Pendahuluan
Remaja merupakan salah satu tahapan pertumbuhan dan perkembangan dalam siklus kehidupan manusia ketika seseorang berada pada rentang usia 12-19 tahun. Rentang waktu tersebut adalah masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Masa ini adalah masa yang amat meresahkan (unsettling)Â didalam kehidupan seseorang. Selama masa ini juga terjadi banyak gejolak dalam berbagai bentuk. Bagi beberapa remaja, perubahan-perubahan yang terjadi tidak terlalu meresahkan dan juga tidak terlalu nampak. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan label penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan perilaku sebagai akibat dari tekanan yang dialami remaja karena perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Sebagian orang tentu pernah mengalami peristiwa "bullying" baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar. Saat ini, bullying merupakan istilah yang tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Perilaku bullying dari waktu ke waktu terus menjadi hal yang menghantui para remaja. Tak dapat dipungkiri, banyak remaja yang telah mengalami bullying, terlebih lagi di lingkungan sekolahan. Hampir semua orang tahu tentang bullying, namun mirisnya kasus ini seringkali dibiarkan begitu saja.Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa inggris. Bulliying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan atau intimidasi (Susanti, 2016).
Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Pelaku bullying sering disebut dengan istilah bully. Seorang bully tidak mengenal gender maupun usia. Hubungan pelaku dan korban bullying biasanya merupakan hubungan sejawat atau teman sebaya, misalnya teman sekelas, antara kakak kelas dan adik kelas, antara senior dan junior. Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas cakupannya. Remaja yang menjadi korban bullying lebih beresiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental (Ela,dkk, 2017). Pelaku bully bisa berupa seseorang dan sekumpulan orang, mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja yang diinginkan terhadap korbannya. Korban bullying juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tak berdaya, dan selalu terancam oleh pelaku bully.
Pelaku bullying sering menindas korbannya di sekolah dikarenakan sistem pengawasan yang lemah dari pihak sekolah. Bentuk bullying di sekolah bisa berlangsung secara turun temurun, misalnya pada saat Masa Otientasi Sekolah (MOS). Secara resmi MOS bukanlah ajang penganiayaan siswa. Tetapi pada kenyataannya, kegiatan seperti ini sering disalah gunakan sebagai sarana pelampiasan kekerasan dan aksi negatif terhadap siswa yang lebih muda. MOS dilakukan oleh siswa senior kepada siswa junior dan sering dijadikan sebagai ajang bullying berskala besar. Hal ini terjadi semata-mata karena mereka mendapatkan lisensi untuk melakukannnya lantaran pernah menjadi korban bullying saat menjadi siswa junior. Pelaku melakukan bullying terhadap orang lain sebagai bentuk pelampiasan kekesalan atau kekecewaan. Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekedar mengulangi apa yang pernah ia lihat dan alami sendiri. Pelaku menganiaya korban karena mungkin ia sendiri dianiaya orang tua dan saudara-saudaranya dirumah, atau ditindas serta dianiaya anak lain yang lebih kuat darinya dimasa lalu.
Pembahasan
Salah satu tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson adalah remaja usia 12-19 tahun (anak SMP dan SMA) yang mempunyai istilah Identity versus Confusion. Pada tahap ini remaja akan mengeksplorasi peran baru dan status orang dewasa. Pada masa ini, individu akan mencoba meninggalkan hal-hal yang kekanak-kanakan dalam usaha untuk menjadi seseorang dengan identitas yang unik (masa pencarian jati diri). Namun Erikson mengemukakan bahwa remaja belum memiliki identitas yang jelas dan mengalami krisis identitas. Oleh sebab itu masa remaja seringkali dihubungkan dengan stereotip mengenai penyimpangan, tidak normal, dan ketidakwajaran. Padahal apa yang tidak normal kelihatannya dalam diri remaja justru adalah hal yang normal. Remaja untuk pertama kalinya mulai melepaskan diri dari berbagai tokoh otoritas demi memperoleh kebebasan.
Bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya, takut, terintimidasi, oleh tindakan seseorang baik secara verbal, fisik atau mental. Ia takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi, dan is merasa tak berdaya mencegahnya. Ada beberapa macam bullying, diantaranya yaitu:
1. Bullying fisik, jenis bullying yang kasat mata. Siapapun bisa melihatnya karena terjadi sentuhan atau kontak fisik antara pelaku dan korbannya. Contohnya menampar, menendang, meludahi, dan lain sebagainya.
2. Bullying verbal, jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena melalui kata-kata dan bisa tertangkap indera pendengaran kita. Contohnya memaki, menebar gosip, memfitnah, dan lain sebagainya.
3. Bullying psikologis, jenis bullying yang berbahaya karena tidak tertangkap mata atau indera kita jika tidak cukup peka untuk mendeteksinya. Jenis bullying ini terjadi diam-diam dan diluar pengetahuan guru serta orang tua. Contohnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mengucilkan, dan lain sebagainya (Sugiariyanti, 2009).