Mohon tunggu...
Fauzul Faqih
Fauzul Faqih Mohon Tunggu... Desainer - Desainer Grafis, Copywritter, Penulis lepas yang ingin sekali bekerja di Tempo.

Jakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Percakapan Dilan, dari Milea sampai Pak Harto

10 Oktober 2021   03:15 Diperbarui: 10 Oktober 2021   06:08 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemeran Dilan dan Milea (Jakarta Post)

Beberapa tahun lalu remaja Indonesia pernah dilanda histeria kala film Dilan 1990 sudah tayang di bioskop. Dilan hadir dengan menawarkan diskursus romantika percintaan berkategori remaja, yang penuh dengan ungkapan berhalusinasi dibungkus rayuan manis alias gomballlll. Untuk yang sedang kasmaran-kasmarannya saya harapkan dan halalkan menonton film ini biar doi semakin baper dengan kebohonganmu.

Tokoh Dilan merepresentasikan remaja SMA yang romantis. Selain itu Dilan juga disebut sebagai panglima perang di sekolahnya dan tergolong siswa yang cerdas. Sudah maco, cerdas, romantis lagi.

Kelihatannya popularitas Dilan menandingi Iqbal --- mantan personil koboi junior. Dari beberapa teman saya yang menonton Dilan banyak yang berkomentar positif tentang aktingnya. Setelah ini mungkin Iqbal akan sulit jauh dari karakter Dilan. Sepertinya mending Dilan daripada personil boyband.

Sementara Milea mewakili gadis SMA yang populer di sekolah dengan parasnya yang cantik dan juga sebagai sekretaris di kelas. "milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu, ngga tau kalo sore, tunggu aja", kata Dilan. Dia sungguh beruntung bisa kenal dan dekat dengan Milea. "bilang sama bunda, terima kasih sudah melahirkan orang yang ku sayang", katanya lagi kepada Milea.

Nuansa 90-an kota Bandung dan dialek sunda hadir dalam film. Ini menandakan di era itu ada anak SMA yang pandai merangkai kata-kata liris, sebuah kemajuan bagi generasi 90-an. Coba saja ikuti rayuan-rayuannya.

Seperti kata ini, "jangan rindu, berat, biar aku saja, kamu ngga akan kuat".

Atau yang ini, "Milea, jangan pernah bilang ada yang menyakitimu, nanti orang itu akan hilang".

Kalau yang ini, "jangan senyum. Senyummu bagus, nanti dia suka"

Bagaimana dengan yang ini, "cemburu itu untuk orang yang ngga pede, dan sekarang aku lagi ngga pede". Dengan ini. "perhatian. Sejak sore kemarin aku sudah mencintaimu".

Nah yang ini, "kamu tau apa yang membuatku sedih? Ketika kamu pergi dari dunia ini". Kalau tidak dianggap lebay sama doi, berarti doi yang lebay. Tapi kata "lebay" masih problematis, setiap orang punya kebebasan memilih seleranya. Jika bagi mereka itu bagus dan tidak sesuai dengan selera kita lantas menjustifikasinya dengan kata tadi, itu salah!

"lebay itu untuk orang yang tidak menghargai hak orang lain, dan sekarang banyak yang lebay", kalau ini kata saya sendiri mencoba menirunya. Dilan oh Dilan, kau sungguh menginsipirasi.

Selain terinspirasi cara merangkai kata gomballl, banyak juga yang terisnpirasi dari cover Dilan dan film ini menjadi momentum untuk membuatnya sebagai meme, yang pesannya menyuarakan keadilan.

Pertama-pertama saya menemukannya dipostingan instagram sebuah akun penjua buku, yang bergambar Munir, dengan tajuk "Mencari Kea-DILAN". Sampai-sampai teman saya ikut menyebarkan meme bergambar itu di Instagram Stories-nya dan memberi komentar sendiri: ditengah keramaian membahas tentang dilan, ada keadilan yang terasingkan. Hajar bung!

Munir memang mencari keadilan, maaf, sepertinya sekarang begini, orang-orang disekitar Munir memang mencari keadilan untuknya. Kasus Munir belum pernah terselesaikan atau bahkan ada kesengajaan untuk tidak menyelesaikan kasus ini. Kembali berkas tim pencari fakta kasus Munir dinyatakan hilang. Ada apa? Masa berkas negara bisa hilang dikantor negara yang punya pengawasan ketat.

Mau dibantu mengawasinya Pak, kebetulan saya sedang berusaha keluar dari zona menganggur?

Suciwati, Istri Munir, pernah bilang dalam kamisan ke-522, Negara dalam hal ini pemerintah tidak serius untuk menangani kasus HAM, dan presiden sendiri sudah jelas posisinya jika dia anti hak asasi karena merekrut para pelaku pelanggr HAM jaman Orde Baru. "Kenapa kita harus komunikasi dengan orang yang jelas mengkhianati kita, mengkhianati refromasi bukan hanya kepada para korban tetapi kepada reformasi itu sendiri yang sudah diperjuangkan bersama-sama", kata Suciwati bergelora.

Nampaknya Suciwati gerah dan gemas melihat tingkah pemerintah kita yang lebay. Saya ingatkan lagi lebay itu untuk orang yang tidak menghargai hak orang lain.

"sejak kenal kea-Dilan aku jadi paham betapa berartinya ucapan selamat tinggal", ungkap Suciwati apabila ingin menirukan gaya Milea. Semangat terus ya Mba Suci.

Meme yang kedua bergambar Wiji Thukul, penyair sekaligus aktivis 98 yang hilang. Huruf D diganti menjadi huruf H dan diakhir kata ditambah G, HILANG. Penyair bercadel, pelo, ikal, dan selalu tampil apa adanya ini sangat kritis terhadap pemerintah sampai dituduh subversif. Baris akhir dalam puisi Peringatan-nya, maka hanya ada satu kata: lawan, terus berkumandang melampui keberadaan dirinya.

Seperti bunga pada tembok-tembok yang terus menjalar dan menyebar, begitulah puisi dan semangat perlawanannya terhadap pemerintah yang otoriter. Walau mata kanannya dipukuli dengan senapan sampai ia musti diperban --- seperti gambar yang berada di meme itu --- ia terus melawan. Berpindah tempat dan berganti nama, diteror dan dibuntuti --- kurang kerjaan yah mereka Wiji, selalu mengusik aktivitas dan hakmu, lebay, mending menganggur --- tak kau hiraukan lagi asal kau tetap melawan.

Jika Dilan mengatakan ini kepada Wiji, "jangan lawan, berat, biar aku saja, kamu ngga akan kuat". Maka jawabnya, "ini pilihan, tahun 90-an situ terlalu sibuk dengan urusan asmara kelesss".

"kamu tau apa yang membuatku sedih? Ketika kamu pergi dari dunia ini", Kenang Dilan pada Wiji Thukul.

Tiba-tiba Soeharto muncul mengendarai motor, "Zaman Dilan-da pembredelan. Presidenku 1966--1998. Jangan pernah berani untuk mengkritikku, nanti, besoknya, kamu hilang". Begitu meme selanjutnya. Kalau ini saya juga takut mengkritiknya, nanti saya korban penculikan dari antek-antek orde baru yang masih berkeliaran. Yang gerah dengan antek-antek beliau, silahkan.

Saya tida cukup banyak berkomentar tentang dia karena kita sendiri sudah memahami betapa lebaynya rezim dia. Saya memilih kata itu untuk menggambarkan rezim dia, terserah anda-anda memilih kata yang pas dan tidak manusiawi, atau memilih akronim-akronim seperti jaman itu ada petrus: penembak misterius dan lain-lain.

"Kamu suka mikirin aku?", kata Pak Harto jika menirukan Milea.

"suka dan bingung. Bingung cara hentikannya", Dilan segera menyergap pertanyaan itu, "Pak, jangan pernah bilang ada yang menyakitimu, nanti orang itu akan hilang".

Sekarang demokrasi, orang bebas berekspresi dan berargumentasi. Tapi sama saja sebenarnya, yang melawan harus rela menjadi korban. Merasakan ketidakadilan, dibunuh, dikriminalisasi, didiskriminasi, dan tentu disakiti. Namun mereka para penyintas dan orang-orang baik lainnya terus bersuara dan bergerak meneruskan perlawanan.

Setiap kamis mereka berkumpul di depan istana, menyerukan hak mereka secara tenang dan diam. Hanya atribut-atribut mereka yang bersuara. Sesekali saja jika diperlukan ada refleksi. Tak lelah sampai memasuki usia sebelas tahun perjuangan itu.

Kira-kira Dilan sudah umur brapa ya? Apakah dia masih berpikir memberi hadiah dengan TTS yang sudah diisinya? Saya harap jangan.

Saat ini yang penting semoga perjuangan untuk keadilan dan hak-hak asasi manusia terus menjadi perhatian masyarakat dan bisa terlibat banyak orang didalamnya. Kalau boleh menyamai bahkan melampaui penonton Dilan.

Hari keempat penonton film Dilan mencapai 1.295.000 orang, sepertinya masih akan terus bertambah ya. Maaf saya belum termasuk didalamnya.

Semoga popularitas Dilan juga berdampak bagi pencari kea-Dilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun