Ekologi politik adalah bidang studi yang mengkaji interaksi antara faktor politik, ekonomi, dan sosial dengan masalah lingkungan dan perubahan ekologi.
Ekofeminisme adalah gerakan yang menggabungkan prinsip-prinsip feminisme dengan ekologi untuk menyoroti hubungan antara penindasan terhadap perempuan dan eksploitasi lingkungan.
Isu-isu mengenai kesadaran gender dan ekologi masih relevan untuk dibicarakan di Indonesia.
Sebuah kajian atau penelitain yang dilakukan oleh Karren J. Warren menunjukkan bagaimana alam dan perempuan sering kali diposisikan dalam cara berpikir dualistik dan patriarki yang hierarkis, dan bagaimana logika dominasi ini merugikan baik alam maupun perempuan.
Konsep "perempuan telah dialamkan" merujuk pada ide bahwa perempuan sering kali diasosiasikan dengan alam dan kualitas-kualitas yang dianggap alamiah, seperti keibuan, perawatan, dan nutrisi.Sementara itu, "alam telah diperempuankan" merujuk pada cara pandang yang memandang alam sebagai sesuatu yang pasif dan dapat dikuasai, mirip dengan stereotip perempuan dalam masyarakat patriarki.
Oleh karena itu, ia menyerukan pendekatan yang lebih inklusif dan egaliter dalam memandang hubungan antara perempuan, alam, dan masyarakat.Pendekatan ini menekankan pentingnya menghargai dan melindungi hak-hak perempuan dan alam, dan menentang segala bentuk dominasi dan eksploitasi.
Eksploitasi di sektor kehutanan di Indonesia telah menjadi masalah serius dan berdampak luas pada lingkungan dan masyarakat.Salah satu contoh terjadi di Riau, di mana hutan alam terus ditebang oleh perusahaan berbasis tanaman industri dan korporasi perkebunan kelapa sawit.Sepanjang tahun 2013, deforestasi semakin meningkat, dengan total 252.172 hektare hutan alam dihancurkan oleh korporasi berbasis tanaman industri.
Di Indonesia, perubahan iklim telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan di Indonesia, termasuk ekonomi, masyarakat, dan lingkungan.Dalam konteks ini, manifestasi ketidaksetaraan gender dapat mempengaruhi kapasitas adaptif individu terhadap perubahan iklim.Misalnya, perempuan yang bekerja di sektor pertanian atau perikanan mungkin lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, seperti perubahan pola cuaca atau peningkatan kejadian bencana alam, yang dapat mempengaruhi produktivitas dan pendapatan mereka.
Ini menciptakan hambatan dalam partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat, termasuk dalam isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan dan perubahan iklim. Dalam kerangka kebijakan ekologis, sudut pandang tidak banyak yang berubah di negara ini.Menurut Walhi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan disahkan oleh pemerintah, mengubah pola pengelolaan lingkungan.
Pengenalan undang-undang ini dipandang telah menghasilkan peningkatan kesadaran lingkungan.
Namun, masalah yang sama muncul ketika ada sinkronisasi antara aturan.Domain kebijakan pemerintah atau lokal yang terkait dengan Undang-Undang.Sebagai contoh pendekatan pembangunan yang memiliki pertumbuhan sebagai prioritas utamanya.Pada akhirnya, keadaan ekonomi akan membuat semangat UU Nomor 32 Tahun 2009 menjadi usang dan tidak bermakna.
Sudah pasti bahwa isu-isu yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan dan faktor ekonomi pada akhirnya akan muncul.Kemudian, jika tidak keadaan secara tak terduga mengarah pada penciptaan perselisihan dalam kelompok.Gerakan ekofeminisme adalah upaya untuk menggabungkan isu-isu lingkungan dan isu-isu perempuan dalam satu kerangka teoritis dan praktis.
Ekofeminisme menyoroti ketidakadilan kultural, sosial dan struktural yang melibatkan dominasi dalam relasi antar kelompok manusia dan relasi antar manusia dengan alam, yang mengakibatkan penderitaan bagi manusia dan kerusakan lingkungan.Gerakan ini juga menekankan pentingnya mempertahankan kualitas feminin dan mengakui perbedaan antara laki-laki dan perempuan, serta menyoroti nilai-nilai feminin yang dianggap lebih baik bagi sistem lingkungan hidup secara keseluruhan.
Selain itu, ekofeminisme juga mengkritisi pilar-pilar modernisme lainnya, seperti antroposentrisme dan androsentrisme, yang menempatkan manusia dan laki-laki di atas kepentingan makhluk lain dan perempuan.
Pendekatan WED
Aliran Women, Environment, and Development (WED) merupakan pendekatan yang mengkaji hubungan antara perempuan, lingkungan, dan pembangunan.
Pendekatan ini berfokus pada peran perempuan sebagai pengelola sumber daya alam dan bagaimana perubahan dalam lingkungan dan pembangunan mempengaruhi kehidupan perempuan.Dalam konteks keadilan gender dan ekologi di Indonesia, pendekatan WED dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana perubahan lingkungan dan pembangunan mempengaruhi perempuan.