Suasana menjelang Pertemuan IMF-Bank Dunia yang berlangsung di Bali pada 8-14 Oktober 2018 terasa panas. Hal ini sungguh berbeda dengan negara lainnya yang telah melaksanakan acara ini.
Di saat negara lain, dimana rakyat beserta elit politiknya semua mendukung penuh ketika acara luar biasa ini dihelat, di negara kita justru elit politik (oposisi) berlomba2 menghujat dan tidak sedikit yang menggunakan alasan yang tidak logis.
Ada 2 hal yang dikritik oleh mereka, yaitu:Â Pelaksanaan Pertemuan IMF-Bank Dunia yang tidak tepat waktu di tengah suasana gempa Palu, Sigi dan Donggala, kemudian yang kedua adalah masalah besarnya anggaran yang dikeluarkan Pemerintah yang menyentuh angka ratusan miliar.
Namun, mari kita sebagai masyarakat awam menelaah satu persatu. Apakah benar yg dikatakan oleh oposisi tersebut?
Di tengah ketidakpastian perekonomian global maupun bencana alam yang sedang dialami oleh Indonesia, Pemerintah terus mencari solusi agar rupiah tetap stabil, roda perekonomian terus jalan, dan Indonesia segera pulih dari bencana alam.
Kita telah melihat Pak Jokowi berserta jajaran Menterinya sudah meninjau lokasi gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah beberapa kali, dan kini pak Jusuf Kalla. Namun apakah batang hidung Pak Prabowo cs sudah terlihat disana?
Menjawab kritikan yang pertama, pemerintah maupun relawan terus bekerja siang dan malam untuk pemulihan pasca gempa dan tsunami tersebut. Bahkan hingga hari ini bbm dan listrik pun sudah masuk ke Palu, Sigi dan Donggala. Kritikan ini sama saja dengan oposisi tidak menghargai usaha pemerintah maupun para relawan yang telah bekerja keras dalam pemulihan tersebut.
Pertemuan IMF-Bank Dunia ini juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempromosikan kesanggupan Indonesia dalam menanggulangi bencana, investasi dalam mitigasi bencana sekaligus bertukar pengalaman soal mitigasi bencana. Karena bencana alam bisa menimpa di negara manapun. Ini juga akan membentuk solidaritas antar bangsa dan negara.
Yang jadi pertanyaan kita selanjutnya adalah, "Apakah oposisi sudah berkontribusi bagi para saudara kita di Palu, Sigi dan Donggala? Apa mereka menganggap _kritik bisa dihitung sebagai bentuk kontribusi dibanding berpartisipasi secara nyata?"
Setelah itu menjawab lontaran kritikan kedua. Kenapa biaya yang dikeluarkan mencapai 800 Miliar?
Nyatanya!! pemerintah bersama DPR RI memang menetapkan plafon anggaran untuk Pertemuan Tahunan senilai Rp 855,5 miliar, namun yang terpakai hanya Rp 566,9 miliar!
Pertanyaan ini juga sungguh lucu karena dilontarkan pihak oposisi yang notabene diisi oleh para pengusaha kelas dunia.
Mereka paham bahwa pertemuan IMF-Bank Dunia yang dihadiri oleh 189 negara merupakan pertemuan pelaku utama sektor keuangan, ekonomi dan pembangunan dengan jumlah terbesar di Dunia!
Tentunya ketika kita dulu mengajukan proposal menjadi tuan rumah telah melalui serangkaian pertimbangan matang mengenai untung dan rugi. Seperti halnya juga Mesir dan Senegal yang menjadi saingan kita untuk menjadi tuan rumah sadar akan KEUNTUNGAN dari penyelenggaraan pertemuan bertaraf Internasional ini.
Kita mengeluarkan Rp 556 Miliar untuk mengadakan acara IMF-Bank Dunia ini (ini merupakan biaya paling rendah dibanding negara-negara lain yang telah menjadi tuan rumah IMF-Bank Dunia, seperti Singapura dan Peru), namun kita akan mendapatkan banyak keuntungan baik secara langsung (jangka pendek) maupun jangka panjang.
Manfaat jangka pendek yang bisa kita peroleh adalah:
Delegasi pemerintah, investor dan pelaku sektor keuangan, pimpinan/staff IMF-WBG, CSO-NGO akademisi, jurnalist, press, observer bersama keluarganya menginap di Indonesia selama 7 hari.Â
Mereka akan berwisata, minum makan, belanja sehingga akan dapat menggerakkan roda perekonomian Bali terutama di sektor pariwisata, sektor jasa, industri kecil dan sektor pendukung lainnya.
Menurut Bappenas acara ini akan berdampak langsung terhadap perekonomian di Bali senilai Rp 5,9 Triliun!!
Sedangkan manfaat Jangka Panjang adalah Pengenalan produk unggulan Indonesia di pasar global dan Pengenalan peluang investasi dan usaha di Indonesia. Menambah pengalaman dan membangun networking dengan komunitas internasional dan pembelajaran mengenai penyelenggaraan International Event.
Selain itu juga sebagai momentum untuk perbaikan infrastruktur pariwisata di Bali yang telah semakin populer di mata dunia dan sekaligus promosi budaya, pariwisata, industri kreatif, financial technologies Indonesia di media-media Internasional.
Menurut Abra Talattov, Pengamat Ekonomi INDEF, investasi Indonesia di semester II/2018 bisa menembus target dari realisasi Rp 765 triliun.
Seharusnya kita sebagai Warga Negara Indonesia sangat bangga dengan terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah! Ini menunjukkan tingginya kepercayaan dunia Internasional terhadap Indonesia di dalam bidang keamanan, stabilitas politik, dan keberhasilan di bidang ekonomi.
Ini juga merupakan upaya strategis menuju ke arah pembangunan yang positif. Selain itu, Indonesia akan semakin terkenal dan kepercayaan global akan meningkat seiring dengan keberhasilan dalam menyelenggarakan acara tingkat Internasional ini.
Menjadi sangat aneh ketika pihak oposisi getol mengkritik bahkan terkesan menghalang-halangi penyelenggaraan acara ini!
Entah Prabowo cs yang merupakan pengusaha kelas dunia tidak paham akan banyaknya manfaat yang bisa didapat atau tidak mau tahu?
Apa pihak oposisi tidak mau rakyat Indonesia semakin sejahtera? Apa mereka tidak ingin citra Indonesia semakin bagus dan disegani dunia? Apa mereka tidak mau kita semakin maju baik dari sisi ekonomi, infrastruktur maupun teknologi?
Jadi kita sepatutnya curiga ketika ada yang mencoba menghalangi apalagi sampai berupaya agar pertemuan IMF ini gagal dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H