Mohon tunggu...
Abdullah Faqih
Abdullah Faqih Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Tertarik dengan isu masyarakat lokal.

Selanjutnya

Tutup

Gadget

"Bertani dengan Teknologi": Anak Muda dan Modernisasi Pertanian Kita

22 Mei 2019   21:25 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:43 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas, 2018

Para petani sebagaimana yang diceritakan di atas hanyalah sebagian contoh kecil. Ada jutaan petani lain di seluruh Indonesia yang juga merasakan dampak nyata dari program modernisasi pertanian tersebut.

Secara ringkas, upaya Kementan dapat dikatakan berhasil untuk membangunkan kembali sektor pertanian Indonesia dari tidur panjangnya. Namun demikian, 'bangun tidur' saja tidak cukup; pertanian Indonesia harus bangkit dan melesat jauh.

Terlebih lagi, Indonesia saat ini sedang menghadapi era revolusi industri 4.0 yang sangat mengagungkan peran teknologi internet, komputerisasi dan otomasi. Segala hal yang berhubungan dengan efisiensi, kecepatan, dan kepastian menjadi roh dari datangnya era itu. Dengan demikian, modernisasi sistem pertanian lewat distribusi alsintan saja tidaklah cukup. Kementan perlu dobrakan-dobrakan lain yang lebih relevan dengan era itu, sehingga dapat menunjang semakin pesatnya pertumbuhan sektor pertanian.

Kementan sebenarnya memiliki modal besar untuk menjawab tantangan tersebut. Minat anak muda Indonesia di bidang pertanian saat ini boleh jadi memang menurun akibat image pertanian yang selalu diidentikan dengan terjun ke sawah dan bergumul dengan lumpur. Di sisi lain, tidak sedikit dari mereka yang sebenarnya sudah mahfum bahwa bertani tidak melulu harus bergelut dengan hal-hal semacam itu. Mereka juga dapat 'berani dengan teknologi': mengelola sektor pertanian dari balik meja, di ruangan ber-AC, sambil memanfaatkan kecanggihan teknologi mutakhir, seperti Artificial Intelegence (AI), Internet of Things (ToT), dan Cyber Physical System (CPS).

Lewat teknologi itu, mereka dapat memonitoring harga komoditas pertanian secara real-time, memperkirakan akurasi cuaca, menghubungkan petani dengan pembeli secara langsung, dan hal-hal lain yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

Hal itu telah dibuktikan oleh beberapa anak muda Indonesia yang berinisiatif untuk mendirikan berbagai perusahaan rintisan atau start-up di bidang pertanian. Perusahaan rintisan tersebut memiliki fokus yang beragam, mulai dari industri pertanian hulu hingga hilir. Meski demikian, mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengintegrasikan sektor pertanian dengan industri sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian.

Di industri hulu, kita mengenal sebuah perusahaan rintisan bernama "HARA" yang berfokus untuk membantu petani dalam mengumpulkan data dan menganalisis lahan pertanian. Data-data tersebut dapat menjadi referensi bagi para petani terkait aktivitas pemeliharaan dan panen tanaman. Dengan begitu, risiko kerugian akibat gagal panen dapat diminimalisir.

Selain HARA, kita juga mengenal perusahaan rintisan bernama "Ci-Agriculture" yang membantu petani dengan menyediakan solusi menejemen lahan pertanian berbasis analisis cuaca, sensor tanah, citra satelit, serta penggunaan drone. Melalui layanan tersebut, petani akan memperoleh rekomendasi tentang saat yang tepat untuk menanam benih, memberi pupuk, dan menambahkan obat. Sebagaimana HARA, Ci-Agriculture juga mampu memperkecil risiko-risiko gagal panen yang mungkin dihadapi petani berkat analisis lahan dan cuaca yang akurat.

Perusahaan rintisan bernama "TaniHub" lain lagi. Platform yang berfokus pada industri hilir pertanian itu dirancang untuk memperpendek rantai distribusi komoditas pertanian sehingga dapat menghasilkan stabilitas harga yang lebih menguntungkan para petani. Sejak tahun 2016, TaniHub telah berhasil menghubungkan 2000 petani dari 1.200 kelompok tani di seluruh Indonesia dengan konsumen yang sebagian besar merupakan pengusaha restoran, catering, dan reseller. Lewat platform tersebut, petani Indonesia kini mampu mengekspor komoditas pertanian mereka ke negara-negara seperti Arab Saudi, India, Vietnam, Singapura, dan Malaysia.

Ketiga perusahaan rintisan di atas hanyalah contoh kecil inisiatif yang lahir dari alam pikir anak muda Indonesia. Selain ketiganya, masih ada puluhan hingga ratusan inisiatif lain yang hadir untuk memajukan sektor pertanian kita. Eragano, iGrow, 8Villages, SayurBox, Simbah, Pantau Harga, Karsa, dan Kecipir adalah sederet perusahaan rintisan di sektor pertanian yang juga telah dan sedang berkontribusi mengembalikan kejayaan pertanian Indonesia.

Apa yang dilakukan anak-anak muda itu tentu menjadi aset berharga bagi Kementan. Kementan tidak perlu lagi repot-repot merancang program pembangunan sektor pertanian yang relevan dengan revolusi industri 4.0. Kementan hanya perlu memanfaatkan potensi yang ada dengan mengakomodasi seluruh inisiatif-inisiatif tersebut ke dalam suatu wadah atau ruang kolaborasi (hub). Puluhan hingga ratusan perusahaan rintisan tersebut saat ini belum 'terintegrasi' satu sama lain. Dalam artian, semua bekerja sendiri-sendiri tanpa ada ruang yang mampu menaungi dan mengintegrasikan mereka. Dengan mengklasifikasikan mereka berdasarkan industri pertanian hulu, hilir, dan atau keduanya, dampak yang akan tercipta bagi pertumbuhan pertanian Indonesia diharapkan akan lebih masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun