih dan kesiapan mental dalam kehidupan rumah tangga. 

Rata-rata mereka yang menikah dini ialah lulusan SLTA yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan perguruan tinggi. Disadari bahwa saat lulus SLTA, seorang peserta didik ditujukan dalam beberapa pilihan hidup yakni melanjutkan pendidikan tinggi, bekerja atau menikah. Mereka seperti berhenti di sebuah perempatan dan kemana mereka melangkah hal tersebut adalah tujuan masa depan mereka. 

Perkawinan dini juga dipicu juga dengan adanya budaya lama "takut anak perempuan (khususnya) menjadi perawan tua". Karena di daerah yang masih tertinggal atau sedikit mendalam, wanita tak harus berpendidikan tinggi. Hal itu sudah tidak berlaku dimasa ini. Usia pernikahan minimal untuk wanita 16 tahun, sepertinya harus direvisi total.

Sebagai pembentuk karakter dan penunjuk karir peserta didik, perlukah peran guru BK dalam menekan angka perkawinan dini?

Menurut saya, tentu sangat perlu. Karena pemerintah tidak dapat menyukseskan misinya menekan perkawinan dini tanpa bantuan dari instansi terkecil. Layanan bimbingan dan konseling secara kelompok khususnya di SLTA, perlu di masukan materi akibat pernikahan dini. Dampaknya terhadap kehidupan. Karena sebetulnya dari sisi pendidikan dan psikologi, anak baik laki-laki atau perempuan belum matang untuk membina rumah tangga.

Dalam pencegahannya guru BK dapat mengarahkan siswa menuju pendidikan lanjut sesuai dengan bakat dan minatnya. Atau pekerjaan yang sesuai dengan skillnya. Pengarahan intensif khususnya untuk calon lulusan SLTA sangat diperlukan. Guru BK memberikan pencerahan dan arahan agar mereka dapat mencapai cita-citanya. Dengan pendidikan tinggi tidak hanya pendidikan kognitif tetapi juga moral dan agama, maka mampu mengurangi pernikahan dini. 

Banyak pula mereka yang mengatakan bahwa nikah dini menghindarkan dari pergaulan bebas. Tanpa pendidikan spritual dan agama yang benar, tetap saja akan terjadi hal seperti KDRT atau perselingkuhan yang menyebabkan tingginya angka perceraian.

Nah, pendidikan pra-nikah juga sangat perlu diberikan kepada siswa sebagai edukasi. Memahamkan mereka tentang pentingnya pendidikan, kematangan psikologis, dan kuat ekonomi dalam membangun rumah tangga dan mendidikan generasi selanjutnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun