Mohon tunggu...
Faqih Ma arif
Faqih Ma arif Mohon Tunggu... Dosen - Civil Engineering: Discrete Element | Engineering Mechanics | Finite Element Method | Material Engineering | Structural Engineering |

Beijing University of Aeronautics and Astronautics | 601B号房间 | 1号楼, 外国留学生宿舍 | 北京航空航天大学 | 北京市海淀区学院路 | 37學院路, 邮编 |100083 |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Derita Mahasiswa China Habiskan Ratusan Juta untuk Kembali Belajar akibat Pandemi COVID-19

14 Maret 2020   00:30 Diperbarui: 14 Maret 2020   00:35 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi COVID-19 | pixabay.com

Sejak keberadaan COVID-19 tahun ini, ternyata telah menyita berbagai aktivitas dan larangan berpergian baik di dalam negeri ataupun ke luar negara terdampak. Kasus Pandemi COVID-19 terus mengalami peningkatan jumlah korban di Italia yang sungguh diluar dugaan, hingga Iran dan Korea Selatan yang saat ini masih terus berjuang mengatasi dan mengisolasi korban pandemi COVID-19.

Khusus di Italia, dilansir dari @cgtnofficial hari ini, otoritas kesehatan Tiongkok telah mengirimkan bantuan satu pesawat tenaga medisnya. Tercatat bahwa tenaga medis telah tiba di Ibu kota Roma dengan berpakaian khusus (13/03/2020).

Berbagai bidang sosal dan kemasyarakatan selanjutnya di batasi, lebih khusus terkait dengan bidang Pendidikan yang menjadi sasarannya. Selain mahasiswa yang harus kembali ke negaranya masing-masing, Penundaan berbagai aktivitas kampus seperti wisuda, juga ada salah satu kisah heroik mahasiswa Tiongkok yang sedang menimba ilmu di Australia sebagai berikut:

Sebuah cerita dari pelajar China yang mengatakan bahwa dirinya merasa telah dihianati oleh pemerintah Australia yang memberlakukan larangan perjalanan untuk mahasiwa China. Akibatnya, banyak dari pelajar China menghabiskan $20.000 atau sekitar Rp182.631.600 rupiah dengan alasan COVID-19.

Dalam sebuah wawancara, seorang mahasiswi bernama Karen Ji mengatakan bahwa dia harus menghabiskan masa 16 hari karantina di Thailand bersama dengan ibunya sebelum kembali untuk belajar di Australia.

"Lima tiket dalam penerbangan kelas ekonomi, dan bahkan kelas bisnis untuk terbang ke Sydney", aku tidak percaya, dan panik. Ujarnya seperti dilansir dari new.com.au

Terdapat dua pilihan untuk mahasiswa international seperti Karen Ji, dia harus dipaksa memutuskan melewatkan awal semester, atau bepergian ke negara ketiga seperti yang disampaikan oleh otoritas setempat di Australia.

Karen Ji | mp.weixin.qq.com | ijobheadhunter
Karen Ji | mp.weixin.qq.com | ijobheadhunter

Banyak juga darinya mengatakan bahwa telah membeli tiket yang sangat mahal untuk dapat kembali studi. Satu hal yang menambah masalah menjadi rumit adalah banyaknya penerbangan yang dibatalkan karena COVID-19.

Sebagai langkah solutif, mereka tetap mengikuti aturan dengan menempuh jalur ke negara ketiga sebelum kembali ke Australia, meskipun membutuhkan berhari-hari, sangat melelahkan dan membutuhkan biaya yang sangat besar.

Perlu diketahui bersama bahwa terdapat sekitar 260.000 mahasiswa China yang terdata secara resmi di Australia. Untuk hal ini, pemerintah Australia mendapatkan dana setiap tahunnya dari sektor Pendidikan sekitar $12 Miliar (khusus dari Tiongkok) atau sekitar 109 Triliun per-tahunnya.

Jadi, secara ekonomis bisa di kalkulasikan bahwa apabila 260.000 mahasiswa China tidak kembali ke Australia karena kebijakan pemerintah, maka pemerintah Australia akan kehilangan $12 Miliar.

Berbeda dengan Karen Ji, mahasiswa lain menilai lebih obyektif dengan menganggap bahwa Australia berhak menentukan apa yang dirasa aman untuk negaranya. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menilai apakah kebijakan itu baik atau tidak, tapi yang jelas semua itu akan berdampak kepada seluruh komponen masyarakat.

Justru, beberapa universitas memberikan subsidi atau hibah sekitar $7500 atau 68 juta rupiah seperti di University of Melbourne, University of Adelaide dan Western Sydney University.

Lebih dari 25.000 mahasiswa asal Tiongkok telah kembali ke Australia sejak 02 Februari 2020 lalu setelah menjalani karantina.
Otoritas Australia memuji siswa asal China yang mengambil langkah untuk pergi ke negara ketiga dalam waktu 14 hari. Pergi ke negara ketiga dan mengkarantina diri sendiri merupakan sebuah kelaziman sebelum kembali belajar di Australia.

Hingga saat ini, sebanyak 128 kasus pendemi COVID-19 telah menyebar di Australia tertanggal 13 Maret 2020. Kasus pertama yang mengejutkan justru dating dari seorang bayi yang menderita COVID-19 setelah kembali dari Iran.

Selanjutnya dua orang asal Australia dilaporkan adalah seorang wanita berusia 95 tahun di panti jompo NSW, serta di Australia Barat berusia 78 tahun berasal dari kapal pesiar Diamond Princess.

Sebagai penutup, marilah kita berdo'a agar pademi COVID-19 ini segera berlalu. Derita dunia pendidikan akibat Pandemi COVID-19 ini tidaklah sedikit. Proses belajar mengajar harus terus berjalan, jangan sampai terhenti.


Semoga bermanfaat
Copyright @fqm2020
References 1 2 3 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun