Tut...tut...tut
Tapi agaknya seseorang yang ia hubungi saat ini sedang sibuk, hingga nada dering terakhir  berbunyi tak ada satupun yang mengangkat panggilan ini.
"Kirana, apa kabar mu hari ini? kau lihat di atas sana langit begitu cerah, secerah hatiku saat ini..." Kakek itu menengadahkan kepalanya seraya tersenyum menatap semburat jingga yang menghiasi langit sore itu. Aku dibuat syok oleh aksi tak terduga ini, bagaimana mungkin?! Telepon itu tak ada yang menjawabnya atau mungkinkah faktor umur mempengaruhi kewarasan pria renta ini? aku sungguh tak mengerti.
"Apakah kau ingat pada setiap malam dimana kita selalu bercakap-cakap di telepon? Â memandangi cakrawala langit bersama-sama dari tanah kita berpijak. Kau selalu bilang di manapun kita berada, meski terpisah oleh beribu-ribu kilo jarak yang membentang, kita akan tetap selalu menatap langit yang sama. Ah, tak kusangka waktu berlalu begitu cepat saat kau berada di sampingku."
"Kirana, kini segalanya terasa lebih berat, sebab perbedaan jarak dan waktu bukan lagi menjadi hambatannya. Bagaimana lagi caranya menyembuhkan rindu yang menggebu-gebu dalam dada, jika alam yang kita tempati sudah berbeda? Kuharap semoga kau menjadi salah satu dari sekian bintang di atas sana, supaya aku bisa menghabiskan malam kesendirianku menatap langit memandangi dirimu."Â
Setelah menyampaikan seluruh unek-uneknya, lelaki tua itu menutup telepon dan mengembalikannya. Sang cucu yang sedari tadi dengan sabar menemaninya, kembali menuntun tangan keriput itu, melanjutkan perjalanan mereka yang sempat tertunda
Aku tertegun cukup lama memperhatikan kedua punggung yang beranjak menjauhi kami, lelaki tua yang malang! Aku bertanya-tanya ketika mengingat kejadian tadi, bagaimana bisa di dunia yang penuh fatamorgana dengan berjuta kenikmatan masih tersimpan sebuah kesetiaan cinta yang tak lekang oleh waktu. Begitulah dunia penuh dengan misteri dan teka teki yang tak mudah terpecahkan.
***
Siang ini, teriknya matahari terhalang oleh awan kelabu yang pekat, nyatanya tak mengurangi hawa panas yang menerpa kulit. Seperti hari-hari sebelumnya, aku menonton pergerakan akitivas di depan, tak ada hal aneh hanya saja sesekali kudapati raut muka yang terlihat menegang, semacam ada sesuatu yang akan terjadi.
Mendadak tubuhku tercekat.
Sekitar ribuan manusia tumpah  ruah dari ujung jalan, berlarian tak tentu arah bersusah payah menyelamatkan diri mereka masing-masing. Setiap orang terpisah dari sanak keluarganya, suara tangisan anak-anak yang kehilangan jejak ibunya terdengar dimana-mana.