Penggunaan Masker
Masker merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk mencegah Pandemi COVID-19 menyebar dengan cepat dari penderita. Dengan masker, kita akan dapat meminimalisir potensi terkena virus karena kontak langsung sesama manusia.
Akan tetapi, masker sendiri untuk saat ini sangat sulit untuk ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Beberapa diantaranya pemerintah berhasil mengendalikan pemasarannya. Akan tetapi, panic buying telah merubah segalanya, bukan hanya masker, tapi berbagai barang kebutuhan pokok pun menjadi sasarannya.
Gambar di atas merupakan perbedaan dari kita yang menggunakan masker dengan yang tidak menggunakan masker, pada penderita setelah terjadi 100 kasus dan dirangkum 15 hari setelahnya.
Sama-sama berbelanja, tapi lain sasaran. Orang Indonesia berbelanja masker, sementara orang Australia kehabisan tisu, bukan kehabisan masker. Tapi arahnya sama, tisu digunakan sebagai pelapis masker untuk menutupi mulut, hal ini bertujuan agar masker dapat digunakan berkali-kali, sementara tisunya yang hanya digunakan sekali.
Autokritik: silahkan kita menyaksikan berita saat ini, baik Gubernur, Menteri, Dokter, Wartawan, yang disyuting dalam televisi dan lain-lain yang berada di rumah sakit untuk menjelaskan tentang Pandemi COVID-19, terlihat tidak menggunakan masker. Sebagai catatan penting, masker saat ini bukan hanya digunakan oleh orang terdampak Pandemi COVID-19, yang sehat pun disarankan menggunakan masker, terutama ketika berada di fasilitas publik, terlebih ketika kunjungan seorang pejabat di Rumah Sakit.
Berkahnya: ketika penggunaan masker dulunya hanya digunakan untuk daerah yang terdampak kebakaran hutan, saat ini penggunaannya sudah mulai merata. Baik saat menggunakan kendaraan bermotor, ataupun ketika berinteraksi satu sama lain di fasilitas umum. Bahkan rekan kerja penulis yang terkena batuk dan flu ringan pun saat ini sudah menggunakan masker, unik bukan?.
UMKM, khususnya perdagangan
Sosialisasi pemerintah kurang merata, meskipun sudah disampaikan melalui media televisi, media sosial dan lain sebagainya, rupanya itu hanya berlaku untuk kalangan menengah ke atas.
Dengan posisi masyarakat Indonesia yang gemar ber-medsos hingga mencapai rangking pertama di ASEAN, agaknya ini menjadi hal menarik untuk dipelajari. Sosialisasi hingga ke pedesaan pun seharusnya dilakukan dengan melibatkan jajaran pemerintah sampai ke tingkat terkecil seperti Rukun Tetangga (RT).
Autokritik: hampir sebagian besar pedagang yang pernah dikujungi di dalamnya, tidak disediakan sabun cuci tangan ataupun hand sanitizer. Pernah ada tersedia sabunnya, tapi hanya sedikit isinya, terlalu banyak air. Terlebih jika kita makan di lesehan, hanya disediakan satu mangkuk kecil air untuk mencuci tangan kita sebelum makan sekaligus pasca makan. Amankah demikian?.
Berkahnya: beberapa sudah mulai sadar, bahwasanya pedagang tidak hanya menjual makanan, tapi harus mementingkan fasilitas kesehatan seperti cuci tangan, kebersihan toilet, dan lain lain.