Obat merupakan suatu senyawa yang digunakan untuk mendiagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati, serta mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel, 1985). Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan karena berperan sebagai perantara untuk menyembuhkan penyakit yang diderita seorang pasien.Â
Dalam pelayanan kesehatan, terdapat tiga peran vital antara dokter, apoteker, dan obat. Seorang dokter bertugas melakukan anamnesa yang bertujuan untuk mendiagnosis permasalahan kesehatan pasien.Â
Setelah melakukan anamnesa, dokter membuat permintaan tertulis berupa resep yang kemudian diserahkan kepada apoteker. Apoteker bertugas untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai dengan aturan yang berlaku. Obat itulah yang berfungsi sebagai terapi medis untuk menyembuhkan penyakit yang diderita sang pasien.
Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki pemahaman yang kurang tentang penggunaan obat yang tepat dan rasional. Dibandingkan mengunjungi dokter atau apoteker untuk melakukan konsultasi kesehatan dan mendapatkan pengobatan yang tepat, sebagian besar masyarakat cenderung melakukan swamedikasi.Â
Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993).Â
Untuk melakukan swamedikasi yang tepat, setidaknya masyarakat perlu mengetahui informasi-informasi obat seperti bahan aktif yang dikandung, indikasi, kontraindikasi, dosis, dan efek samping. Namun pada penerapannya, swamedikasi dapat menyebabkan kesalahan penggunaan obat karena keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunaannya.
Masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah masih banyak orang yang bertanya kepada kerabat atau teman terdekatnya tentang obat yang tepat untuk mengatasi keluhan yang dialaminya.Â
Di sisi lain, belum tentu kerabat atau teman dekatnya adalah ahli dalam bidang kesehatan dan mengerti cara menggunakan dan mengonsumsi obat yang baik dan benar. Mereka cenderung hanya merekomendasikan obat berdasarkan merek dagang yang sesuai dengan keluhan yang dialami.
Masyarakat tidak boleh sembarangan dalam mengonsumsi obat karena mengonsumsi obat bukan hanya sekadar tepat indikasi, tetapi juga tepat pasien, tepat dosis, tepat penggunaan, dan waspada terhadap efek samping. Setiap obat memiliki efektivitas yang berbeda pada pasien yang berbeda.Â
Hal ini bergantung pada kondisi masing-masing pasien, seperti pola hidup, riwayat kesehatan (berhubungan dengan kontraindikasi), dan obat lain yang sedang dikonsumsi (berhubungan dengan interaksi obat).
Selain itu, setiap obat memiliki dosis yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan setiap individu pun bervariasi. Kesalahan dalam mengonsumsi dosis obat dapat menimbulkan beberapa masalah.Â
Jika dosis yang dikonsumsi lebih sedikit dari yang dibutuhkan tubuh, maka obat tidak akan menimbulkan efek terapi (khasiat). Jika dosis yang dikonsumsi lebih besar dari yang dibutuhkan tubuh, maka akan menyebabkan overdosis.Â
Misalnya, tubuh seseorang hanya dapat mencerna dan memproses 50 gram obat, tetapi orang tersebut justru mengonsumsi 100 gram obat. Akibatnya, hanya 50 gram obat yang diproses oleh tubuh, sedangkan 50 gram sisanya tidak diproses oleh tubuh sehingga menjadi zat beracun yang berenang-renang dalam aliran darah.
Aspek lain yang perlu diperhatikan sebelum mengonsumsi obat adalah efek sampingnya. Ada efek samping obat yang dapat diperkirakan, tetapi ada juga yang tidak.Â
Efek samping obat yang dapat diperkirakan biasanya tercantum dalam kemasan obat, sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan meminum obat yang memiliki indikasi sama tetapi bahan aktifnya berbeda. Misalnya pada obat golongan analgesik seperti paracetamol dan ibuprofen.Â
Meskipun memiliki indikasi yang sama yaitu untuk meredakan nyeri, ternyata ibuprofen dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan. Oleh karena itu, paracetamol lebih direkomendasikan daripada ibuprofen untuk orang dengan riwayat penyakit saluran cerna. Sedangkan efek samping yang tidak terduga dapat dicegah dan diminimalisir dengan mengonsumsi obat sesuai aturan pakai.
Masyarakat harus lebih waspada terhadap obat-obatan yang hendak dikonsumsi karena hal tersebut bisa berdampak pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, masyarakat tidak disarankan untuk melakukan swamedikasi tanpa bantuan atau pengawasan ahli.Â
Masyarakat juga harus lebih berhati-hati agar tidak langsung percaya dengan rekomendasi obat yang diberikan oleh kerabat atau teman terdekatnya. Untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, lebih baik berkonsultasi dengan orang yang profesional di bidangnya seperti dokter atau apoteker.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H