Mohon tunggu...
Farah Yuanita
Farah Yuanita Mohon Tunggu... -

seorang ibu yang juga aktif menulis media cetak dan online. Bagi yang ingin copas tulisan saya, akan sangat saya hargai bila konfirmasi terlebih dahulu, atau menuliskan link sumbernya dan nama penulis dengan jelas. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Politik

Janji Program Gratis Capres, Lalu Siapa Yang Bayar?

17 Juni 2014   05:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:25 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin dekatnya pemilihan presiden (pilpres), membuat topik apapun tentang capres menjadi trending topic masyarakat Indonesia saat ini. Tak hanya kompetensi dan integritasnya, tapi semua dibuka lebar-lebar di berbagai media, termasuk sejarah masa lalu bahkan gosip yang menyertainya, tanpa ada lagi filter dan sensornya. Tak jelas sumbernya, bahkan tak jarang terang-terangan memojokkan hingga yang bersangkutan merasa difitnah. Yang memprihatinkan, hal-hal tak jelas tersebut malah yang lebih menarik perhatian masyarakat dibandingkan dengan hal yang lebih esensial. Didukung dengan kefanatikan pada capres tertentu membuat semua hal tentang tokoh itu adalah baik, benar dan tak pernah berbuat salah. Bahkan bila ada kesalahan yang kasat mata pun akan dicarikan pembenaran agar sang capres tetap dianggap suci tanpa dosa.

Hal yang berbeda bila ada fakta tentang capres yang menjadi lawan dari tokoh yang didukungnya. Satu kesalahan kecil akan dibesar-besarkan, bahkan meski hal itu sebenarnya bukan kesalahan pun akan tetap diceritakan sebagai suatu dosa besar demi mendukung capres pilihannya. Apapun yang dilakukan oleh capres lawan akan tetap dicibirnya, meskipun itu kadang sebuah prestasi atau kebaikan yang layak dipertimbangkan dalam menentukan pilihan yang sangat penting dan begitu menentukan. Pilihan yang bukan untuk main-main, yaitu memilih pemimpin untuk sebuah negara besar dengan begitu banyak permasalahan dan kemajemukan di dalamnya. Negara yang membutuhkan pemimpin yang harus tahu pasti apa yang dibutuhkan  253,60 juta orang (http://finance.detik.com) yang menjadi penduduknya.

Saking banyaknya informasi tentang capres, yang sebagian besar bukan hal yang penting bahkan hanya remeh temeh,  kemudian membuat kabur hal-hal yang semestinya lebih layak untuk diperhatikan. Masyarakat pun dibuat terombang ambing, dan akhirnya tak sedikit yang masih mengambang. Seperti hasil riset sebuah lembaga survey yang mengungkapkan bahwa sebanyak 39 persen masih ragu-ragu dan belum menetapkan pilihannya (Jawa Pos, 16 Juni 2014).

Ada baiknya, masyarakat harus berperan sebagai pemilih yang cerdas. Bukan dalam artian cerdas memilih capres yang “menguntungkan” diri atau golongannya sesaat. Namun, memantapkan pilihannya berdasarkan informasi-informasi yang mampu memberikan gambaran seperti apa bentuk pemerintahan yang akan dijalankan oleh capres pilihannya. Antara lain, berdasarkan rekam jejaknya untuk melihat karya atau prestasi yang pernah dilakukan sebelumnya, serta untuk melihat bagaimana cara capres tersebut dulu menangani permasalahan yang pernah ia hadapi. Kemungkinan besar cara-cara tersebut akan kembali ia gunakan atau paling tidak akan memberikan warna yang sama.

Lalu yang terpenting adalah dengan memperhatikan visi dan misi yang ia sampaikan. Untuk penyampaian kedua hal itu pulalah KPU mengadakan debat capres sehingga masyarakat dapat lebih jelas mengetahui apa yang akan dilakukan sang tokoh bila diamanahi jabatan sebagai presiden. Jadi, buat apa ada debat capres bila kita sebagai pemilih sudah mati-matian fanatik pada satu tokoh dan tidak membuka ruang untuk menerima informasi lain yang mungkin menunjukkan kebaikan yang akan dibawa oleh capres yang lain? Alangkah berdosanya kita bila menutup mata pada pilihan yang mungkin akan membawa negara kita ke arah yang lebih baik?

Sejauh masa kampanye, baik pileg atau pilpres, seringkali para calon tersebut mengumbar janji mengenai program-program gratis tanpa menjelaskan darimana uang yang akan digunakan untuk membiayai sejumlah program yang biasanya masyarakat harus membayar tapi dijanjikan akan ditanggung oleh pemerintahan yang akan ia jalankan bila terpilih nanti.

Hal ini sebenarnya menggelitik banyak orang, salah satu diantaranya adalah Zeti Arina, seorang konsultan pajak profesional. CEO Artha Raya Consultant ini kadang merasa heran dengan janji-janji gratis untuk berbagai program untuk masyarakat yang ditebarkan oleh caleg maupun capres. Menurutnya, dengan sumber penerimaan negara terbesar dari pajak, lalu apakah para caleg atau capres tersebut tahu bahwa anggaran belanja negara cukup untuk membiayai sejumlah program yang diklaim akan digratiskan?

Untuk itu, Zeti sebenarnya ingin agar panitia debat capres memasukkan materi tentang pendapatan negara sehingga masyarakat bisa tahu darimana saja negara bisa memperoleh uang yang nantinya digunakan untuk membiayai segenap program selama pemerintahan berjalan. Kemudian memberikan paparan mengenai program-program pemerintahan yang lebih rasional dan konkrit untuk dijalankan, bukan hanya sekadar janji yang diawang-awang. Sebab, bila pada masa kampanye, capres banyak memberikan janji program gratis, lalu kenyataannya saat pemerintahan berjalan anggaran negara malah hanya cukup untuk belanja (baca gaji) pegawai saja, maka janji yang pernah diberikan nantinya hanya menjadi angin surga saja bagi masyarakat yang telanjur mempercayai dan memilihnya.

Namun, semua memang kembali pada masyarakat sebagai pemilih. Semoga di masa-masa sebelum tanggal 9 Juli 2014 nanti masyarakat masih berkenan membuka hati dan menelaah semua capres secara obyektif tanpa keterikatan apapun yang menghalangi hati nurani dan akal sehat yang berbicara seperti suku, agama, ras, golongan, dan kefanatikan lainnya, tapi lebih mengedapankan masa depan bangsa untuk kebaikan bersama dan anak cucu kita nanti. Lalu, memilih calon pemimpin negaranya dengan mengucapkan Bismillah…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun