Berdasarkan jawaban tersebut, jelas bahwa ada perbedaan mencolok antara perusahaan logistik dan aplikasi perdagangan elektronik atau transportasi. Meskipun pemasukan utama Go-jek dan Grab adalah transportasi, kedua perusahaan tersebut melabeli dirinya sebagai perusahaan teknologi yang memberikan dukungan bagi pengemudi dan pengguna. Fokus utamanya adalah teknologi. SPX juga merupakan sistem pendukung platform perdagangan elektronik. Membangun divisi pengiriman milik sendiri adalah langkah strategis untuk mengirimkan paket lebih cepat dan untuk memangkas biaya.
Gig economy: Haruskah kita merangkulnya?
Ketika Uber memperkenalkan aplikasi berbagi tumpangan pada tahun 2009, mendemokratisasi pengemudi menjadi mottonya. Fleksibilitas dan kebebasan adalah titik fokusnya karena pengemudi bisa memilih kapan mereka mau bekerja dan pesanan mana yang ingin mereka terima. Uber dipuji sebagai perusahaan rintisan yang disruptif dan makin banyak bisnis serupa yang mulai bermunculan. Model bisnis ini mendorong tren gig economy.
Gig economy adalah sistem pasar bebas yang dibangun di atas fleksibilitas, independensi, kontrak jangka pendek atau posisi temporer. Gig economy mengurangi biaya dan meminimalisir risiko. Gig economy bisa menguntungkan bagi perusahaan kecil dengan anggaran yang terbatas. Gig economy juga tumbuh subur selama masa yang tidak menentu, seperti masa pandemi.
Namun, fleksibilitas dan kebebasan gig economy juga memiliki kekurangannya sendiri. Pekerja di sektor ini memiliki banyak kesamaan dengan pengusaha. Mereka bertanggung jawab untuk proyek, pemasukan dan asuransi mereka sendiri. Tidak ada keamanan kerja, dan pendaoatan bulanan tergantung pada jumlah pekerjaan yang bisa didapatkan oleh seorang pekerja lepas. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa mengganggu keseimbangan pekerjaan-kehidupan karena bekerja di mana saja, kapan saja bisa berarti jam berapa pun dalam satu hari.
“Saya bisa selesai mengirimkan semua paket pada tengah malam karena mereka harus dikirimkan pada hari itu juga,” ucap Pardi. “Sistemnya berantakan.”
“Mereka kadang mulai memindai paket di siang hari, lalu kapten akan memberikan paket pada kurir-kurir ketika pemindaian selesai. Kami mulai mengirimkan paket jam 3 atau 4 sore dan selesai sekitar jam 11 malam,” ucap Bayu. Mereka bekerja delapan jam sehari. Sebelum era kebangkitan startup teknologi, pekerja lepas sebagian besar bekerja di industri kreatif - musisi yang tampil dari satu panggung ke panggung lainnya, penulis lepas, desainer lepas, penata gaya, penata rias, dan banyak lagi. Namun, para pekerja lepas itu memiliki lebih banyak ruang untuk menegosiasikan bayaran mereka dibandingkan kurir dan pengemudi.
Sebagai permulaan, mereka tidak bergantung pada satu perusahaan. Desainer, misalnya, dapat mempromosikan layanan mereka ke banyak perusahaan. Mereka dapat menegosiasikan bayaran yang lebih tinggi berdasarkan rekam jejak mereka. Kurir, di sisi lain, terikat dengan sebuah aplikasi. Mereka harus masuk ke dalam aplikasi untuk mendapatkan pekerjaan. Ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Mahkamah Agung Inggris pada Februari menetapkan bahwa pengemudi Uber harus diperlakukan sebagai karyawan, bukan pekerja lepas.
Selain itu, fleksibilitas yang disebutkan di atas bisa diperdebatkan. Pengadilan Perancis pada tahun 2020 mengelompokkan pengemudi Uber sebagai karyawan. Dikutip dari TechCrunch, “Jika pengemudi menolak terlalu banyak perjalanan atau mendapat peringkat buruk, pengemudi dapat kehilangan akses ke akunnya. Pengemudi berpartisipasi dalam layanan transportasi yang terkelola dan Uber secara sepihak menetapkan persyaratan operasinya.”
Untuk Go-jek dan Grab, kedua aplikasi tersebut memberlakukan target harian yang harus dicapai pengemudi. Menurut Adiyono, sistem Go-jek bekerja seperti keanggotaan. “Ada target harian dari aplikasi. Grab: 90 berlian per hari. Sedangkan untuk Go-jek, target yang diberikan kepada pengemudi tidak sama satu sama lain. Tergantung pada level (dasar, perak, emas, platinum) pengemudi. Untuk saya (dasar) minimal 900 poin/hari,” jelas Adiyono.
“Performa dipengaruhi pesanan yang kami ambil atau abaikan, atau yang kami batalkan. Saat pengemudi baru saja memulai pekerjaan, performanya 100%. Jika ada dua pesanan dan saya hanya mengambil satu, performa saya akan menjadi 50%. Kalau ada empat pesanan dan saya ambil satu, jadi 25%,” kata Ricky. Poin yang diterima pengemudi dari setiap layanan di aplikasi berbeda-beda.
“Tidak semua akun pengemudi sama. Ada pengemudi yang bisa mendapatkan banyak pesanan,” Ricky melanjutkan. Sebagai contoh, jika ada pesanan di sebuah lokasi dan ada tiga pengemudi yang dekat, aplikasi akan memberikan pesanan tersebut kepada pengemudi yang memiliki catatan yang lebih ‘bersih’ - jarang membatalkan pesanan dan tidak pemilih dalam hal pesanan. “Pengemudi yang menerima satu bintang akan di-suspend. [Pengemudi yang] Harassment mungkin akan diberhentikan. Biasanya suspend pertama, kedua, lalu diberhentikan. Suspend itu seperti peringatan.”
Jam kerja kedua aplikasi transportasi tersebut lebih fleksibel, tetapi mereka mungkin akan membekukan akun yang tidak aktif selama sebulan, kata Ricky. Kurir SPX harus datang setidaknya tiga hari dalam seminggu. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah jenis keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing dalam gig economy. Untuk penulis atau desainer, bentuk kerja dan layanan mereka berbeda-beda. Namun, kurir adalah pekerjaan kasar. Terus terang, siapa pun yang bisa mengendarai sepeda motor bisa menjadi kurir. Selain itu, Indonesia memiliki banyak sekali tenaga kerja berketerampilan rendah. Mereka lebih mungkin terjerat dalam eksploitasi dan menghadapi risiko kehilangan pekerjaan karena otomatisasi.
Pardi dan rekan-rekannya di SPX tidak melihat nilai apa pun pada perubahan yang diterapkan oleh manajemen Shopee. Faktanya, mereka percaya bahwa perubahan tersebut akan menurunkan kinerja kurir. “Berkurangnya tenaga kerja di hub menyebabkan pengiriman ke pelanggan lebih lambat. Kurir menerima bayaran lebih sedikit dan mereka harus menambah jam kerja.”