Peristiwa  bersejarah  yang  menimpa  bangsa Indonesia  pada  tahun  1965  yang  dikenal  dengan istilah  Gerakan 30 September/Partai  Komunis Indonesia (G30S/PKI)  memang  telah  hampir setengah abad yang lalu. Peristiwa yang melibat-kan  dua  kubu  (TNI  dan  PKI)  bahkan  seluruh komponen negara dan menarik perhatian  secara nasional  dan  internasional.  Peristiwa  ini  dipicu oleh  penculikan  dan  pembunuhan 7 Jendral oleh kelompok yang menyebut  diri  mereka "Gerakan 30 September". Propaganda militer mulai disebarkan,  dan  menyerukan  'pembersihan'  PKI di seluruh negeri. Propaganda ini berhasil meyakinkan rakyat Indonesia dan  pemerhati internasional bahwa dalang dibalik semua peristiwa itu adalah PKI. Penyangkalan  PKI sama sekali tidak berpengaruh sehingga PKI dinyatakan  sebagai  partai  terlarang.  Ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak. 'Pembersihan'  dilakukan dengan  memusnahkan  seluruh  simpatisan  PKI, termasuk  Soekarno  (yang pada  saat  itu  dipaksa untuk menyerahkan kepemimpinan karena diduga  sebagai pendukung PKI), pembakaran markas PKI, dan pembentukan kelompok pemuda yang anti-komunis.
upaya  pemberantasan  bangkitnya  komunisme  disegala  lini kehidupan terus dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dimana  Suharto  berperan  sebagai  otak  dari rencana  ini.  Pemberantasan  komunisme  secara sistematis dan represif telah dilakukan selama 32 tahun,  antara  lain,  dengan  menetapkan  peraturan perundang-undangan  yang  ditujukan  bagi  para eks-tahanan politik  (eks-tapol).  Sedikitnya  30 butir undang-undang ini memang terutama sekali berlaku  bagi  seluruh  anggota  PKI  dan  ormas yang  bernaung  dibawahnya. Bukan  hanya  itu, perlakuan  yang  sangat  menyakitkanjuga  harus dirasakan  orang-orang  yang  tidak  ada  sangkut-pautnya dengan PKI. Ada peraturan 'surat bebas G30S' bagi orang-orang  yang  akan  bersekolah dan melamar pekerjaan, melampirkan surat pernyataan  'bersih  diri' dan  'lingkungan'  bagi orang  yang  memiliki sanak-saudara  yang diduga atau  dituduh  dekat  dengan PKI  atau  organisasi kiri,  bahkan  melarang  anak  keturunan  PKI menjadi   anggota ABRI dan PNS dengan menerapkan skrining (screening)yang ketat.
Pada artikel ini bertujuan untuk mengakaitkan peristiwa G30S PKI pandangan sudut teori sosiologi
Partai Komunis Indonesia (PKI) dibentuk pada tahun 1924 dengan dasar ideologi komunisme yang didasarkan pada pandangan Marxisme-Leninisme. Tujuan utama PKI adalah menciptakan masyarakat tanpa perbedaan kelas dan untuk mengadopsi kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi.
PKI memiliki dukungan yang kuat di kalangan petani, terutama di pedesaan Jawa dan Bali, karena mereka tertarik dengan janji-janji reformasi agraria dan redistribusi tanah yang diusung oleh PKI. Partai ini juga aktif dalam mengorganisir buruh di pabrik-pabrik dan perkebunan, memperjuangkan hak-hak pekerja dan upah yang adil. Selain itu, PKI berusaha mengajak kelompok minoritas seperti perempuan, pemuda, dan intelektual untuk bergabung.
Namun, perlu dicatat bahwa dukungan terhadap PKI tidak seragam di antara semua petani dan buruh, dan peran PKI dalam sejarah gerakan sosial dan politik Indonesia sangat bervariasi dari waktu ke waktu.
Peristiwa G30S PKI dalam sudut pandang teori sosiologi:
Teori Simbolik
Peristiwa G30S PKI dalam pandangan teori simbolik dapat dipahami sebagai suatu peristiwa yang melibatkan makna dan interpretasi simbolik. Teori interaksi simbolik dapat digunakan untuk memahami bagaimana makna dan interpretasi peristiwa G30S PKI berpengaruh pada perilaku dan keputusan para pihak yang terlibat. Dalam teori interaksi simbolik, simbol-simbol seperti bendera, logo, dan slogan memiliki makna yang berbeda-beda tergantung pada konteks dan interpretasi yang digunakan. Dalam peristiwa G30S PKI, simbol-simbol seperti bendera PKI dan slogan "Hidup Soekarno, Hidup Sukarno" memiliki makna yang berbeda tergantung pada pihak yang menggunakan dan interpretasi yang diberikan.
PKI menggunakan simbol-simbol tersebut untuk menggalang dukungan dan membangkitkan semangat nasionalisme. Mereka juga menggunakan simbol-simbol tersebut untuk menunjukkan kekuatan dan keberanian mereka dalam menghadapi pemerintah.