Turki telah selesai dengan demokrasi yang diwarnai dengan politik aliran. Hilangnya dukungan kelompok islamis dengan Fethullah Gulen sebagai motornya tidak mengurangi kepercayaan publik terhadap AKP. Karena bagi mereka AKP dianggap ‘beres’ dalam mengawal nation will, dibuktikan dengan prestasi ekonomi, stabilitas sosial dan politik, walaupun dengan kebijakan yang terkadang membuat dahi berkrenyit. Seperti saat pemerintah Erdogan memblokir layanan Twitter dan berencana memblokir layanan media sosial lainnya.
Babak Baru Indonesia
Apa yang dimaksud Anis Matta, presiden PKS dalam bukunya ‘Gelombang Ketiga Indonesia’ sebagai anomali di Indonesia memang benar adanya. Ketika masyarakat semakin relijius, berkembang gerakan amal saleh dimana-mana, namun relijiusitas tersebut tidak ada korelasinya dengan pilihan politiknya. Hatta Rajasa, ketua umum PAN mengatakan, bahwa pada akhirnya politik akan bergerak ke tengah. Ia memberikan pertanyaan tentang relevansi politik aliran hari ini, “Apakah partai yang disebut sebagai partai islami tidak nasionalis ? Apakah partai nasionalis tidak mewakili golongan islamis ? ”. Masyarakat sekarang sudah banyak yang lebih cerdas dan rasional dalam menggunakan pilihan politiknya. Simbolisme tidak berpengaruh banyak jika di level ‘transaksional’ partai politik tidak menunjukkan kenyataan dan aplikasi simbol ideologinya.
Semakin banyaknya masyarakat yang menyadari bahwa pilihan mereka berpengaruh pada kualitas kehidupan mereka membuat partai politik harus semakin menyadari bahwa tersisa banyak pekerjaan untuk diselesaikan. Bahwa pemilu hari ini berbeda dengan pemilu di zaman ketika suara bisa dibeli. Para wakil rakyat tidak bisa secara mudah melepaskan diri dari konstituennya, di samping itu pekerjaan-pekerjaan legislatif tidak bisa dinomor duakan. Dalam beberapa dekade ke depan, mayoritas para pemilik suara (voters) adalah mereka yang dilahirkan di zaman demokratis dan tidak mengalami masa-masa politik yang kental dengan politik aliran dan sarat kepentingan. Suara mereka kritis dan akan terus menagih ‘imbalan’ sebagai konsekuensi pilihan politiknya.
Pemilu 2014 di Indonesia nanti adalah titik awal dimana akan mengalir tema sentral dan wacana yang sama, yaitu nilai-nilai universal yang meningkatkan kualitas hidup manusia. Sampai pada suatu saat nanti, figuritas akan dikalahkan oleh integritas. Simbol tidak lagi berarti, digantikan oleh narasi dan konsep yang ditawarkan untuk dikerjakan. Muara gagasan partai politik nantinya akan berpusar pada kesejahteraan, keadilan, pemerataan pembangunan dan kualitas manusia Indonesia.
Mau tidak mau semua partai akan menyesuaikan diri dengan hal tersebut, menjadi progresif dan moderat. Simbol-simbol akan digantikan oleh gagasan-gagasan sederhana namun jelas, kapitalis atau kerakyatan, liberal atau konservatif dan semuanya akan diramu oleh setiap partai politik sesuai dengan basis masa dan sejarah kepartaiannya. Tidak bisa lagi nanti sebagian partai politik ‘bermain’ di kursi penonton dan sebagian lainnya beraksi di panggung. Semua partai politik nantinya harus bermain di panggung yang sama, pertunjukan yang sejenis, memperebutkan penonton, namun beda tema dan aktornya !
Senin, 14 April 2014
Faqih Addien
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H