Komitmen Terhadap Lingkungan yang Dipertanyakan
Selain hal-hal yang saya sebut diatas, ada pula beberapa hal yang membuat saya bertanya-tanya mengenai komitmen Pemprov Kaltim, dalam hal ini abi saya terhadap lingkungan.
Jika masalah Indonesia adalah ketidakmerataan pembangunan, dan solusinya adalah pembangunan infrastruktur yang masif, maka masalah Kaltim adalah eksploitasi lingkungan, dan solusinya seharusnya adalah pemerintah menaruh fokus kerja mereka terhadap hal tersebut.
Dampak perusakan lingkungan mungkin tidak begitu terasa sekarang, tapi dampaknya akan terasa dalam sepuluh hingga ratusan tahun mendatang. Masalah lingkungan merupakan masalah kepedulian kita terhadap masa depan anak cucu.
Tapi hal itu pun dipertanyakan dengan pernyataan-pernyataan Pemprov Kaltim yang justru berseberangan dengan hal tersebut.
Pertama, Pak Isran, juga abi saya, meminta Kementerian ESDM mencabut pembatasan produksi batu bara.
Padahal, hal yang tidak bisa dihindari dari eksploitasi lingkungan (dalam hal ini tambang batu bara) adalah bahwa bagaimanapun juga kita membutuhkannya untuk pasokan energi Pembangkit Tenaga Listrik, karena itulah langkah Kementerian ESDM untuk melakukan pembatasan sudah merupakan langkah kompromistis yang harusnya tidak ditentang.
Ekonomi pun tidak bisa menjadi alasan, karena dibandingkan menggantungkan kemajuan ekonomi Kaltim kepada perusahaan tambang, ekonomi pariwisata harusnya bisa ditingkatkan oleh Pemprov Kaltim. Biduk-Biduk yang makin lama makin banyak peminatnya pun rasanya kurang perhatian dimana akses jalan menuju kesana masih sangatlah susah dan merepotkan.
Kedua, yaitu keinginan Pak Isran, maupun abi saya, untuk menjadikan Kaltim, dalam hal ini Bukit Soeharto, sebagai ibukota baru.Â
Padahal menjadikan Bukit Soeharto yang notabene merupakan daerah hutan lindung sebagai ibukota justru akan membuat eksploitasi lingkungan semakin tidak terbendung, apalagi jika nantinya ibukota yang baru ini akan menjadi pusat ekonomi.
***