Mohon tunggu...
Farah Aliyah Syahidah
Farah Aliyah Syahidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Long life learner

Pembelajar yang berkecimpung di dunia psikologi pendidikan, literasi, bisnis dan kerelawanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Itaewon Class: Meracik Bisnis, Menantang Takdir

18 November 2024   19:57 Diperbarui: 18 November 2024   19:58 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 

Membaca pengumuman pendanaan bisnis malam itu membuatku tertegun, seakan dunia berhenti. Aku telah mewujudkan mimpi kecilku, memimpin tim kecilku untuk mendapatkan pendaan bisnis. Berhari-hari aku tidak bisa tidur, pagi-siang-malam kuhabiskan hanya untuk mendengarkan podcast bisnis, membaca buku bisnis, menemui para pebisnis untuk belajar bisnis. Merencanakan, merenung, mendiskusikan banyak hal. Tujuan kami hanya satu, menjaga integritas sampai akhir.

COVID-19 menjadi fase paling menyenangkan bagiku sebagai seorang introvert, tapi juga membosankan dan membuatku tertekan karena mungkin aku adalah tipe introvert sosial. Di tahun 2020, aku masih ingat malam itu, ketika aku duduk sendirian di kamar, mata terfokus pada layar laptop yang memutar drama Korea Itaewon Class. Ada sesuatu yang berbeda tentang cerita ini. Karakter Park Saeroyi yang tegas, tidak pernah menyerah meski dunia seakan melawannya, sangat menginspirasiku. Sejak saat itu, aku tahu bahwa aku ingin menjadi seperti dia, berani bermimpi besar, menghadapi tantangan, dan membangun bisnis dari nol.

Aku selalu merencanakan segalanya dengan detail. Setelah menonton Itaewon Class, aku merasa ada kobaran semangat baru. Aku memutuskan untuk memulai sebuah bisnis yang sudah lama ada dalam angan-anganku. Melalui riset mendalam di sosial media, aku memulai bisnis jasa desain grafis. Bisnis ini laris sepanjang pandemi, bahkan dalam satu bulan aku bisa memperoleh penghasilan lima ratus ribu sampai satu juta rupiah dari rumah. Kupikir, bisnis ini akan menjanjinkan ke depan.

Namun, tentu saja, tidak semudah itu. Aku tidak memiliki banyak modal, dan keluarga tidak pernah benar-benar mendukung impianku. "Kamu terlalu ambisius, lebih baik kerja saja yang stabil," begitu kata mereka. Aku bahkan pernah berada di fase berdebat panjang dengan ibuku sampai menangis tersedu-sedu. Tetapi seperti Saeroyi yang tidak goyah oleh cercaan, aku juga menutup telinga. Aku mulai mencari cara mendapatkan pendanaan. Tahun 2021, aku memperoleh informasi di grup angkatan kami tentang pembukaan seleksi pendanaan bisnis kampus. Semua reka adegan Itaewon Class membayangiku, aku segera ikut mendaftar dengan coba merancang bisnis di bidang desain grafis. Aku merekrut dua adik tingkatku yang bergerak di keuangan, branding dan satu teman satu angkatan yang bergerak di bidang riset. Tim kami sangat sempurna.

Aku belajar dari berbagai sumber, malam-malamku dipenuhi wajah berbinar dan hati yang terus membuncah karena semangat yang berkobar tiada henti. Kami merapatkan pitch deck presentasi yang begitu menarik dan detail, tapi singkat dan mengena. Aku menyadari, saat itu, pitch deck kami jauh labih baik dibanding tim lain karena kami telah menyertakan visi-misi yang jelas, data keuangan, testimoni, rancangan web, branding yang begitu saklek dan detail.

Tak disangka, usahaku membuahkan hasil, aku mendapatkan pendanaan pertamaku dari kampus. Aku memenangkan beberapa kompetisi dan mendapatkan dana awal untuk memulai bisnis. Tapi, di balik setiap kemenangan, selalu ada ujian baru. Setelah mendapatkan pendanaan, aku justru mendapat tantangan: (1) Integritas, kami hanya diberi modal setengah dari janji uang modal yang diberikan, sementara itu kami harus memberi laporan pendanaan penuh, bagaimana bisa? Kami tidak punya uang sepeserpun, (2) Kesempatan itu adalah kesempatan pertamaku menjadi ketua untuk membangun bisnis dan aku sama sekali tidak tahu harus membawa tim kami kemana karena keluargaku tidak memiliki darah bisnis, (3) Penghasilanku menurun meski sudah memasang iklan.

Di tengah kepanikan itu, aku harus berpikir cepat. Aku kembali ke prinsip dasarku: selalu ada jalan keluar, asal kita mau berpikir lebih dalam. Aku mengevaluasi ulang keuangan bisnis, memotong biaya yang tidak perlu, rapat, rapat, rapat menyatukan visi-misi dan mencari solusi bersama. Keputusanku yang cepat dan berani akhirnya menyelamatkan bisnis ini. Namun, aku tidak mau menyerah. Mengingat bagaimana Saeroyi selalu bangkit setelah dipukul jatuh, aku juga melakukan hal yang sama.

Aku memutar otak, mencari cara agar bisnis ini tetap bertahan. Dari sini, aku memutuskan untuk mengubah model bisnis. Awalnya, aku hanya menargetkan penghasilan dari jasa desain, namun untuk mempercepat akselerasi penghasilan karena kami diminta menulis laporan akhir dalam rentang satu bulan, aku memutuskan untuk membuat kolaborasi antara komunitas anggotaku dengan start up yang kami buat. Hasilnya meledak. Kami mendapatkan penghasilan berkali-kali lipat. Meski saat itu aku belum memperdalam perhitungan akuntansi bisnis, tapi penghasilan yang kami dapatkan telah melebihi Break Event Point (BEP).

Tidak cukup disitu, aku mengebut lomba video terbaik dari fakultas dan mempromosikan gila-gilaan untuk memperoleh nominasi. Kami satu tim bekerja keras dan benar-benar menggila, acara kolaborasi, rapat, membuka kelas, membuat video promosi kami kerahkan seluruh tenaga dan waktu dengan fokus. Hasilnya, kami mencapai tujuan utama kami, menjaga integritas (kami membuat laporan dengan sangat detail, termasuk seluruh nota keuangan dengan jujur), kami mengembangkan bisnis dengan baik, memperoleh nominasi video dengan likes terbanyak dan memperoleh uang pembinaan.

Meski banyak kekurangan sana-sini, tapi pengalaman ini bagiku sangat mengasyikkan karena menantang adrenalin. Melalui proses ini, aku juga berhasil memperoleh pendanaan dari pemerintah kota, tergabung dalam komunitas bisnis kota dan terpilih untuk mengikuti pelatihan bisnis dari pemerintah kota. Setiap kali aku melihat ke belakang, aku ingat betapa banyaknya rintangan yang harus kulalui, dan bagaimana inspirasi dari Itaewon Class mengubah hidupku. Meski saat ini bisnisku berhenti, tapi aku pelan-pelan membangun konsistensi dan akan membangun bisnis baru. Aku yakin bisa mengulanginya di kemudian hari jika seluruh tanggung jawab studiku telah usai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun