Aplikasi TikTok akhir-akhir ini tengah ramai jadi pembicaraan netizen di media online. Sama seperti Musicaly yang sempat viral, kali ini TikTok pun tengah viral dikalangan anak muda. Aplikasi yang sangat menghibur ini dapat mengurangi beban pikiran karena pekerjaan, tugas sekolah dan tugas kuliah.
Aplikasi dengan berbagai fitur  yang menarik seperti Efek khusus, Pilihan musik latar, Rekaman klip pendak, Jutaan klip musik, Gaga dance, dan Duet ini mendungkung aplikasi ini untuk menjadi pilihan penikmatnya. Dan telah diunduh oleh 50 juta pengguna smartphone.
Dari semua kecanggihan Aplikasi  ini terdapat minusnya. Bukan dari aplikasinya melainkan dari penggunanya, sudah bukan rahasia lagi jika sebagian besar penikmat aplikasi ini adalah remaja yang tengah mencari jati dirinya. Dengan mengekspresikan diri melalui TikTok ini mereka dapat mencuri perhatian dari seseorang yang tengah disukai atau tengah mencari sensasi di dunia maya.
Karena keinginan untuk terkenal banyak orang dengan membuat sensasi, tetapi mereka tidak memperdulikan moral dan etika. Beberapa pengguna aplikasi ini menjadi tidak  memiliki etika hanya karna ingin terkenal dan banyak pengikutnya di media online, mereka rela korbankan diri dengan berpenampilan kurang pantas. Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa ini.
Bagaimana jadinya negara ini jika semua penerusnya tidak memiliki moral dan etika dalam pola berfikir dan kehidupan sehari-harinya. Padahal Indonesia adalah negara yang sangat kental akan nilai tersebut. Lalu bagaimanakah cara mengatasi agar pemikiran dikalangan remaja ini menjadi lebih positif?
Tidak perlu ada yang namanya pemblokiran dari Aplikasi TikTok ini, hanya pemerintah dan pendiri aplikasi saling bekerja sama agar TikTok ini tetap dapat dinikmati tapi juga tidak disalah gunakan. Dengan membuat ketentuan seperti, lebih di ketatkan lagi dari segi umur yang dapat menikmati aplikasi ini, kominfo juga harus memantau bagaimana generasi saat ini menggunakannya.
Memang dari segi entertaiment sangat menghibur sekali, juga tidak sedikit dari pengguna TikTok dari yang kurang pecaya diri jadi bertambah tingkat percaya dirinya. Tetapi dari segi edukasi memang kurang penekanannya karena banyak pemikiran Aplikasi ini hanya untuk ajang unjuk nama dan pamor saja. Tapi dengan cara yang salah, yaitu dengan gaya yang tidak sesuai dengan usianya dan memainkan TikTok tidak melihat waktu dan keadaan. Contohnya ada pengguna yang menggunakan TikTok pada saat keluarganya sedang berkabung.
Masalah ini juga tidak terlepas dari masalah individualnya, usia memang mempengaruhi tetapi siapa yang tau pola pikir dari orang dewasa pun juga bisa seperti anak remaja. Karena pola pikir itu terbentuk dari lingkungan, pendidikan, pertemanan dan dari lingkup keluarganya pula. Kalau memang dari semua segi itu mendukung pasti tidak akan melakukan hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Peran orang tua juga sangat penting untuk mendampingi anak-anak mereka, dengan selalu memantau apa saja yang mereka lihat, dengarkan, dan apa saja yang mereka lakukan. Karena pelajaran seperti ini lebih banyak mereka ambil dari lingkup keluarga dan cara pertemanan mereka. Etika dan moral yang mereka lakukan, juga tidak lepas bagaimana cara orang tua memberikan pengertian tentang nilai-nilai tersebut. Jika moral dan etika mereka sudah terbentuk sangat baik sejak kecil tidak lah akan mereka memiliki pemikiran seperti tersebut.
Jadi cara yang tepat adalah bukan memblokir aplikasi ini atau bahkan melarang semua aplikasi yang menghibur masyarakat untuk tidak dapat diunduh dan dilegalkan. Tetapi bagaimana kebijakan yang terbaik untuk jalan keluarnya. Indonesia harus lebih tekankan lagi tentang pelajaran moral dan etika entah di lingkup sekolah, keluarga dan perteman.Â
Semuanya mempunyai andil dalam generasi muda negara ini, tidak hanya tugas orang tua dan sekolah sebagai pendidik anak-anaknya tapi peran pemerintah juga memiliki andil dalam permasalahan yang terjadi pada penerus bangsa ini. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang memiliki generasi yang bermoral dan beretika dalam berbahasa, tingkah laku dan pola fikirnya.
Fara Diva Novitasari (Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H