Ilmu itu Pengetahuan tentang Kebenaran berdasarkan Dalil (Al-Quran dan As-Sunnah). -Ibnul Qoyyim
Aqidah dalam bahasa arab berarti ikatan. Secara istilah, aqidah berari keyakinan atau kepercayaan. Seseorang yang memiliki aqidah berarti memiliki ikatan dan terikat dengan apa yang diyakini.
Aqidah sebagai disiplin Ilmu mempelajari tentang kebenaran yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul, memikirkan tentang peringatan-peringatannya yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Mempelajari Aqidah sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Allah serta dalam meningkatkan keimanan dan membina mental yang tangguh. Aqidah memiliki ruang lingkup antara lain: ilahiyyat, nubuwwat, ruhaniyyat dan sam'iyyat.Â
Aqidah berbeda dengan mitos. Aqidah bersumber dan berdasarkan bukti-bukti dari firman Allah yang disampaikan para nabi serta hasil dari mukjizat dan kisah historis para nabi dan dapat diklarifikasi sumber kebenarannya, baik secara aqliyyah maupun naqliyyah.Â
Akal dan bukti Ilmiah sebagai penjelas hal-hal yang tidak diketahui akal dan belum ditemukan bukti ilmiahnya cukup dengan mengimaninya saja. Karena Iman adalah jawaban dari keterbatasan akal manusia.
Sedangkan Mitos tidak berdasarkan bukti yang dapat diklarifikasi sumber kebenarannya. Mitos bersumber dari tahayul, khurafat dan bid'ah.
Syirik merupakan tanda gagal berfikir. Menduakan Tuhan dengan apa pun adalah dosa pangkal kesengsaraan dan merupakan dosa besar. Sengsara karena menyandarkan diri pada yang tidak berdaya dan tidak kuasa. Dosa besar karena Allah telah banyak menyebutkan dalam firmannya di dalam Al-Quran. Â
"Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Fitrah tauhid telah tertanam pada setiap jiwa-jiwa yang lahir ke dunia. Tauhid adalah fitrah manusia yang dituntun. Untuk menuntun fitrah manusia ini, Allah mengenalkan diri-Nya melalui utusan-utusan (Nabi dan Rasul) ke tengah-tengah manusia. Setiap Nabi yang diutus diperintah untuk mengajak umatnya kepada Tauhid.Â
Nabi Ibrahim muda telah berfikir mengikuti fitrah Tauhidnya. Ia tidak percaya dengan tahayul, khurafat serta mitos-mitos yang dianut oleh masyarakat sekitarnya yang melakukan kesyirikan dengan menyembah berhala. Kesyirikan-kesyirikan yang dianut oleh mesyarakat disekitar Nabi Ibrahim itu merupakan kebodohan yang jauh dari fitrah asli manusia dan merupakan tanda mereka tidak mampu berfikir walaupun sudah diperingatkan oleh Allah melalui Nabi Ibrahim.Â
"Dan mereka berkata, sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala." (Q.S. Al-Mulk: 10)
"Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan hendaklah kamu menyembahku, inilah jalan yang lurus."Â
"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai Arsy dari apa yang mereka sifatkan."
Agama yang diturunkan Allah melalui para nabi seluruhnya mengajarkan tauhid (monoteisme), namun demikian ajaran agama yang lahir di bumi mengajarkan keyakinan yang berbeda (non tauhid) seperti animisme, dinamisme, politeisme dan ateisme. Ajaran-ajaran non tauhid tersebut adalah mitos-mitos hasil dari tahayul dan khurafat.Â
Menjalankan keyakinan tauhid dalam pergaulan kehidupan yang heterogen seperti di Indonesia membutuhkan sikap dan pemahaman yang luas dan moderat. Sehingga dapat membedakan antara sikap inklusif dan eksklusif dalam beragama.Â
Inklusivisme mengangap agama selain agama yang dipeluknya terdapat kebenaran walaupun tidak sepenuhnya benar. sifat inklusif (al-infitah) tercermin dalam sikap sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan eksklusivisme menganggap bahwa ajarannya yang paling benar sedangkan ajaran selain yang dia anut adalah sesat. Sifat ekslusif (al-inghilaq) ini tercermin dalam masalah terutama aqidah dan ibadah.Â
Tantangan dalam menjalankan keyakinan tauhid dalam kehidupan bermasyarakat antara lain sebagai berikut :
Praktek syirik
Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN)
Pengaruh negatif emansipasiÂ
Pengaruh budaya barat
Upaya-upaya pendangkalan akidahÂ
Pluralisme, sekulerisme, dan liberalisme
Dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam menjalankan keyakinan tersebut, berikut adalah upaya-upaya dalam menjaga keyakinan yang benar dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membangun masyarakat bertauhid :
Mentadabburi AL-Quran dan Sunnah dan Ijtihad.
Memahami dan memaknai kehidupan di sekitar kita
Mempelajari ilmu syariat sekaligus mengamalkannya sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah
Berteman dekat dan menteladani serta bercermin kepada orang-orang soleh serta menimba pengalaman spiritual dengan mereka.
Melakukan mujahadah untuk melakukan amal kebajikan
Banyak berzikir kepada Allah SWT, sehingga istiqomah dalam taqwa kepada Allah dan mendapat musyahadah kepada-Nya
Banyak beristighfar kepada Allah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H