Mohon tunggu...
Fantika Azzahra
Fantika Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa universitas tanjungpura

Saya Fantika Azzahra seorang mahasiswa universitas Tanjungpura Pontianak, saya memiliki hobi membaca, menulis dan mendengarkan lagu . dari hoi saya tersebut bisa dilihat saya memilki kepribadian yang riang, konsiisten dalam suatu hal dan dapat mengerjakan sesuatu dengan tepat waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehidupan dalam Tantangan: Potret Keluarga Pendapat Bantuan Sosial di Siantan Hulu

13 April 2024   23:28 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:32 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto didapat dari hasil observasi 

"Kehidupan Dalam Tantangan: Potret Keluarga Pendapat Bantuan Sosial di Siantan Hulu"

foto didapat dari hasil observasi 
foto didapat dari hasil observasi 

Saat ini kami melakukan wawancara di Siantan Hulu tepatnya di Jl.Parit Pangeran. Dalam perjalanan penelitian dan wawancara kami kali ini, kami berkesempatan untuk berbicara dengan Ibu Nuryati, seorang perempuan paruh baya berusia 56 tahun, yang merupakan istri dari seorang tukang becak bernama Bapak Naim. Keluarga ini menjadi fokus laporan kami karena mereka merupakan salah satu penerima bantuan sosial di daerah Siantan Hulu.


Bapak Naim, sebagai kepala keluarga, bekerja sebagai tukang becak dengan penghasilan yang tidak menentu, yakni sekitar 20 ribu rupiah per hari. Mereka memiliki lima anak dan seorang cucu yang masuk dalam tanggungan keluarga setelah perceraian anak yang menikah. Ibu Nuryati, sebagai ibu rumah tangga, juga berperan besar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari keluarga. 4 anak ibu Nuryati bekerja sebagai buruh lepas dengan gaji yang tidak menentu dan di gunakan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, serta 1 anak yang sudah bercerai ikut serta membantu ibu Nuryati mengurus rumah.


Ibu Nuryati dan keluarganya tinggal di atas tanah seluas 8x8 meter yang mereka bagi bersama keluarga suaminya. Dua bangunan berdiri di atas tanah ini, salah satunya adalah rumah milik keluarga Bapak Naim. Luas bangunan rumah tersebut adalah 8x4 meter, dengan 4 ruangan yaitu 2 kamar tidur, 1 ruang tamu dan 1 dapur  yang memadai untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan dinding tembok, atap seng, dan lantai plester semen, rumah ini mungkin tidak besar namun memberikan tempat yang nyaman bagi keluarga Naim.


Keluarga ibu Nuryati mengandalkan air hujan sebagai sumber air minum mereka. Untuk keperluan mandi dan cuci, mereka menggunakan air parit dan terkadang air hujan, tergantung pada stok yang ada. Tempat mandi yang digunakan oleh Ibu Nuryati adalah kamar mandi sederhana yang dibuat sendiri dengan papan yang tidak tertutup sepenuhnya.


Bahan bakar untuk memasak di rumah keluarga ibu Nuryati adalah kayu bakar dan minyak tanah. Penerangan rumah menggunakan lampu listrik dengan daya listrik sebesar 450 watt. Mereka membayar tagihan listrik sekitar 25 ribu rupiah per bulan. Meskipun sederhana, penerangan ini memberikan kehangatan di malam hari, terutama ketika keluarga Naim berkumpul untuk menonton TV ukuran 21 inc yang menjadi satu-satunya hiburan di malam hari.


Pemilikan aset keluarga ibu Nuryati terbatas, termasuk 1 HP yang digunakan bersama, becak yang menjadi sumber penghasilan Bapak Naim, dan TV sebagai hiburan keluarga. Meskipun sederhana, aset-aset ini menjadi bagian penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


Pekerjaan Bapak Naim suami ibu Nuryati sebagai tukang becak memberikan penghasilan yang tidak menentu, terutama dengan berkurangnya pelanggan karena masyarakat beralih menggunakan motor. Dengan tujuh tanggungan dan pengeluaran harian yang mencapai 40-50 ribu rupiah untuk kebutuhan makan. Walaupun 4 anak ibu nuryati membenatu bekerja dengan pekerjaan serabutan gaji mereka tidak menentu dan terkadang juga tidak bekerja karena mereka juga tidak memiliki bekal pendidikan yang cukup untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. keluarga ini menghadapi tantangan ekonomi yang serius.


Keluarga ibu Nuryati merupakan salah satu penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) di daerah mereka. Sejak tahun 2018, mereka mendapatkan BLT sebesar 1.2 juta rupiah setiap 3 bulan, kadang juga disertai dengan bantuan beras sebanyak 10 kg. Namun, kisaran waktu yang lama tanpa penerimaan BLT, sejak Desember 2023, menjadi beban tambahan bagi keluarga ini.

Ibu Nuryati dan keluarganya mendapatkan bantuan kesehatan berupa BPJS. Namun, Ibu Nuryati menyatakan bahwa pelayanan BPJS sangat berbeda dan kurang memuaskan dibandingkan dengan layanan non-BPJS. Pelayanan yang buruk dan antrian yang panjang membuat keluarga Naim lebih memilih untuk berobat ke mantri daripada ke rumah sakit atau puskesmas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun