Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang, menilai, dan memahami dirinya sendiri. Ini mencakup keyakinan, perasaan, dan penilaian terhadap kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki. Konsep diri berkembang seiring waktu melalui pengalaman, interaksi sosial, dan refleksi pribadi.Â
Bagi banyak orang, konsep diri menjadi fondasi utama dalam menentukan cara mereka berperilaku, mengambil keputusan, dan merespons tantangan hidup. Seseorang dengan konsep diri yang positif cenderung lebih percaya diri, mampu menghadapi kegagalan dengan bijak, dan memiliki motivasi untuk terus berkembang. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat menghambat potensi diri dan menimbulkan rasa ragu dalam menjalani kehidupan.
Memahami dan membentuk konsep diri yang sehat adalah proses yang dinamis dan berkelanjutan. Ini melibatkan penerimaan diri, keberanian untuk berubah, serta dukungan dari lingkungan sekitar. Dengan memiliki konsep diri yang kuat, seseorang dapat lebih mudah menghadapi tekanan, mengejar impian, dan menjalani kehidupan dengan penuh makna.
Menemukan dan menentukan konsep diri pada usia perkembangan dan usia remaja sangatlah penting, maka disini penulis mencoba memberi beberapa butir pertanyaan kepada narasumber tentang konsep diri yang narasumber terapkan jika memiliki kasus atau permasalahan. Penulis menargetkan anak usia remaja dengan jenjang pendidika menengah atas, alasan penulis memilih sumber dengan jenjang tersebut adalah, anak dengan usia remaja yang menuju dewasa merupakan hal yang menarik untuk mengetahui apa yang akan di lakukannya, bagaimana mengatasi masalah, dan problem soeving apa yang akan dilakukan oleh anak usia tersebut jika memiliki masalah yang memberatkan dirinya.Â
Metode Pengambilan Data
Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data kualitatif yang melibatkan interaksi langsung antara peneliti dan narasumber untuk memperoleh informasi secara mendalam. Metode ini dipilih karena mampu memberikan pemahaman yang lebih komprehensif terkait pengalaman, pendapat, dan pandangan narasumber mengenai topik yang diteliti.
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur. Wawancara semi-terstruktur memungkinkan peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya, namun tetap memberikan fleksibilitas bagi narasumber untuk menjelaskan secara lebih luas dan mendalam. Dengan demikian, wawancara ini memberikan ruang bagi narasumber untuk mengungkapkan informasi yang mungkin tidak terduga tetapi relevan dengan topik penelitian.Â
Penulis pertama-tama menentukan tujuan sebelum melaksanakan wawancara kepada narasumber, kemudian penulis membuat pertanyaan yang sesuai dengan tujuan untuk ditanyakan kepada narasumber, usai membuat beberapa daftar pertanyaan, penulis berlanjut mencari narasumber yang sesuai dengan keinginan penulis. Data diri singkat narasumber bernama Eugenia Dearta Purba yang masih duduk di tingkat sekolah menengah Atas Negeri 96 Jakarta. Pelaksanaan wawancara dilaksanakan pada tanggal  19 Desember 2024, pukul 13:35 WIB. Latar tempat pelaksanaan wawancara berada di sekitar lingkungan Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.Â
Hasil Laporan
Dari beberapa pertanyaan yang penulis ajukan, berikut hasil data laporan atas jawaban dari pertanyaan terkait konsep diri menurut teori Hurlock:
1. Keberhasilan membuat saya merasa mampu dan percaya diri, sementara kegagalan awalnya terasa berat. Namun, saya mencoba melihat kegagalan sebagai pelajaran untuk memperbaiki diri. Kadang-kadang, pengalaman gagal juga menjadi pengingat bahwa saya manusia biasa yang wajar untuk melakukan kesalahan.
2. Dukungan mereka sangat berharga. Saat mereka memberi semangat, penghargaan, atau bahkan hanya mendengarkan cerita saya, itu membuat saya merasa diterima apa adanya. Hal ini memberikan kekuatan untuk terus maju dan merasa lebih percaya diri.
3. Saya mencoba mengingat pencapaian atau hal-hal baik yang pernah saya lakukan. Saya juga berusaha mengambil kritik sebagai masukan untuk berkembang. Ketika merasa terbebani, saya mencari waktu untuk refleksi atau berbicara dengan orang-orang terdekat.
4. Saya berusaha untuk menenangkan diri terlebih dahulu sebelum merespons, biasanya dengan menarik napas dalam atau mengambil jarak sejenak. Setelah itu, saya mencoba menyampaikan pandangan saya secara tenang dan jelas agar masalah bisa diselesaikan tanpa emosi berlebihan.
5. Kekuatan saya mungkin adalah kemampuan untuk mendengarkan dan bekerja keras. Namun, saya juga sadar bahwa terkadang saya terlalu perfeksionis, yang bisa membuat saya stres. Secara keseluruhan, saya merasa cukup puas dengan diri sendiri, meskipun saya masih terus belajar untuk menerima kekurangan saya.
6. Kritik berlebihan, kegagalan yang terus-menerus, atau lingkungan yang tidak mendukung bisa membuat seseorang merasa rendah diri. Saya pernah merasa tidak percaya diri ketika dibandingkan dengan orang lain atau saat gagal mencapai sesuatu yang penting bagi saya.
7. Kritik yang tidak konstruktif sering membuat saya merasa ragu pada kemampuan diri sendiri. Kadang-kadang, kata-kata negatif dari orang lain bisa bertahan lama di pikiran dan menurunkan motivasi saya.
8. Ketika menghadapi kegagalan, saya cenderung merasa kecewa pada diri sendiri. Terkadang saya meragukan kemampuan saya, tetapi saya juga berusaha untuk menganalisis apa yang salah agar bisa memperbaiki diri.
9. Ada kalanya kegagalan di masa lalu membuat saya takut mencoba hal yang serupa. Saya khawatir akan mengulangi kesalahan yang sama, tetapi saya berusaha mengingat bahwa setiap orang memiliki peluang untuk berubah dan belajar.
10. Saya pernah merasa tidak mampu memenuhi harapan, terutama dari orang tua. Itu membuat saya merasa bersalah dan tidak cukup baik. Namun, saya perlahan menyadari bahwa saya tidak harus memenuhi semua harapan mereka, selama saya menjalani hidup dengan cara yang saya yakini benar.
Kesimpulan
Dari refleksi yang disampaikan, terlihat bahwa perjalanan menuju kepercayaan diri dan penerimaan diri adalah proses yang melibatkan berbagai pengalaman, baik keberhasilan maupun kegagalan. Keberhasilan memberikan dorongan positif dan rasa percaya diri, sementara kegagalan menjadi pelajaran berharga yang membantu individu tumbuh dan berkembang.
Dukungan dari orang-orang terdekat memiliki peran penting dalam membangun rasa percaya diri dan semangat untuk terus maju. Pengakuan dan perhatian dari mereka menciptakan perasaan diterima dan dihargai, yang menjadi fondasi dalam menghadapi tantangan.
Refleksi atas pencapaian masa lalu dan kemampuan untuk mengambil kritik secara positif juga menjadi faktor penting dalam perkembangan diri. Sikap tenang dan kemampuan mengelola emosi saat menghadapi masalah menunjukkan kematangan dalam menyikapi berbagai situasi.
Meskipun perfeksionisme dan kritik yang tidak konstruktif kadang menimbulkan keraguan diri, upaya untuk terus memperbaiki diri dan menerima kekurangan adalah langkah besar menuju penerimaan diri. Ketakutan akan kegagalan adalah hal yang wajar, tetapi dengan kesadaran bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk belajar dan berubah, rasa takut tersebut dapat diatasi.
Kesadaran bahwa tidak semua harapan orang lain harus terpenuhi menunjukkan kematangan dalam menentukan arah hidup. Yang terpenting adalah menjalani hidup sesuai dengan prinsip dan keyakinan pribadi, tanpa mengabaikan pentingnya menghargai diri sendiri dan proses yang sedang dijalani.
Keseluruhan refleksi ini menunjukkan bahwa penerimaan diri, ketenangan dalam menghadapi masalah, serta dukungan dari orang lain merupakan pilar utama dalam membangun kepercayaan diri dan kesehatan mental yang baik.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H