Mohon tunggu...
Farah SyabaniaChauzaqi
Farah SyabaniaChauzaqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Suka menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Pemahaman Jenis-Jenis Akad dalam Bank Syariah Sesuai dengan Kaidah Fiqh Muamalah

28 Mei 2024   15:32 Diperbarui: 28 Mei 2024   15:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem keuangan syariah semakin menarik perhatian masyarakat umum pada era globalisasi dan modernisasi saat ini. Di antara entitas keuangan yang sangat penting untuk penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah bank syariah. Pemahaman menyeluruh tentang jenis-jenis akad yang digunakan pada bank syariah sesuai dengan kaidah fiqh muamalah adalah salah satu faktor yang bisa berkontribusi terhadap keberhasilan bank syariah.

Mengapa pemahaman masyarakat tentang jenis-jenis akad dalam bank syariah harus baik? Karena akad merupakan pondasi utama dalam transaksi ekonomi syariah. Semua masyarakat baiknya harus memahami semua jenis-jenis akad yang terdapat di bank syariah, terutama bagi umat muslim. Karena umat muslim dituntut untuk menjauhi riba sesuai dengan ajaran kitab suci Al-qur'an, yakni pada surah Al-Baqarah ayat 278-280, Surah Ali-Imran ayat 130, Surah An-Nisa ayat 160-161 dan Surah Ar-Rum ayat 39. Dengan pemahaman akad yang baik, masyarakat akan tau jenis-jenis akad apa saja yang terdapat di bank Syariah. Masyarakat juga harus bisa meninggalkan bank konvensional karena terdapat unsur riba didalamnya.

Akad adalah perjanjian antara kedua belah yang ditandai dengan ijab-kabul. Ijab-kabul merupakan pernyataan untuk menunjukkan keridhan dalam berakad sehingga terhindar dari syara'. Tujuan yang akan dicapai dalam sebuah akad ditentukan oleh jenis akad yang akan digunakan. Lalu apa saja akad yang ada di bank syariah? Simak penjelasan berikut:

Yang pertama ada akad wadiah. Wadiah adalah akad dimana shahibul maal akan menitipkan dana atau barang kepada mudharib. Mudharib bertanggung jawab untuk menjaga dan mengelolah titipan tersebut yang telah diberikan shahibul maal sesuai persetujuan. Apabila terjadi kelalaian yang disebabkan mudharib, maka ia wajib menggantinya. Dalam akad wadiah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu akad wadiah yad amanah yang berarti pihak mudharib tidak boleh memanfaatkan atau menggunakan dana yang dititipkan oleh shahibul maal dan akad wadiah yad dhamanah yang berarti mudharib boleh memanfaatkan atau menggunakan dana yang telah dititipkan oleh shahibul maal.

Yang kedua ada akad mudharabah. Mudharabah adalah akad perjanjian bisnis antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) yang bertujuan untuk memeperoleh keuntungan bersama yang kemudian keuntungan tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal perjanjian. Dalam akad mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu akad mudharabah mutlaqah yang berarti shahibul maal memberikan keleluasaan penuh kepada mudharib dan akad mudharabah muqayyadah yang berarti shahibul maal memberikan batasan-batasan tertentu kepada mudharib.

Yang ketiga ada akad musyarakah. Musyarakah adalah akad kerjasama antara 2 pihak atau lebih untuk membiayai suatu bisnis tertentu, dimana masing-masing memberikan modal dengan kesepatakan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama (profit-loss sharing). Dalam akad musyarakah terbagi menjadi 2 jenis yaitu syirkah amlak yang berarti syirkah yang terjadi bukan karena adanya akad, tetapi karena adanya usaha tertentu atau terjadi secara alamiah. Dan syirkah uqud yang berarti 2 pihak atau yang bersepakat untuk menggabungkan harta untuk melakukan usaha, hasilnya dibagi antar pihak berupa kerugian ataupun keuntungan. Dalam akad musyarakah ini juga terdapat akad musyarakah mutanaqisah yang merupakan bentuk kerjasama antara 2 pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu asset atau barang, selanjutnya kepemilikan asset salah satu berkurang karena pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.

Yang keempat ada akad murabahah. Murabahah adalah akad jual beli dengan keuntungan yang telah disepakati bank dan nasabah. Bank akan membeli barang sesuai dengan permintaan nasabah, dan menjualnya dengan margin yang telah disepakati. Dalam akad murabahah ini terdapat akad murabahah bil wakalah yang berarti jual beli perwakilan atau bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan pembelian dengan menggunakan nama bank.

Yang kelima ada akad wakalah. Wakalah adalah akad berupa kesepakatan adanya penyerahan kuasa dari pihak pertama kepada pihak kedua. Dalam akad wakalah terbagi menjadi 2 jenis yaitu akad wakalah bil ujrah yang didasarkan pada pemberian ujrah berupa uang atau barang kepada wakil sebagai bentuk imbal jasa dan akad wakalah fi Sabilillah yang dilakukan untuk kepentingan agama serta tidak mendapat imbalan atau ujrah.

Yang keenam ada akad kafalah. Kafalah adalah akad jaminan dimana pihak ketiga bertanggung jawab apabila pihak pertama mengalami gagal bayar dalam memenuhi kewajiban. Dalam akad kafalah dibagi menjadi 5 jenis yaitu kafalah bi an-nafs yang berarti jaminan atas nama dan kredibilitas seseorang, kafalah bi al-mal yang berarti seseorang dijadikan penjamin tertanggung, kafalah bil taslim yang berarti jaminan yang dilakukan menjamin pengembalian barang saat disewa di akhir waktu sewa, kafalah al-munajazah yang berarti jaminan yang tidak ada batasan waktu, dan kafalah al-mualah yang berarti jaminan yang berdasarkan batasan waktu.

Yang ketujuh ada akad hawalah. Hawalah adalah akad suatu perjanjian untuk pemindahan utang atau piutang dari pihak satu ke pihak lainnya. Dalam akad hawalah dibagi menjadi 3 jenis yaitu hawalah bi ujrah yang berarti pemindahan utang atau piutang dengan imbalan ujrah, selanjutnya hawalah al-haq yang berarti pemindahan hak untuk menuntut pembayaran utang dan hawalah ad-dain yang berarti pemindahan kewajiban untuk membayar utang.

Yang kedelapan ada akad salam. Salam adalah akad perjanjian jual beli berjangka dimana pembeli membayar penuh di awal, akan tetapi barang diserahkan di masa mendatang atau waktu yang telah disepakati. Dalam akad salam dibagi menjadi 2 yaitu akad salam biasa yang berarti pembeli membayar sejumlah uang di awal untuk membeli barang dan diserahkan pada waktu tertentu. Selanjutnya akad salam paralel yang berarti terdapat dua akad salam yang berjalan. Akad pertama, salam antara pembeli yang membayar uang di awal kepada penjual. Akad kedua salam antara penjual dan pihak ketiga, dimana penjual membeli barang yang akan diserahkan kepada pembeli.

Yang kesembilan ada akad istishna'. Istishna' adalah akad jual beli berupa pemesanan suatu barang dengan ketentuan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Dalam akad istishna dibagi menjadi 2 yaitu akad istishna' klasik yang berarti hanya melibatkan 2 pihak (mustashni dan shani) dalam kontrak. Dan akad istishna' paralel yang berarti hanya melibatkan 3 pihak dan 2 kontrak terpisah.

Yang kesepuluh ada akad ijarah. Ijarah adalah akad perjanjian sewa menyewa untuk menggunakan barang milik musta'jir (pihak lain). Dalam akad ijarah dibagi menjadi 3 yaitu akad ijarah muntahiya bittamlik yang berarti akad sewa menyewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan setelah masa sewa berakhir, akad ijarah thumma al-bai berarti akad sewa menyewa yang dengan niat untuk membelinya setelah masa sewa berakhir, akad ijarah wadiah berarti penitipan barang atau dana kepada penyimpan barang atau dana dan apabila barang tersebut diminta kembali maka penyimpan wajib mengembalikan sewaktu-waktu.

Yang kesebelas ada akad rahn. Rahn adalah akad gadai syariah. Dimana pihak yang membutuhkan dana harus menyerahkan barang berharga sebagai jaminan kepada penyedia dana agar memperoleh pinjaman dana. Transaksi rahn dilakukan secara transparan dan sesuai prinsip syariah. Dalam akad rahn dibagi menjadi 4 yaitu rahn pada asset bergerak yang berarti menggunakan asset bergerak seperti emas atau kendaraan sebagai jaminan, rahn pada asset tidak bergerak yang berarti menggunakan asset tidak bergerak seperti bangunan atau tanah sebagai jaminan, rahn pada asset produktif yang berarti menggunakan asset produktif seperti peralatan atau mesin sebagai jaminan, rahn pada asset finansial yang berarti menggunakan asset finansial seperti obligasi atau deposito sebagai jaminan.

Yang terakhir ada akad qardh. Qardh adalah akad memberikan pinjaman tanpa imbalan. Akad qardh ini betujuan untuk membantu penerima pinjaman untuk memenuhi kebutuhan finansial. Dalam akad qardh dibagi menjadi 2 yaitu qardh yang berdiri sendiri berarti bermaksud untuk tujuan sosial dan tidak mengharap imbalan, qardh yang digunakan untuk transaksi lain berarti qardh digunakan sebagai bagian dari akad lain seperti akad ijarah atau murabahah. Dimana digunakan sebagai biaya sewa dalam akad ijarah ataupun digunakan sebagai modal awal dalam akad murabahah.

Dari penjelasan jenis-jenis akad di atas, diketahui bahwa banyak sekali akad yang ditawarkan oleh bank syariah. Akad-akad yang digunakan dalam bank syariah diatur berdasarkan kaidah-kaidah fiqh muamalah. Kaidah yang pertama yaitu Kaidah Al-Maslaha Mursalah yang berarti mengutamakan kepentingan umum dan kemaslahatan masyarakat dalam bertransaksi. Kaidah yang kedua yaitu Kaidah Al-Yad Bi Al-Yad yang berarti mengacu pada prinsip saling membantu dan kerjasama antara bank dan nasabah. Kaidah yang ketiga yaitu Kaidah Al-Tamlik Bi Al-Tamlik yang berarti pentingnya memastikan hak secara sah dan kepemilikan aset yang sesuai dengan prinsip syariah. Kaidah yang keempat yaitu Kaidah Al-Gharar yang berarti melarang ketidakpastian dalam bertransaksi, jika dalam bank syariah sangat relevan dengan prinsip transparansi dalam produk dan layanan

Jika masyarakat masih beranggapan bahwa bank syariah dan bank konvensional itu sama saja, itu adalah pemikiran yang salah. Maka dari itu menurut penulis, kita harus mulai memahami dan menggunakan produk-produk bank syariah agar mendapatkan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam. Kita harus mulai untuk mengesampingkan produk dan layanan bank konvensional yang sudah jelas berkaitan erat dengan riba. Karena transaksi riba sangat merugikan pihak yang lemah dan sangat tidak adil bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun