Berikut ini contoh yang diberikan di Indonesia, sebagai proyeksi perkembangan COVID-19 di masa depan.
COVID-19 dengan data default [disini]
Data standard dan mempertimbangkan tingkat infeksi R0 sebesar sebesar 2.2. Kalkulator epidemi menunjukkan pasien dalam satu tahun penyakit ini akan menginfeksi setidaknya lebih dari satu juta orang.
Berdasarkan grafik, pandemic COVID-19 ini akan membunuh sedikitnya lebih dari 20.000 jiwa. Catatan penting dari angka-angka tersebut adalah sebagai berikut:
Pada mode default, kalkulator akan mengasumsikan bahwa pada hari ke-100 pasca kasus pertama yang telah dilaporkan, pemerintah telah memaksa beberapa wilayah atau negara ke dalam total lockdown.
Dengan adanya lockdown atau intervensi non-medis dengan cara lain, akan menurunkan R0 menjadi kurang dari 1. Angka R ini sangat penting artinya dalam grafik (lihat artikel sebelumnya).
Apabila lockdown atau intervensi non-medis lain telah dapat menurunkan R0 lebih awal, misalkan 70 hari setelah kasus pertama dilaporkan, maka jumlah kasus akan jauh lebih sedikit dan jumlah kematian secara garis eksponensial akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa batasan ketat.
Parameter penting lainnya adalah bahwa klakultor epidemi ini secara default menganggap fatalitas kematian sebesar 2.2 persen.
Padahal, pada kenyataannya nilai itu bisa lebih besar seperti di China, Italia, Spanyol dan beberapa negara lainnya di dunia.
Apabila kita akan menggunakannya untuk Indonesia, maka bisa dilakukan besarnya nilai fatalitas (Pasien infeksi disbanding dengan jumlah kematian), dimasukkan nilainya ke dalam grafik.
Tingkat fatalitas di Indonesia khsusunya, tidak dapat diprediksi, karena saat ini jumlah korban terinfeksi dan meninggal terus bertambah. Besarnya nilai fatalitas adalah sebagai nilai dinamis yang nilainya terus berubah.