Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. satu aturan di suatu daerah bisa berbeda dengan aturan di daerah lain. Wikiquote.org
Berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadikan seluruh aktivitas kita terhenti untuk sementara waktu. Berbagai aspek seperti perekonomian, Pendidikan, kebudayaan, termasuk salah satu sektor yang ikut terdampak. Tidak terkecuali dengan berbagai kegiatan di bulan Ramadan saat ini.
Bulan Ramadhan adalah bulan Pendidikan, dimana kita di didik untuk melatih diri menjadi insan yang lebih baik dari hari kemarin. Berikut ini bunga rampai daring yang menjadi tantangan nyata dan dirasakan pada Ramadan kali ini.
Perkuliahan daring
Di bulan Ramadhan ini perkuliahan tetap berjalan seperti biasanya. Seluruh aktivitas dilaksanakan online, dari presensi kehadiran, kegiatan webminar, rapat organisasi, dan peringatan hari besar kenegaraan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, sistem perkuliahan online selain memudahkan juga bukan tanpa kendala. Permasalahannya adalah pada jaringan operator seluler yang tidak selalu lancar, dan juga sangat tergantung dengan setting waktu yang telah diterapkan oleh dosen.
Betapa tidak, dalam sistem daring, waktu awal dan akhir perkuliahan bisa diatur sedemikian rupa sehingga jika kita telat memasuki perkuliahan terkadang tidak akan dapat masuk karena dianggap terlambat. Meskipun tidak semua dosen menerapkan disiplin yang sangat ketat, namun hal ini justru menjadi preseden buruk bagi mahasiswa, dalam kasus tersebut kedisiplinan mahasiswa benar-benar diuji.
Keluhan juga datang dari pengajar (dosen), dari penuturan beberapa pengajar (dosen) menyebutkan bahwa sebenarnya dalam suasana Ramadjan akan lebih nyaman jika dapat dilaksanakan dengan tatap muka langsung. Karena efek perkuliahan tatap muka langsung dapat dirasakan oleh setiap mahasiswa.
Ujian online
Masih berhubungan erat dengan perkuliahan, di kampus tempat saya belajar mensyaratkan seluruh ujian baik semester, thesis, dan disertasi dilakukan dengan sistem online. Begitu juga dengan persyaratan berkas administrasi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.
Semua prosedur yang ditempuh tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun dengan sistem online kita memiliki keuntungan untuk dapat melihat materi, menghemat produksi kertas, dan lebih hemat dari sisi keuangan. Namun, prosedur yang diterapkan sangat berliku, karena kita harus meng-upload berbagai berkas, yang mana jika kita berada di luar jangkauan kampus, membutuhkan akses VPN serta koneksi internet yang stabil dan kuat, terkadang sudah menggunakan VPN pun tetap mengalami kendala.
Pemantauan secara berkala di media kampus harus terus dilakukan, karena regulasi yang berlaku terkadang berganti. Inilah yang menyulitkan mahasiswa karena terkadang hari ini mendapatkan laporan semua beres, tapi ternyata beberapa saat kemudian kita dihubungi karena apa yang sudah kita laporkan belum memenuhi syarat tertentu.
Beribadah online
Beberapa saat sebelumnya sebelum bulan Ramadhan tiba, pernah dilakukan diskusi menarik tentang mungkinkah dilakukan ibadah seperti shalat jum'at dan ibadah tarawih dilakukan secara online?. Berbagai pendapat dan masalahpun mengemuka karena tidak sepenuhnya dapat dipahami dengan baik terkait himbauan pemerintah dan MUI yang terus meminta kepada Umat Muslim untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah pada saat bulan puasa Ramadhan.
Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian mudahnya. Di grup whatssapp yang saya ikuti juga terjadi perdebatan panas meskipun memasuki periode Ramadhan, tentang bagaimana pelaksanaan ibadah ditengah pandemi. Hingga pada akhirnya pun mengikuti keyakinan masing-masing.
Sebagian mengikuti himbauan pemerintah, akan tetapi beberapa diantaranya abai dan bahkan cenderung meremehkan. Ketidakpatuhan ini kemudian menjadi kendala serius yang mana kita menjadi saling curiga dengan tetangga kita sendiri atau bahkan dengan teman, karena khawatir mereka terinfeksi virus.
Meskipun pada akhirnya beribadah online ini beberapa ulama menyepakatinya untuk dapat dilakukan, permasalahan selanjutnya yang muncul adalah keterbatasan akses internet tidak berlaku bagi semua jamaah shalat.
Waktu puasa yang cukup lama
Jadwal puasa yang cukup lama didukung cuaca yang sangat panas (menurut saya) menjadi tantangan tersendiri bagi rekan-rekan yang menjalankan ibadah di negara empat musim.
Di Beijing, saat ini memasuki musim panas dan tantangan cuaca menjadi sangat serius karena dilaksanakan mulai pukul 03.00 pagi dan berbuka baru dilaksanakan pada 19.00 sampai 20.00 pagi. Besaran cuaca harian berkisar antara 35-45 derajat celcius yang dapat membuat kita terhidrasi begitu cepat.
Meskipun dengan kondisi demikian kita tidak diwajibkan untuk berpuasa, namun bagi seorang muslim hal ini justru akan menambah pahala berpuasa kita. Tidak ada lagi shalat berjamaah di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing, karena mematuhi protokol pemerintah setempat.
Akhirnya, banyak rekan-rekan yang menghabiskan waktu untuk istirahat karena cuaca yang sangat panas di luar. Jika dikalkulasi, teman-teman saya dapat menghabiskan waktu tidur setelah shalat subuh dan baru bangun ketika duhur tiba.
Ini sangat mungkin karena di malam hari kebanyakan dari kita tidak tidur, dan menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Waktu belajar dilakukan malam hari merupakan pemilihan ritme yang tepat meskipun hawa panas terus mendera.
Lain negara lain budaya
Bulan Ramadhan adalah bulan yang diajarkan kita didalamnya untuk bersabar, bersabar dari berbagai hal yang mengurangi pahala puasa kita. Dari ungkapan inipun ternyata Allah maha mengetahui bahwa tidak semua orang yang melaksanakan Ramadhan mampu bersabar dalam menghadapi ujian, meskipun derajat puasa ini pahalanya langsung kepada Allah SWT.
Alih-alih melaksanakan puasa, rekan saya dari berbagai negarapun memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya ini dapat dipantau Ketika menjelang buka puasa tiba. Ada yang mempersiapkan diri lebih awal dengan membuat berbagai aneka makanan. Ada juga yang asik menghabiskan waktu sepanjang hari hanya untuk menelpon keluarganya di negaranya.
Ironisnya, perbedaan waktu ini jarang dipahami bersama. Sebagai contoh misalkan di benua Afrika yang perbedaannya waktunya sangat mencolok dibandingkan dengan benua Asia. Apa yang dilakukan oleh teman kami dengan menelepon keluarganya sekian jam lamanya tersebut sangat mengganggu kekhusuan beribadah rekan-rekan dari negara lainnya. Menjunjung adat di negara yang kita tempati haruslah dijunjung tinggi, agar kita dapat terus berlangsung hidup dan menjalin komunikasi di dalamnya.
Beda lagi dari beberapa negara di benua Asia yang kebanyakan dari mereka hobi untuk bercerita. Bercerita sangat cepat dengan bahasanya masing-masing (tidak menggunakan Bahasa Inggris) cukup mengganggu dalam rangkaian ibadah puasa kita.
Cobaan terberat selanjutnya adalah ketika harus keluar dari tempat tinggal kita, karena pemandangan diluar yang tidak biasa karena harus menjaga pandangan. Kondisi musim panas tidaklah semudah yang kita bayangkan, sesuatu yang tidak pernah terjadi di Indonesia dan dilarang, justru menjadi hal yang biasa dan tidak dilarang.
Saya mengamati secara detail bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya memiliki sifat sabar dan pengendalian diri cukup baik, dimanapun dan kapanpun. Jarang sekali saya menemui WNI yang berkonflik dengan negara lain karena hal yang tidak perlu dan tidak esensial.
Sebagai penutup, saya mengutip peribahasa "Lain lading lain belalang, lain lubuk lain ikannya" yang mana aturan setiap daerah berbeda dengan aturan daerah lainnya. Jika konsep ini saya tarik dalam pergaulan internasional, maka peribahasa ini masih sangat relevan untuk memahami oranglain tanpa ada rasa marah, dan mejaga diri dan puasa kita agar terus bersabar. Bagaimanapun juga sistem online adalah salah satu solusi terbaik saat ini.
Dari berbagai hal di atas, saya banyak belajar bersabar dari rekan sejawat berbagai negara di dunia. Sesulit apapun Ramadhan yang kita alami ditengah kondisi pandemi ini, harus kita yakini bahwa pahalanya akan lebih besar dibandingkan Ramadhan di tahun sebelumnya. Wallahu A'lam Bishawab.
Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1 2
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H