Mohon tunggu...
Fantasi
Fantasi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Mikro

" When we are born we cry that we are come to this great stage of fools. " - William Shakespeare -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memilih Partai Gurem Sama dengan Buang-buang Suara?

17 Maret 2019   07:21 Diperbarui: 17 Maret 2019   08:54 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pagi ini saya mendapat pesan WA dari adik saya yang tinggal di kota lain berupa tautan artikel dari situs seword.com. Ternyata isinya himbauan dari sang penulis yang juga pendiri situs tersebut agar tidak memilih partai kecil pada Pemilihan Legislatif 2019.

Partai kecil yang dimaksud Alifurrahman, sang penulis, adalah partai-partai yang tidak berpeluang atau nyaris tanpa peluang untuk melampaui perolehan suara 4% dari suara sah seluruh Indonesia. Angka ini persyaratan agar sebuah partai dapat memperoleh kursi di Senayan. Kurang dari angka parlimentary treshold tersebut, maka suara yang diperoleh partai akan diabaikan.

Hanya suara yang diperoleh oleh partai yang lebih dari 4% yang akan diperhitungkan dan hanya mereka yang akan kebagian kursi. Tidak ada "transfer" suara dari partai gagal ke ke partai yang sukses. Dengan perkataan lain: suara yang diperoleh partai gagal treshold akan hilang begitu saja.

Alif menghimbau pendukung Jokowi - beliau adalah pendukung sejati Jokowi, bahkan situs seword tampaknya didedikasikan untuk mendukung Jokowi - untuk hanya memilih di antara partai PDIP, Golkar, Nasdem, PKB dan tidak memilih partai kecil yang juga pendukung Jokowi. Alasannya : agar suara pendukung Jokowi yang mendukung partai kecil tidak terbuang percuma, sehingga parlemen akan kuat dan Jokowi dapat menjalankan pemerintahan dengan efektif.

Adik saya yang Jokower sejati langsung tergerak oleh himbauan Alif, dan menulis dalam pesan WA itu akan pilih Partai Nasdem saja.

Saya juga pengagum Nasdem dan berharap partai ini kalau bisa masuk tiga besar di Pemilu 2019. Konsistensi Nasdem mendukung Jokowi dan tidak memasukkan satupun caleg eks koruptor menjadi alasan keyakinan saya bahwa Nasdem partai nasionalis yang sungguh-sungguh berupaya membawa perubahan yang lebih baik.

Namun, saya tidak sepakat dengan alasan untuk tidak memilih partai kecil dan memilih salah satu partai besar hanya dengan alasan memperkuat dukungan bagi Jokowi di Parlemen.

Pemilihan legislatif adalah kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk menentukan siapa yang mereka pandang layak mewakili dirinya sebagai rakyat. Juga, adalah kesempatan untuk menunjukkan kemana arah preferensi rakyat.

Apa jadinya jika rakyat yang sebenarnya ingin perubahan seperti yang ditawarkan oleh partai kecil mengalihkan pilihannya ke partai besar (yang penting sekubu dalam pilpres) ?  Partai-partai kecil dipastikan mati sebelum berkembang.

Jika hal ini terjadi pada partai kecil sempalan yang berasal dari partai lama, tidaklah terlalu masalah. Biasanya tidak ada hal sungguh-sungguh baru yang mereka tawarkan. Begitu juga, jika partai tersebut hanyalah besutan para pemilik modal atau penguasa di masa lalu, yang tumbuh dan berkembang terutama karena faktor figur. 

Cepat atau lambat, partai seperti ini hanya akan jadi perpanjangan keinginan sang tokoh. Partai-partai seperti ini biasanya banyak diisi oleh para petualang politik yang sebelumnya dari pemilu ke pemilu pindah partai - tak jelas apa yang diperjuangkan kecuali sekedar kursi di parlemen.

Berbeda halnya jika partai kecil itu adalah partai yang lahir dari ide perubahan dari orang-orang muda yang sebelumnya tak pernah memiliki KTA Parpol apalagi menjadi pengurus. Kandasnya partai kecil seperti itu menjadi sinyal bagi orang-orang muda bahwa gagasan mereka tak diterima oleh generasi mereka sendiri dan rakyat mereka sendiri.

Menembus angka 4% memang tidaklah mudah. Diperlukan suara sah minimal 7,88 juta dari total 192.828.520 juta pemilih. Tetapi, betulkan sesulit itu ?

Ada 42 juta pemilih milenial yang seharusnya punya idealisme berbeda dengan Generasi Baby Boomer dan Generasi X. Ini adalah generasi yang tak menginginkan nilai-nilai buruk di angkatan "babe gue", termasuk kepengecutan untuk berubah, diteruskan ke generasi berikutnya. Ini adalah generasi yang seharusnya memberi kesempatan kepada generasinya sendiri untuk menentukan arah kemajuan negerinya.

Faktanya, memang miris. Partai yang mengasosiasikan diri sebagai partai generasi muda seperti PSI masih kurang dilirik para pemilih - begitu menurut banyak survai. Partai-partai baru, termasuk PSI, hanya dipilih oleh kurang dari 1% pemilih. Masih jauh dari "magic number" 4% !

Himbauan agar tidak memilih partai kecil akan membuat partai kecil semakin jauh dari mimpi masuk ke Senayan. Dengan perkataan lain: Senayan akan kembali diisi oleh partai lama... dan business as usual! Lima tahun ke depan akan sama dengan lima tahun yang baru lalu. Hanya segelintir legislator yang layak di sana - sebut saja, misalnya, Budiman Sudjatmiko.

Memilih anggota legislatif tak terkait dengan memilih presiden tahun 2019 ini. Lima tahun lalu, saya terpaksa memilih PDIP demi memberi kesempatan bagi Jokowi untuk berlaga di Pilpres. Tahun ini itu tak perlu lagi.

Lima tahun lalu, meskipun dengan perjuangan yang berat, setelah terpilih menjadi presdien Jokowi berhasil menggaet oposisi ke kubu pemerintah agar mendapatkan dukungan yang cukup di parlemen. Setelah memenangkan Pilpres 2019, Jokowi bisa melakukan hal yang sama - tak perlu beralasan harus memilih partai "tua" demi mendukung Jokowi.

Tahun 2014 kita sudah berhasil mengangkat "tukang mebel" yang bukan siapa-siapa menjadi presiden. Mengapa tahun 2019 ini kita tidak memberi kesempatan bagi orang-orang muda seperti Tsamara, Dini, Rian, Giring, Antoni, Grace untuk menjadi legislator ? 

Bahkan, jika pun angka 4% pemilih tidak terlampaui, orang-orang akan tahu siapa yang kita inginkan dan partai apa  yang kita anggap layak menjadi wakil kita. Ingatlah betapa beberapa anggota legislatif dari PDIP adalah lawan Jokowi di masa awal pemerintahannya! Saya tidak mau sekedar memilih partai lagi !

Saya bukan pemegang KTA PSI, apalagi pengurus PSI, juga tidak punya saudara yang menjadi caleg PSI, tetapi tahun 2019 saya dan istri akan beri suara untuk PSI. Tidak ada suara yang sia-sia. Hanya orang yang bungkam yang tidak mau memperdengarkan suara hati sebenarnya yang hidupnya sia-sia.

Saya akan WA-kan artikel ini kepada adik saya. Kalau sudah nyaman dan yakin dengan caleg pilihannya di Nasdem, OK itu mantap! Tapi, jika takut memilih PSI hanya karena himbauan Alifurrahman, pikirkanlah lagi. Perlu lima tahun lagi untuk berhak bersuara kembali - dan mungkin saat itu generasi penerus Grace dan kawan-kawan saat ini sudah apatis terhadap politik dan pembaharuan. Gimana, Sis ?

Bangkitlah generasi muda bangsaku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun