Jika kau menyesali dan menyalahkan mantan, tengoklah ke dalam dirimu sendiri. Kegagalan dan kegalauan itu berawal di sana. Sayap-sayap itu telah membubung ke angkasanya sendiri, sementara engkau terus terpuruk di gua gelapmu.
Jika takdir mengantarkanmu ke bujur, lintang dan ketinggian yang sama dengannya, bersualah dalam kehormatan para mantan. Sayap-sayap merentang dan mengepak dalam kemegahan masing-masing. Tak ada yang merasa menjadi pemenang, atau menjadi pecundang. Tak ada yang membuang atau yang merasa terbuang. Di seberang sana, di antara sayapnya yang kokoh, kau mengenali beberapa helai yang kau titipkan di masa lalu. Dan kau pun tak malu mengakui di antara sayapmu ada helai-helai yang ditinggalkannya.Â
Masa lalu memiliki kisahnya sendiri, tapi janganlah berpikir kembali ke masa lalu. Masa lalu hanyalah rangkaian gambar yang bisa ditayangkan ulang - sekumpulan citra yang sarat makna tapi tak bisa disunting, apalagi dipentaskan ulang. Sebuah buku tidak disusun dengan menambahkan bab baru yang mengulang-ulang paragraf di bab sebelumnya. Â Kenangan manis atau pun getir dengan mantan akan abadi di bab-bab yang telah selesai ditulis.Â
Kaulah pujangga yang merdeka memilih tokoh dan alur cerita dalam bab baru di buku hidupmu. Kau memiliki sayapmu sendiri yang bisa membawamu kemana pun engkau pergi. Beberapa helai di sayapmu memang berasal dari mantan, tapi itu tak mengikatkanmu kepadanya. Sayap-sayapmu mengepak seirama sayap-sayap lain dalam kawananmu sekarang  : sayap-sayap mereka yang kau hadirkan di bab lanjutan dan telah kau pilih untuk menemanimu hingga tanda baca terakhir dalam epilog."
25.02.2017
*) terinspirasi dari "The Prophet" dan "Broken Wings" karya Khalil Gibran
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI