Pada saat perekonomian di suatu tempat mengalami overheating, otoritas moneter perlu menaikkan suku bunga menjadi 12 persen. Kemudian setelah suhu ekonomi mendingin, suku bunga diturunkan menjadi 5 persen.
Begitulah seterusnya sampai dengan mencapai kondisi stabil pada level 4 persen per-tahun. Sebenarnya inti dari pemikian beliau saat itu adalah kekhawatirannya pada suku bunga di Indonesia yang cukup tinggi.
Teori ini merupakan kombinasi gabungan sebagai sebab akibat variable ekonomi yang mempengaruhi kondisi ekonomi. Sebagai contoh lain, dalam suatu periode menaikkan dan menurunkan suku bunga dengan selisih cukup ekstrim sehingga mempegaruhi faktor lain seperti inflasi, kurs, dengan tujuan untuk menciptkan keseimbangan baru sesuai dengan tujuan pengambil kebijakan.
Akan tetapi, Bank Indonesia pada saat itu terlihat belum setuju untuk menerapkan teori ini. Winarno Zain, pengamat ekonomi nasional pada waktu itu mengatakan bahwa menyetel Suku bunga bukan merupakan masalah menurunkan biaya modal kerja perusahaan, melainkan juga menyangkut ketahanan neraca pembayaran. "Urusannya tidak sesederhana itu, mengemudikan suku bunga tidak semudah seorang pilot menerbangkan pesawat secara Zig Zag". Ungkapnya
Professor yang memiliki hobi berenang dan menyanyikan lagu keroncong Sepasang Mata Bola itu kini telah tiada. Sistem suku bunga tinggi yang dikritik beliau saat itu merupakan salah satu penyebab ambruknya ekonomi Indonesia, yang sempat digelari sebagai calon macan Asia di masanya.
Teori Zig Zag yang menggunakan pendekatan stabilisasi aerodinamika itu sunyi dalam diam, bersama dengan lengsernya beliau sebagai presiden. Entah sampai kapan.
Selamat Jalan Professor, Semoga Khusnul Khotimah. Do'a kami senantiasa bersamamu.
Semoga bermanfaat
Copyright FQM @2019
Referensi: 1 2 3 4 5
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI