Mohon tunggu...
Fauzul Faqih
Fauzul Faqih Mohon Tunggu... Desainer - Desainer Grafis, Copywritter, Penulis lepas yang ingin sekali bekerja di Tempo.

Jakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketimpangan Vaksinasi di Indonesia Hanya Berpihak kepada Jakarta, Jawa, dan Bali

10 Oktober 2021   05:00 Diperbarui: 13 Oktober 2021   20:01 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Aceh, yang tingkat vaksinasinya masih rendah, beredar pesan berantai via WhatsApp, isinya: "vaksin Covid-19 banyak mudharat-nya. Syariat-nya menurut para ulama Aceh itu haram." Pemerintah pusat dianggap tidak berhak ikut campur masalah hukum agama. "Masalah agama mutlak kewenangan pemerintah Aceh, bukan kewenangan pemerintah RI," lanjut pesan tersebut.

Pesan ini masuk dalam kategori hoaks, hanya saja sudah kepalang tersebar. Ini jadi perhatian Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh yang mengungkapkan banyak masyarakat Aceh menghindari vaksinasi Covid-19 dengan meminta surat keterangan tidak bisa divaksin kepada dokter. Bahkan, ada tenaga kesehatan yang ikut terpapar hoaks dan enggan divaksin.

Faktor ada masyarakat masih enggan divaksin sebenarnya telah diprediksi oleh sejumlah lembaga survei sejak awal 2021. Survei pada Juni 2021 oleh Lembaga Survei Indonesia mendapati 36,4% dari 82,6% warga yang belum divaksin memang tidak ingin divaksin, mayoritas alasannya khawatir atas efek samping dan menganggap vaksin tidak efektif---responden yang menganggap demikian dari Sumatera, Jawa Timur, dan Sulawesi.

Pada 6-21 Agustus 2021, Change.org bersama Katadata Insight Center dan Kawal Covid-19 melakukan survei secara online melibatkan 8.299 responden. Hasilnya, 701 responden belum dan tidak ingin divaksin, dengan alasan serupa: mereka merasa tidak membutuhkan vaksin selama bisa menjaga imunitas (70,2%), tidak percaya efektivitas vaksin (53,7%), dan ada penyakit bawaan (12,4%).

Di sisi lain, lewat peraturan presiden, warga yang menolak vaksinasi akan dikenai sanksi, di antaranya dihentikan subsidi sosialnya, tidak akan diurus keperluan administrasinya, dan diberi denda. 

Salah satu usulan untuk memecahkan kebuntuan itu, pemerintah diharapkan agar melakukan sosialisasi tentang Covid-19 dan vaksinasi melalui jaringan relasi paling dipercaya masyarakat, di antaranya pemuka agama, pimpinan adat, ataupun Ketua RT/RW.

"Berdasarkan hasil survei, kelompok yang ingin divaksinasi tapi belum mendapatkannya, mengharapkan ada informasi tentang vaksin di lingkungan terdekat, seperti Ketua RT/RW, karena mereka yang punya basis hubungan dan saling kenal dengan warganya," ujar Elina Ciptadi dari Kawal Covid-19. "Warga berharap mereka bisa memberikan penyuluhan, entah diundang atau mendatangi rumah warga."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun