Indonesia memang kaya akan budaya dan keragaman yang ada, begitu juga dengan situs-situs sejarahnya seperti candi. Candi-candi di Indonesia merupakan saksi sejarah akan perkembangan agama, budaya, dan arsitektur di masa lampau.Â
Mereka menjadi bukti kejayaan akan kerajaan-kerajaan yang sempat singgah di Indonesia serta meninggalkan warisan budaya yang tak ternilai harganya bagi generasi muda.Â
Artikel kali ini akan membahas tentang peninggalan situs bersejarah kerajaan Hindu - Buddha, Candi Jago.
Candi Jago adalah sebuah candi bercorak agama Buddha yang terletak 22 kilometer dari Kota Malang, tepatnya di  Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.Â
Candi ini juga dikenal dengan nama "Candi Tumpang" karena lokasinya yang berada di desa Tumpang. Candi Jago diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13. Pupuh Negarakertagama 41:4 dan Pararaton bependapat bahwa nama "Jago" berasal dari "Jajaghu" yaitu bahasa Jawa Kuno yang berarti "keagungan", dimana jajaghu biasa disebut sebagai tempat yang suci.
Candi Jago dibangun antara tahun 1268 dan 1280 M atas perintah Raja Kertanegara sebagai penghormatan kepada ayahnya, Raja Singashari IV, Sri Jaya. Candi ini pernah mengalami renovasi termasuk pada masa Majapahit oleh Adityawarman pada tahun 1343 M berdasarkan ditemukannya Prasasti Manjusri.Arsitektur candi ini memiliki bentuk khas dengan tipe candi "mandala," yang memiliki susunan tata letak yang teratur dan simetris.Â
Candi ini menghadap ke barat dan mempunyai dua buah tangga yang menghubungkan antar tingkat dasar candi. Candi ini tersusun seperti teras berundak, dengan panjang 23,71 meter, lebar 14 meter, dan tinggi 9,97 meter.Pada halaman candi terdapat arca yang merupakan patung dewa. Namun ada beberapa bagian yang sudah tidak utuh lagi. Atap dan sebagian candi telah dibuka, dan belum diketahui secara pasti bentuk atapnya, namun diyakini menyerupai Meru atau Pagoda.
Dinding luar candi dipahat relief Khresnayana, Parthayana, Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma, dan dongeng. Untuk mengikuti urutan cerita relief tersebut, pengunjung hendaknya berjalan mengelilingi candi searah jarum jam (pradaksana).Â
Relief Parthayajna dan Arjunawiwaha mengajarkan kita tentang keikhlasan dalam berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan relief Krisnayana menggambarkan raksasa Kalayawana mengejar Krisna.
Sejak tahun 2016, Candi Jago ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 203/M/2016, bersama dengan Candi Badut.Â
Candi Jago buka setiap hari mulai pukul 07.30 hingga 16.00 waktu setempat. Candi ini terjaga kebersihannya serta dirawat secara berkala untuk menjaga kondisi fisik dan makna sejarahnya.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang tak melupakan sejarahnya." Ir. Soekarno. Marilah kita menjaga situs bersejarah untuk generasi yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H